Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Kelompok penebar kebencian dan anti-Islam pasca Charlie Hebdo Perancis, kini muncul di Amerika Serikat (AS). Kalau kasus majalah Cahrlie Hebdo, berupa penerbitan kartun yang mengejek Nabi Muhammad, mengundang amarah dunia Islam.
Kini, muncul lagi kasus serupa, dalam acara bertajuk “Pameran dan Kontes Seni Kartun Muhammad”, di Pusat Kebudayaan Curtis Culwell Center, Garland, Texas, Ahad (3/5).
The Curtis Culwell Center, merupakan sebuah arena olahraga dan pusat konferensi di Garland, Texas, AS. Dibuka pada tahun 2005 dengan kapasitas arena 6.800 kursi.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Acara kontes disponsori oleh kelompok anti-Muslim dan pro-Israel yang berbasis di New York, The American Freedom Defense Initiative (AFDI).
Sumber CNN menyebutkan, AFDI mengusung tema kebebasan dan persamaan hak semua orang di hadapan hukum.
Kelompok ini juga didedikasikan untuk melindungi cita-cita Amerika. Tapi kritikus menyebutnya sebaliknya, kelompok tersebut justru menebar kebencian dan menentang kebebasan beragama.
Presiden AFDI yang juga penggagas kontes, adalah Pamela Geller, seorang wanita aktivis politik dan komentator di Amerika, yang dikenal anti-Islam dan memperovokasi kebencian terhadap kegiatan Islam.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Siapa Pamela Geller?
Pamela Geller, lahir 14 Juni 1958, (kini 57 th), dikenal sebagai aktivis politik, komentator, mantan editor surat kabar dan pendiri AFDI (The American Freedom Defense Initiative), bersama Robert Spencer.
Pamela adalah ibu empat anak dari pasangannya Michael Oshry (1990-2007, kini bercerai). Karena itu, nama lainnya adalah Pamela Oshry.
Pamela Geller terlahir dari keluarga Yahudi, dibesarkan di Hewlett Harbor, di New York, AS.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Sejak kecil, dia membantu dalam bisnis ayahnya, dan ia belajar berbicara fasih dalam bahasa Spanyol.
Geller menempuh pendidikan di seklah menengah Lynbrook dan melanjutkan ke Hofstra University, New York, AS. Tapi ia meninggalkan bangku kuliah sebelum menyelesaikan gelar sarjananya.
Pamela Geller awalnya adalah seorang blogger yang gemar beselancar di dunia internet dan mulai memberikan komentar-komentator anti-Islam dan oposisi terhadap kegiatan Islam.
Ia termasuk paling keras memprotes pembangunan pusat komunitas Islam di dekat bekas lokasi World Trade Center WTC.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Di jejaring sosialnya ia menyebut, “Syariah Islam telah merayap di AS”, ujar editor dan penerbit atlasshrugs.com itu.
Bersama Robert Spencer, ia mendirikan organisasi anti-Muslim The American Freedom Defense Initiative (AFDI) tahun 2010. Organisasi AFDI digambarkan sebagai Islamophobia, dengan menyebut dirinya sebagai, “organisasi hak asasi manusia yang didedikasikan untuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan hak-hak individu”
Di blog pribadinya, Pamela yang juga kolumnis tetap untuk World Net Daily, Thinker Amerika, Breitbart.com dan publikasi lainnya, menyebut dirinya sebagai aktivis hak asasi manusia untuk kebebasan berbicara melawan syariah Islam.
Bagitulah, tidak aneh si penebar kebencian Islam itu mendapat anugerah penghargaan The Guardian of Freedom oleh Federasi Republik Perempuan Nassau County, New York, pada Mei 2013.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Pada tahun yang sama Februari 2013, ia juga digelari sebagai “American Patriot of the Year” oleh Klub Republik The Queens Village, sebuah klub Republik tertua di Amerika. Koalisi Creative Zionis AS pun memberinya julukan The Queen Esther Award for Jewish Heroism.
Bersama temannya Robert Spencer, Pamela Geller menulis sebuah buku, diterbitkan Juli 2010, yang isinya mengkritik kebijakan Preside AS Barack Obama tentang sistem pasar bebas, kebebasan berbicara, dan kebijakan luar negeri, berjudul The Post-American Presidency: The Obama Administration’s War on America.
Adapun temannya, Robert Bruce Spencer (lahir 27 Februari 1962, kini 53 th) adalah pengarang dan narablog AS yang dikenal karena kritiknya terhadap Islam dan penelitiannya tentang teriorisme, Islam dan jihad.
Bersama Pamela Geller, master lulusan University of Carolina, AS, jurusan Studi Agama-Agama itu mendirikan organisasi Stop Islamization of America (SIOA) dan The American Freedom Defense Initiative (AFDI).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Spencer dan Geller saat ini dilarang masuk ke Inggris Raya, karena dianggap menimbulkan keresahan dengan gerakannya yang menebar kebencian anti-Muslim.
Reaksi Dunia Islam
Sehari setelah peristiwa di Curtis Culwell Center, Garland, Texas, tokoh Muslim setempat, Imam Moujahed Bakhach, Pimpinan Asosiasi Muslim Tarrant County, Texas, mengatakan, kelompoknya tidak mendukung acara tersebut, namun mereka juga tidak bisa mentolerir atau menerima kekerasan sebagai respon.
