Kristalisasi Menuju Khoirul Ummah (Oleh: KH. Abul Hidayat Saerodjie)*

Oleh: KH. Abul Hidayat Saerodjie; Pembina Utama Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al-Fatah Indonesia, Pembina Lembaga Bimbingan Ibadah dan Penyuluhan (LBIPI) 

Keadaan umat Islam saat ini begitu memprihatinkan, di hadapan musuh-musuh mereka, umat ini mengalami kekalahan, ketertinggalan dan penindasan. Negeri-negeri kaum muslimin dirampas begitu saja oleh musuh-musuh mereka. Dalam tubuh umat Islam sendiri, mereka saling berselisih dan berpecah belah bahkan tidak jarang saling membunuh.

Di beberapa negera Islam, saudara-saudara kita sedang dalam keadaaan dizolimi, tertekan dan tertidas, seperti di Palestina, Suriah, Cina, Rohingya, Pattani, dan beberapa negeri lainnya. Bahkan secara umum, umat Islam sedang berada dalam kondisi terpuruk. Mereka termarjinalkan dalam berbagai aspek kehidupan; ekonomi, politik, sosial, pendidikan, budaya dan lain-lain.

Doa yang sering dilantunkan pada khutbah Jumat atau dalam lantunan doa-doa qunut, “Allaahumma a’izzal Islam wal Muslimin!” (Ya Allah, jayakanlah Islam dan umat Islam), seakan belum dikabul. Sampai-sampai seorang Liebermen, Menlu Israel mengatakan, “Mana Allah Tuhan kalian, mengapa diam saja kami hancurkan Gaza?”

Seorang Zaki Nagueb Mahmud, filosof Mesir kenamaan menegaskan, tragedi yang menimpa umat Islam disebabkan pudarnya “cita rasa Islam” (Islamic Sense). Cita rasa itu perlahan sirna dari keislaman kita. Ritual-ritual terus dilakukan, namun nilai-nilai Islam dan manhaj (way of life) tanpa disadari hilang tidak di terapkan. Akhirnya khairul umat menjadi jargon negeri-negeri yang tidak mengenal Islam, sedangkan negeri-negeri muslim terbelakang, bahkan kebutuhan umat Islam disuplai pihak luar non Islam.

Negeri-negeri non muslim mengambil nilai-nilai Islam untuk membangun peradaban. Mereka walau tidak mengatasnamakan Islam, namun kebaikan-kebaikan universal ditegakkan dan hal-hal yang mengarah kepada keburukan dicegah, dapat mengantarkan mereka menjadi kiblat kebaikan bagi negara-negara lainnya. Keamanan, ketertiban, kebersihan dan kesejahteraan dikawal oleh para petugas dan penegak hukum yang amanah, sementara hal-hal yang mengarah kepada kerusakan, kesemrautan dan kekacauan benar-benar dilarang dan diancam sanksi berat.

Para petugas dan penegak hukum tidak mau disuap atau disogok. Sikap mereka sekaligus sebagai pencegahan terhadap kerusakan, kesemrautan dan kekacauan tersebut, dimana Islam menyebut nahi mungkar. Sehingga para pelaku kejahatan tidak bermian-main dengan hukum yang telah disepakati.

Akibatnya nilai-nilai Islam tertanam di negara-negara mereka, sehingga banyak yang mengakui bahwa kehidupan di tempat tersebut menjadi aman, tertib dan sejahtera bahkan ada yang mengatakan mereka adalah sebaik-baik bangsa.

Tidak salah apa yang dikatakan Hasan Al-Basri, “Aku melihat Islam di negeri kafir tapi tidak melihat Islam di negeri muslim”. Ini karena beliau melihat, nilai-nilai aplikasi dari Islam sendiri belum sepenuhnya di terapkan dalam kehidupan umat Islam secara umum, baru sebatas fenomena juz’iyah, Islam hanyalah sebatas ibadah ritual belaka.

Maka doa-doa, jargon, bahkan teriakan takbir kita tak mengentarkan musuh-musuh Islam, karena kita tidak memiliki sebab-sebab yang mampu menopang kita menjadi pemenang. Kita alergi dengan apapun yang datang dari Barat. Tapi kita tak mampu menampilkan diri sebagai yang terbaik.

