KPAI Dukung Mendikbud Hapus UN, Sejalan dengan Sistem Zonasi PPDB

Jakarta, MINA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia () mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) yang menetapkan Empat Program Pokok Kebijakan Pendidikan ‘Merdeka Belajar’.

“Dua di antaranya sangat didukung oleh KPAI, yaitu Penghapusan (UN) pada 2021, kami mengapresi bahwa pendidikan kita akhirnya menghargai nalar, dan mempertahankan sistem zonasi PPDB pada 2020,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulisnya yang diterima MINA, di Jakarta, Kamis (12/12).

KPAI menilai, kebijakan penghapusan UN sejalan dengan sistem zonasi dalam PPDB, yaitu hanya mempertimbangan jarak rumah ke sekolah, bukan nilai UN-nya seperti praktik sebelum kebijakan zonasi PPDB ditetapkan pemerintah.

Namun KPAI juga menyayangkan penurunan persentasi zonasi jarak murni yang semula sudah mencapai 80 persen setelah pelaksanaan tiga tahun zonasi, tetapi di era Menteri Nadiem mengalami kemunduran, karena diturunkan drastis menjadi 50 persen.

Menurutnya, data Kemdikbud selama lima tahun terakhir menunjukkan, anak-anak dari keluarga miskin justru mengeluarkan biaya pendidikan yang lebih besar dibandingkan anak-anak dari keluarga kaya. Hal itu karena seleksi PPDB menggunakan hasil UN.

“Anak-anak kaya mampu bayar bimbel, sehingga nilai UN nya bisa tinggi jadi bisa memilih sekolah negeri manapun karena tinggi nya nilai UN. Sementara jumlah sekolah negeri minim,” katanya.

Sehingga hal itu menurut KPAI mengakibatkan sekolah negeri didominasi anak-anak dari keluarga kaya. Sementara anak-anak dari keluarga miskin justru harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk pendidikan di sekolah swasta.

Retno menilai, sistem zonasi dalam PPDB mendorong terciptanya pendidikan berkeadilan bagi anak-anak Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Kontstisui Republik Indonesia.

“Pendidikan yang berkeadilan adalah berkaitan dengan akses pendidikan, karena sejatinya pendidikan nasional itu harus berkeadilan dan berkualitas. Hanya menzonasi siswa tanpa menzonasi guru dan zonasi pendidikan tidak akan mendongkrak kualitas pendidikan,” jelasnya.

Lebih lanjut Retno mengatakan, zonasi pendidikan tidak hanya digunakan untuk mendekatkan anak dengan sekolah, sistem zonasi ini juga dapat digunakan untuk menambah guru dan mutasi guru, serta menentukan pembangunan sarana dan prasarana sekolah yang membutuhkan.

Oleh sebab itu, KPAI mengusulkan kepada Mendikbud Nadiem, agar pendekatan zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan. Mulai dari kurikulum, sebaran guru dan peserta didik, sampai kualitas sarana prasarana akan ditangani berbasis zonasi.

“Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas sehingga diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat,” katanya. (R/Ais/R06)

Mi’raj News Agency (MINA)