“Jangan perhatikan acara itu, jangan bereaksi. Mereka ingin kita untuk bereaksi,” ujar Bakhach pada laman Star Telegram, Senin (4/5).
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Menanggapi aksi serangan terhadap kontes, para pemimpin Muslim di AS mengatakan, tindakan reaksi ekstremis tersebut tidak mewakili pola pikir ratusan ribu Muslim Texas Utara.
Menurut Imam Moujahed M. Bakhach, komunitas Muslim di Texas Utara, telah berkembang di empat masjid besar pada awal 1980-an, dan menjadi sekitar 65 masjid saat ini.
“Komunitas Muslim di Texas sangat menghormati orang lain,” kata Bakhach.
Sementara itu, Saima Sheikh, anggota Ahmadiyah Muslim Community USA di Dallas mengatakan, ia mengecam aksi kekerasan atas nama Islam atau agama apapun.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
“Cinta untuk semua, kebencian tidak untuk siapapun. Kami sangat percaya akan hal itu,” ujar Sheikh.
Tokoh Islam setempat lainnya Qasim Rashid, mendesak dialog masyarakat. “Mari kita menemukan cara untuk bekerja sama,” katanya.
Ejekan berupa kartun Nabi Muhammad rupanya memang sengaja untuk memperovokasi Muslim untuk bereaksi lebih keras lagi. Sebelumnya, harian Denmark Jyllands-Posten menerbitkan 12 kartun satir Nabi pada tahun 2005.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Awal tahun 2015 dunia Islam dihebohkan lagi dengan majalah mingguan satir Perancis Charlie Hebdo. Kini muncul lagi dalam bentuk kontes kartun Nabi di Texas, AS.
Apakah ini memang pemunculan Charlie Hebdo Jilid II yang memang disengaja menjebak dan memprovokasi Islam untuk bertindak ektrem?
Tema yang diusung sudah sangat jelas, mengina Nabi Muhammad, Nabi mulia ayangs angat dicintai umatnya. Mengapa tidak menghujat Zionis Israel misalnya? Atau mengecam Netanyahu yang telah membantai Muslim warga Palestina melalui pasukannya? Dengan agenda seting yang sangat jelas, yaitu untuk menghujat Islam itu sendiri, agar Islam diidentikan dengan teror dan ekstrem.
Kekhawatiran disampaikan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Muhyiddin Junaidi, bahwa ia khawatir dengan gerakan anti-Muslim berikutnya.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Kehawatirannya itu didasarkan setelah terjadinya sejumlah tindakan deskriminasi terhadap Islam di sejumlah negara.
KH Muhyiddin Junaidi menyebutkan, di Perancis sendiri terdapat gelombang protes terhadap penembakan kru media Charlie Hebdo. Padahal media itu jelas-jelas sudah beberapa kali menghina Islam terutama Nabi Muhammad, dan aksi serangan terhadap redaktur media tersebut juga bukan ajaran dari Islam.
“Aksi serangan mematikan itu bertentangan dengan nilai Islam dan kemanusiaan,” ujarnya.
Menurutnya, memang setiap aksi pasti akan ada reaksi. Media tersebut kerap menyudutkan ajaran agama Islam, meski mengatasnamakan kebebasan berekspresi, padahal tentang nabi Muhammad di dalam Islam ituadalah hal yang sakral kedudukannya, jelasnya.
“Mengecam isi majalah boleh dilakukan, tetapi tindakan kekerasan tidak sesuai dengan semangat Islam sebagai rahmat alam semesta,” ujar Muhyiddin.
Tentu saja, setiap pelaku kekerasan harus dihukum dengan seadil-adilnya, dan yang jelas pelaku itu tidak ada kaitan sama sekali dengan Islam, yang mengajarkan kasih sayang, toleransi, saling menghormati dan membangun peradaban.
Akan tetapi memang, begitulah makar-makar musuh-musuh Allah terhadap Islam. Namun, yang pasti Allah-lah yang hakikatnya membalas makar-makar itu, dan kita sebagai umat Muslim memang harus marah karena Allah, jika nabi kita tercinta dinistakan. Namun tetap dengan mengedepankan nilai-nilai rahmatan lil alamin.
Sehingga mereka dapat sadar, tidak mengulangi perbuatannya, mendapatkan hukuman setimpal, dan yang terbaik adalah judstru menyadsarai dan menemukan Islam sebagai agamanya.
Fakta justru membuktikan, semakin Islam dihinakan, justru semakin banyak orang penasaran, mempelajari, dan ber-Islam serta berbalik mencintai dan membelanya. Semakin cahaya Allah berusaha mereka padamkan, justru semakin bersinar cahaya itu.
Allah dengan bijak menegaskan, “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, namun Allah justru menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir benci.” (Q.S. Ash-Shaff [61] : 8).
Mereka musuh-musuh Allah punya makar atau tipu daya, namun mereka tidak akan sanggup melawan makar Allah.
Firman-Nya juga, “Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu, dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS Al-Anfal [8]: 30).
Mereka musush-musuh Islam telah sungguh-sungguh memusuhi Islam, dan kita sebagai umat Islam pun harusnya lebih sungguh-sungguh lagi menghadapinya, melalui pengkaderan generasi, peneguhan aqidah, pembentukan komunitas kesatuan Muslimin dan perlawanan media. (P4/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)