Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KISAH INDAH TUAN DAN BUDAK, BERSAUDARA HINGGA SYAHID

Admin - Selasa, 23 Juli 2013 - 05:04 WIB

Selasa, 23 Juli 2013 - 05:04 WIB

806 Views ㅤ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya, “Ambillah olehmu Al-Qur’an itu dari empat orang yaitu, Abdullah bin Mas’ud, Salim maula Abu Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab dan Muadz bin Jabal!”

Salim adalah maula (hamba sahaya yang dimerdekakan) Abu Hudzaifah bin Utbah, seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mulanya, Salim adalah seorang budak, kemudian Islam memperbaiki kedudukannya, dimerdekakan dan diangkat anak oleh seorang pemimpin Islam terkemuka dan seorang bangsawan Quraisy, Abu Hudzaifah bin Utbah.

Ketika turun ayat yang membatalkan kebiasaan mengambil anak angkat, setiap anak angkat kembali menyandang nama bapaknya. Misalnya Zaid bin Muhammad, anak angkat Nabi Muhammad, kembali menyandang nama bapaknya menjadi Zaid bin Haritsah.

Tapi lain halnya dengan Salim yang tidak diketahui siapa bapaknya akibat perbudakan. Ia menghubungkan diri kepada orang yang telah memerdekakannya, sehingga dipanggil dengan nama Salim maula Abu Hudzaifah.

Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun

Ada pun Abu Hudzaifah, seorang sahabat yang mulia, sangat bangga dan merasa terhormat telah memerdekakan Salim, seorang budak yang beriman dan bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, serta dicatat namanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai tempat orang bertanya tentang Al-Qur’an. Maka, dinikahkanlah Salim dengan kemenakannya, Fatimah binti Walid bin Utbah.

Di antara kelebihan Salim yang sangat menonjol adalah mengemukakan apa yang diangggapnya benar secara terus terang. Ia tidak akan menutup mulut terhadap suatu kalimat yang seharusnya diucapkan.

Ketika Mekah berhasil dibebaskan oleh kaum Muslimin, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutus beberapa rombongan sahabatnya yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dengan tujuan untuk berdakwah bukan untuk berperang.

Ketika Khalid bin Walid sampai ke tempat yang dituju, terjadilah peristiwa yang menyebabkannya terpaksa menggunakan senjata dan menumpahkan darah. Ketika hal itu beritanya sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Beliau memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad

“Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan Khalid.”

Dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Khalid tersebut ikut serta pula Salim maula Abu Hudzaifah. Ketika melihat perbuatan Khalid, Salim menegurnya dengan keras dan menjelaskan kesalahan-kesalahan Khalid. Namun, Khalid yang merasa bahwa yang menegurnya adalah bekas seorang budak, membela dirinya dengan sengit. Tetapi, Salim tidak gentar sedikit pun. Ia yakin dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berbunyi, “Agama itu nasihat.”

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendengar perbuatan Khalid, Beliau bertanya, “Adakah yang menyanggah Khalid bin Walid?”

Beliau menjadi tenang ketika mendengar para sahabat menjawab, “Ada, Salim maula Abu Hudzaifah. Dia menegur dan menyangggahnya.” Sejak saat itu, Khalid bin Walid sangat menghormati Salim dan sering meminta nasehatnya.

Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina

Persaudaraan antara Salim dan Abu Hudzaifah semakin erat dan kukuh, terutama ketika mereka berdua ikut dalam Perang Yamamah, peperangan untuk menumpas nabi palsu Musailamah al-Kadzab dan para pengikutnya. Peperangan kali ini dipimpin pula oleh Khalid bin Walid dengan strategi peperangan yang handal.

Abu Hudzaifah berseru memberi semangat, “Hai pengikut-pengikut Al-Qur’an. Hiasilah Al-Qur’an dengan amal-amal kalian!”

Bagaikan seorang raksasa yang lapar, pedang Abu Hudzaifah berkelebatan mencabik-cabik musuh.

Di lain tempat yang tidak begitu jauh dari Abu Hudzaifah, Salim tidak ketinggalan berseru, “Amat buruk nasibku sebagai pemikul tanggung jawab Al-Qur’an apa bila benteng kaum Muslimin hancur karena kelalaianku!”

Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham

Akhirnya, kelompok orang-orang murtad mengepung dan menyerbu Salim, hingga roboh ke tanah dalam keadaan terluka parah.

Ketika peperangan usai, dengan terbunuhnya Musailamah al-Kadzab dan penyerahan diri pengikut-pengikutnya, kaum Muslimin mencari-cari korban para syuhada mereka. Mereka menemukan Salim dalam keadaan luka parah. Ia masih sempat bertanya kepada para sahabatnya.

“Bagaimana nasib Abu Hudzaifah?”

“Ia telah menemui syahidnya,” jawab para sahabat.

Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis

“Baringkan aku di sampingnya!” pinta Salim.

“Ini dia di sampingmu, Wahai Salim. Ia telah menemui syahidnya di dekatmu.”

Mendengar itu, Salim tersenyum dan menghadap Rabbnya dengan senyum kebahagiaan. Ia telah menemukan bersama saudaranya, apa yang selama ini mereka dambakan, yaitu mati syahid.

Salim dan Abu Hudzaifah adalah orang yang masuk Islam secara bersama-sama, hidup sebagai saudara dan mati syahid bersama-sama pula, satu perjalanan hidup yang indah.

Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara

Tentang sosok Salim ini, Umar bin Khaththab RA pernah berkata, “Seandainya Salim masih hidup, pastilah ia menjadi penggantiku (sebagai khalifah).”

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menempatkannya bersama orang-orang yang beruntung dan selamat dari azab-Nya. Aamiin. (P09/P02).

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat

 

 

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

Rekomendasi untuk Anda