Menjadi Khoirul Ummah

Allah Ta’ala telah menyatakan bahwa umat Islam merupakan umat yang terbaik, khoirul ummah, umat di atas umat-umat lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyeru (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekirnya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali Imran 110)

Ayat ini mengandung suatu dorongan kepada kaum muslimin supaya tetap memelihara sifat-sifat utama yang disebutkan sebagai ciri khoirul ummah. Kalian, wahai umat Muhammad, adalah umat paling baik yang di ciptakan Allah di muka bumi untuk manfaat orang banyak. Yaitu, selama kalian tetap berpegang pada prinsip amal ma’ruf nahi munkar dan beriman dengan sesungguhnya kepada Allah.

Umat yang paling baik di dunia adalah umat yang mempunyai dua macam sifat menurut ayat di atas, yaitu mengajak kebaikan serta mencegah kemungkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah Subahanhu Wa Ta’ala. Semua sifat itu telah dimiliki oleh kaum muslimin di masa nabi dan telah mendarah daging dalam diri mereka karena itu mereka menjadi kuat dan jaya.

Dalam waktu yang singkat mereka telah dapat menjadikan seluruh tanah Arab di bawah naungan Islam, hidup aman dan tenteram di bawah panji-panji keadilah, padahal mereka sebelumnya adalah umat yang berpecah belah selalu berada dalam suasana kacau dan saling berperang antara sesama mereka. Ini adalah berkat keteguhan iman. Dan kepatuhan mereka menjalankan ajaran agama serta berkat ketabahan dan keuletan mereka menegakkan amar makruf dan mencegah kemungkaran. Iman yang mendalam di hati mereka selalu mendorong untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (QS. Al-Hujurat: 15).

Dalam ayat 110 Ali Imran tersebut amar ma’ruf nahi munkar penyebutannya didahulukan dibanding iman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padaha iman itu selalu berada di depan dari berbagai jenis ketaatan. Hal ini lantaran amar ma’ruf nahi mungkar merupakan pintu keimanan dan yang memeliharanya.

Hal ini juga menunjukkan bahwa kedudukan umat terbaik atau bangsa terbaik dapat diraih apabila kebaikan-kebaikan universal senantiasa dianjurkan dan hal-hal yang mengarah kepada kerusakan dicegah, dengan kata lain mereka akan menjadi kiblat peradaban apabila hukum-hukum syariat itu di tegakkan meskipun mereka tidak beriman. Namun apabila mereka juga beriman, maka hal ini menjadi keutamaan juga bagi kehidupan di akhirat.

Maka setiap umat yang memiliki kedua sifat ini pasti umat itu jaya dan mulia, sebaliknya apabila kedua hal tersebut diabaikan dan tidak dipedulikan lagi, maka tidak dapat disalahkan bila umat itu jatuh ke lembah kelemahan.

Sebab meninggalkan amalan yang agung ini akan menimbulkan berbagai kerusakan yang dapat menghilangkan ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan. Ketika amar ma’ruf nahi munkar ini di tinggalkan maka para pelaku maksiat dan dosa akan semakin berani untuk terus melakukan perbuatan nistanya, sehingga sedikit demi sedikit akan sirnalah cahaya kebenaran dari tengah-tengah umat manusia. Sebagai gantinya, maksiat akan merajalela, keburukan dan kekejian akan terus bertambah dan pada akhirnya tidak mungkin lagi untuk di hilangkan.

Demikian pula Jama’ah ini, jika para ikhwan tidak melaksanakan perintah Allah di atas, yaitu berbuat amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran dengan berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala maka tungguhlah kehancuran itu.

Lebih lanjut, jika nilai-nilai Islam yang universal ini tidak mampu Jama’ah terapkan dan aplikasikan dalam ke hidupan sehari-hari, niscaya kita akan selalu dalam keadaan terbelakang. Selama ketaatan masih suka kita langgar, ketepatan waktu masih kita lalai, kebersihan masih jauh dari masjid dan rumah kita, ketertiban dan kerapihan masih menjadi barang mahal, maka Jama’ah khususnya, umat Islam umumnya akan terus di belakang umat-umat yang lain bahkan ang notabene tidak beragama Islam tetapi ajaran-ajaran Islam oleh mereka diterapkan.

