Kisah Ibu Migran yang Dipisahkan dari Anaknya oleh Trump

Sudah lebih dari lima pekan lamanya sejak seorang ibu yang berinisial “WR” menggugat Pemerintah Amerika Serikat (AS), belum melihat putranya yang berusia sembilan tahun.

WR meninggalkan rumahnya di Brasil pada bulan Mei 2018. Ia berharap bisa melarikan diri dari pelecehan dan ancaman bertahun-tahun dari suaminya yang terlibat perdagangan narkoba.

WR ingin memulai kehidupan baru di Amerika Serikat, negara tempat dia sudah memiliki keluarga. Namun, ia memasuki negara itu di tengah-tengah tindakan keras Presiden Donald Trump terhadap pencari suaka dan migran.

“Kami berpegangan satu sama lain dan menangis,” kata WR kepada Al Jazeera, mengenang saat ia dan anaknya dipisahkan secara paksa oleh keamanan imigrasi Amerika Serikat.

Ia dan anaknya dibawa ke pusat penahanan setelah melewati pelabuhan masuk resmi dan menyatakan suaka.

“Kami berdua menangis dan kami bertanya apa yang terjadi,” katanya.

Para penjaga secara paksa menempatkan ia dan anaknya di sel terpisah. WR tidak tahu apa-apa, karena tidak ada yang berbahasa Portugis.

Tempat ia dan anaknya adalah dua sel kaca di sisi yang berlawanan dan keduanya penuh sesak. Sel itu seharusnya diperuntukkan menampung sekitar 20 hingga 30 orang, tetapi ada sekitar 90 orang dewasa di dalamnya. WR bahkan hampir tidak bisa bergerak.

“Karena saya begitu putus asa, ibu-ibu lain akan membiarkan saya datang ke depan sel,” tambahnya. “Putra saya merangsek ke depan juga, jadi kami bisa saling melihat sedikit.”

Anak-anak yang ada di dalam sel lainnya dari segala usia, dari bayi dan balita hingga anak kecil dan remaja yang lebih tua.

“Mayoritas anak-anak berteriak dan memukul-mukul kaca sel. Mereka semua berusaha untuk sampai ke depan untuk melihat orang tuanya di sel kami. Saya tidak tahu ada berapa banyak anak-anak di sana,” katanya.

Kepada para wartawan, WR mengklaim bahwa mereka diperlakukan dengan tidak ada rasa hormat dan lebih buruk daripada binatang.

“Tempat yang saya tinggali selama 10 hari pertama, tidak pernah dibersihkan, kami tidak pernah mandi, tidak ada sikat gigi atau semacamnya. Ada satu toilet dengan kamera di atasnya,” katanya.

Saat di sel, WR mengalami kedinginan, lapar dan haus hampir sepanjang waktu, karena petugas hanya memberi mereka sedikit makanan. Air yang mereka minum berasal dari wastafel kamar mandi. Ada terlalu banyak klorin di air sehingga jika diminum akan merusak bibir dan menjadi sakit. Namun, itu adalah satu-satunya air yang mereka miliki.

Kasus WR dan putranya adalah satu dari lebih 2.000 anak yang masih mendekam di tempat penampungan di seluruh AS.

Mereka dipisahkan dari orang tuanya setelah Jaksa Agung Jeff Sessions mengumumkan kebijakan “toleransi nol” pemerintah kepada migran dan pencari suaka pada bulan April.

Pada saat itu, Sessions memberi tahu para migran dan pengungsi bahwa mereka tidak akan ditangkap jika mereka pergi “ke pelabuhan masuk” untuk meminta suaka.

Namun, menurut laporan setempat, banyak – termasuk WR – telah dipisahkan dari anak-anak mereka dan ditahan bahkan di pelabuhan masuk resmi.

Bulan lalu, seorang hakim di California memerintahkan pemerintah AS untuk menyatukan kembali orang tua dengan anak-anaknya yang di bawah usia lima tahun pada 10 Juli, dan semua anak lainnya pada 26 Juli.

Pada Kamis, 5 Juli 2018, Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Alex Azar mengatakan, agensinya memindahkan orang tua ke pusat penahanan yang lebih dekat ke tempat anak-anak mereka ditahan.

Anak-anak seperti “produk supermarket”

Petugas imigrasi Amerika Serikat mendata anak migran yang masuk dari Meksiko. (Foto: John Moore/Getty Images)

WR selalu teringat ketika dia terakhir kali melihat anaknya.

“Saya melihat beberapa orang baru lewat, kemudian mereka masuk ke sel (anak). Kemudian mereka memilih beberapa anak seolah mereka adalah produk supermarket,” katanya. “Dan kemudian tiba-tiba saya melihat salah satu dari mereka membawa putra saya pergi.”

“Saya mulai menggedor kaca, berteriak karena mereka mengambil anak saya, tetapi mereka mengabaikan saya dan terus berjalan. Beberapa menit kemudian, seseorang datang dan memberi tahu saya bahwa mereka membawa anak saya ke lokasi lain dan bahwa seseorang akan menjaganya. Tapi penjaga itu sangat dingin,” katanya.

Butuh 20 hari untuk memohon kepada penjaga hingga akhirnya WR bisa mendengar suara putranya lagi melalui telepon. Panggilan telepon itu dipantau. Putranya tidak diizinkan untuk memberitahukan lokasinya, hanya rincian singkat tentang bagaimana dia melakukannya. Jika dia mencoba mengatakan hal lain, teleponnya diambil.

Sejak itu, WR dapat berbicara dengan anaknya sebanyak empat kali.

Pada 20 Juni 2018, WR dibebaskan dari tahanan dan dirawat oleh keluarganya di Negara Bagian Massachusetts.

Sepekan kemudian, melalui bantuan seorang pengacara, ia akhirnya mengetahui bahwa putranya ditahan di sebuah fasilitas di Baytown, Texas.

Praktik untuk mengalahkan klaim suaka layak

Kasus mereka telah ditangani oleh Komite Pengacara untuk Hak Sipil dan Keadilan Ekonomi di Boston, yang telah mengajukan gugatan untuk memaksa pejabat imigrasi menyatukan kembali mereka.

“Di bawah tekanan publik yang kuat, pemerintah federal telah mulai melepaskan orang tua,” kata pengacara WR, Ivan Espinoza-Madrigal. “Para orangtua diberi tahu bahwa mereka akan dipersatukan kembali dengan anak-anaknya setelah dibebaskan, tetapi anak-anak tetap dalam tahanan pemerintah,” katanya kepada Al Jazeera.

Ia menjelaskan bahwa praktik-praktik itu dirancang untuk mencegah dan menghukum para imigran, padahal banyak dari mereka yang memiliki klaim suaka yang layak.

Praktik-praktik pemerintah federal yang buruk dirancang untuk mengalahkan klaim suaka yang layak dari imigran Latin, bertujuan memaksa imigran dengan klaim suaka yang layak untuk mendeportasi dirinya sendiri demi bersatu kembali dengan anak-anak mereka.

“Kami adalah imigran, ya. Tapi kami manusia – dan kami tidak diperlakukan sebagai manusia. Kami diperlakukan seperti penjahat,” tegas WR. (AT/RI-1/P1)

 

Sumber: tulisan Simon Tate dan Gabriel  Elozondo, koresponden Al Jazeera.

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.