An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berkata: “Perumpamaan orang yang menjaga larangan-larangan Allah dan orang yang terjatuh di dalamnya adalah seperti suatu kaum yang sedang mengundi untuk mendapat tempat mereka masing-masing di dalam kapal. Sebagai mendapatkan tempat di bagian atas kapal dan sebagian lainnya mendapat di bagian di bawah. Orang-orang yang berada di bawah jika ingin mendapatkan air minum mereka melewati orang-orang yang ada di atas. Mereka (yang ada di bawah) berkata: “Andaikata kita melubangi perahu ini untuk mendapatkan air minum, maka kita tidak akan mengganggu mereka yang ada di atas”. Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan perbuatan dan keinginan orang-orang yang ada di bawah (yaitu melubangi kapal), maka mereka semua akan tenggelam.” (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)

Imama Al-Qurtubi rahimahullah berkata, “Dalam hadis ini terdapat pelajaran yang bisa di petik (diantaranya), datangnya adzab tersebut dikarenakan dosa yang dilakukan oleh kebanyakan orang, dan juga disebabkan oleh tidak adanya amar ma’ruf nhi mungkar (di tengah mereka).

Demikian pula dengan Jama’ah jika membiarkan umatnya membolongi kapal ini, dengan ketidak ta’atan, meninggalkan ketertiban, tidak disiplin dan konsisten dengan pola perjuangan Jama’ah, niscaya kapal besar ini akan karam, bahkan jika Jama’ah ini tidak di dakwahkan kepada umat Islam yang lain, Jama’ah lambat laun akan hilang, tenggelam ditelan masa.

Untuk itu, hendaknya amar ma’ruf nahi mungkar menjadi pakaian para ikhwan di Jama’ah dalam membangun keutuhan Islam. Jika para ikhwan sudah beramar ma’ruf dan bernahi mungkar dengan benar serta nilai-nilai Islam memancar dalam tingkah laku dan perbuatan para ikhwan karena menjadi konsep hidup, maka isyaallah umat Islam akan menjadi .

Penyebab Lain Muslimin Terpuruk

Perpecahan Umat dan Tumbangnya Kekhilafahan

Hal lain yang dapat menyebabkan muslimin lemah dan terpuruk adalah perpecahan dan perselisihan yang senantiasa terjadi di tubuh umat Islam.

Inilah upaya Barat untuk dapat mengalahkan dan menguasai dunia Islam, mereka menggunakan tiga konsep strategis yang di rumuskan oleh seorang Pendeta DR. Samuel Zwemer seorang Theolog bangsa Inggris dan tokoh Oreintalis pada akhir abad 19.tiga konsep itu ialah;

  • Jauhkan Umat Islam dari agamanya.
  • Tumbangkan ke Khilafahan Dunia Islam.

Konsep strategis ini dilanjutkan oleh Mustafa Kemal Attatruk seorang Agen Inggris Yahudi yang disusupkan ke Turki untuk menghancurkan Khilafah Turki Usmany. Dengan mendirikan Gerakan Politik Nasionalis sekuler Al Ittihad wa Al Taraki dengan tiga target utamanya yaitu;

  • Berdaya upaya agar umat Islam tidak bersatu.
  • Tumbangkan ke Khalifahan Turki Usmany
  • Menjadikan Turki sebagai Negara sekuler

Upaya mereka berhasil tepatnya 3 Maret 1924 M ke Khilafahan Turki resmi dibubarkan. Inilah Musibah terbesar bagi dunia Islam yang dilupakan oleh sebagian besar Umat Islam. Setelah tumbangnya ke Khilafahan itu maka Kekuatan Umat Islam tercabik-cabik, Negeri-negeri Islam diperebutkan menjadi daerah Kolonial (jajahan Imperialis Barat), dirampok kekayaannya, dihancurkan budaya dan Agamanya.

Sampai hari ini umat Islam masih sering berselisih, berbantah-bantahan, saling curiga, saling mengintip kekurangan dan lain sebagainya, sehingga hilanglah wibawa dan kekuatan mereka.

Padahal Allah Subahanhu Wa Ta’ala telah mengingatkan dengan firmannya, “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Islam mentolerir ikhtilaf (perbedaan pendapat) dalam perkara furu’ (cabang) yang bukan masalah ushuluddin (pokok-pokok agama), tapi tidak mentolerir perpecahan hati dan pertengkaran yang disebabkan masalah furu” atau ikhtilaf itu. Karenannya, jangan sampai ikhtilaf menyebabkan tafarruq yang tidak akan menambah kepada umat ini, kecuali kelemahan.

Umat Islam harus bersatu-padu agar kembali menjadi kuat dan berwibawa,

Firman Allah :

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali-Imran: 103)

 وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ وَأُولٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (Ali ‘Imran 3:105)

Berfirqoh-firqoh jelas amaliyah tercela, dilarang dan bahkan di ancam dengan siksa yang berat. Bahkan di dalam ayat lain di sebutkan sebagai ciri orang-orang musyrik. Firman Allah :

مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿الروم:٣١

مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ﴿الروم:٣٢

“Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. (Yaitu) orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar Ruum: 31-32)

Tegas dan jelas bahwa berfirqoh-firqoh, bergolong-golongan, berpartai-partai adalah larangan Allah , jika ada larangan dan ada sangsi maka itu jatuhnya menjadi “Haram”.

Mengapa berfirqoh-firqoh, berpecah belah menjadi hal yang di larang agama, bahkan dikatagorikan sebagai prilaku orang-orang musyrik? Jawabannya karena berfirqoh-firqoh itu akan menjadikan malapetaka, perhatikan firman Allah :

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“Adalah orang-orang kafir yang sebagian mereka menjadi pelindung dari sebagian mereka yang lain. Jika kamu (hai muslimin) tidak melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah itu (kompak dan bersatu) niscaya akan terjadi fitnah dimuka bumi dab kerusakan besar.” (Q.S Al-Anfal: 73)

Adapun hadis Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam menjelaskan, yang diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman, di takhrijkan oleh Bukhari dalam kitab shahihnya Kitabul Fitan: IX/65, Muslim di dalam Shahih Muslim Kitabul Imarah II/134-135. Dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah: II/475, lafadz Bukhari. Menyebutkan bahwa, “akan ada kebaikan sesudah keburukan, tetapi di dalamnya ada DAKHON yaitu orang yang mengambil petunjuk tapi bukan dengan petunjuk Rasulullah dan orang-orang yang berprilaku bukan dengan sunnah Rasul, bahkan sesudah itu ada keburukan-keburukan, penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang memenuhi panggilan itu mereka akan bertekuk lutut di dalam jahannam. “Mereka itu (penyeru-penyeru) dari kulit-kulit kita dan berbicara dengan lidah-lidah kita.” Ketika Hudzaifah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, “Apa yang tuan perintahkan kepadaku, jika aku menjumpai keadaan seperti itu.”

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan tegas menjawab: “TAL ZAMU JAMAATAL MUSLIMIN WA IMAAMAHUM.” “Tetaplah kamu dalam Jama’ah Muslimin dan Imaam bagi mereka.”

Hadits lain diriwayatkan oleh Imaam Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad: IV/273. Al Baihaqi, Misykaatul Mashobih hal: 461. Lafadz Ahmad- menyebutkan bahwa, periodisasi kepemimpinan umat adalah: Pase Kenabian kemudian Khilafah Ala minhajin Nubuwwah, Mulkan Adhan, Mulkan Jabariyah. Kemudian muslimin akan kembali pada pase Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah, pola kepemimpinan (Khilafah) yang mengikuti jejak kenabian.

Dari penjelasan beberapa ayat dan hadis tersebut di atas, menunjukan bahwa berjamaah, bersatu dan melaksanakan syariat agama adalah kewajiban agama. Bukan saja keperluan muslimin tetapi benar-benar syariat yang diwajibkan. Lebih-lebih ketika perintah itu disertai dengan adanya sangsi yang menunjukan wajibnya bersatu, berjamaah dan haramnya berfirqoh-firqoh, bercerai berai. Berselisih dan saling bermusuhan (“Akankah Kita Menjadi Buih,” hal 53)

Inilah Manhaj Nubuwwah. Para nabi selain diutus untuk menyampaikan wahyu illahi berupa syariat, mereka juga menjadi pemimpin bagi umatnya. Para nabi membangun umatan wahidah, umat yang kompak bersatu, berjama’ah. Umat dipersatukan bukan karena suku, bukan karena kepentingan ekonomi maupun politik, tetapi umat dipersatukan karena AQIDAH “Laa Illaha Illallah” diikat dengan ikatan UKHUWAH ISLAMIYAH.

Jika ini semua terwujud, muslimin bersatu berjama’ah di bawah pimpinan seorang imaam/khalifah, amar ma’ruf nahi mungkar menjadi pakaian kesehariannya, niscaya muslimin akan kembali memimpin, khairul ummah akan benar-benar tersematkan pada diri umat Islam.

Wallahua’lam.

Cileungsi, 9 Sya’ban 1440/15 April 2019

  (AK/R01/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

*Tulisan ini disampaikan oleh KH. Abul Hidayat Saerodjie dalam Tabligh Akbar Festival Sya’ban 1440H di Masjid An-Nubuwwah, Pondok Pesantren Al-Fatah, Muhajirun, Natar, Lampung Selatan, Ahad, 22 Sya’ban, 1440H/28 April 2019M.

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.