Kyai Ma’ruf Amin Tegaskan Sertifikasi Halal Bagian dari Perlindungan Umat Islam

Ketua Umum , Ma’ruf Amin. (Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH. Ma’ruf Amin menegaskan, merupakan upaya untuk melindungi umat Islam (himayatul ummah) dari mengonsumsi dan memakai produk yang tidak halal.

Ia menjelaskan, ajaran agama Islam mengatur sedemikian rupa tentang makanan dan minuman yang dapat dikategorikan sebagai halal, haram, atau syubhat.

Selain hanya sebagai perlindungan umat, Sertifikasi Halal sebagai program Jaminan Produk Halal juga telah menjadi ajang bisnis dunia.

“Semula kita ingin mengembangkan menjadi halal is my life, halal adalah kehidupan kita. Tapi sekarang halal juga menjadi kehidupan global, karena memiliki nilai bisnis yang luar biasa, bahkan nonMulsim pun berlomba-lomba mensertifikasi halal produknya,” kata Kyai Ma’ruf saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional Sertifikasi Halal di Jakarta, Senin (16/4).

Seminar Nasional Sertifikasi Halal yang digelar Indonesia Halal Watch (IHW) bertema “Mandatory Sertifikasi Halal oleh , LPPOM-MUI, atau BPJPH & LPPOM-MUI” itu dihadiri dunia usaha, akademisi, mahasiswa pegiat dan komunitas Halal serta masyarakat.

Seminar Nasional tersebut juga dihadiri sebagai pembicara yakni Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lukmanul Hakim, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (Deputi III) Badan POM, Suratmono, Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah, dan Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Arif Safari.

Kyai Ma’ruf mengatakan, bahan-bahan yang diharamkan dalam pelajaran agama Islam adalah bangkai, darah, babi dan hewan-hewan yang disembelih dengan nama selain Allah (Al-Quran). Lebih detailnya juga adalah barang yang merugikan bagi tubuh dan kesehatan, itu termasuk dalam kategori yang tidak dihalalkan.

Dia menyatakan, sistem Sertifikasi Halal yang telah diletakkan oleh MUI telah diadopsi oleh banyak pihak di dunia.

“Sekitar 50 lembaga sertifikasi dunia menggunakan sistem standar halal yang diterapkan MUI. Bahkan lebih dari 50 lembaga sertifikasi halal di dunia meminta dan memperoleh pengakuan dari MUI,” ujarnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah mengatakan, memasuki empat tahun Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) diundangkan, namun sampai saat ini belum dirasakan kehadirannya bagi masyarakat, serta belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dunia usaha dan percepatan industri halal di Tanah Air.

Untuk itu, Ikhsan menegaskan, IHW akan terus mengawal pelaksanaan UU JPH. “Jika ada dari pihak industri atau usaha kesulitan untuk mendapatkan sertifikasi halal maka IHW siap menerima laporan dan mendorong agar bisa mendapatkan sertifikasi halal tersebut,” kata Ikhsan.

Peraturan Pemerintah (PP) Jaminan Produk Halal sebagai peraturan pelaksana undang-undang yang tidak kunjung terbit berkontribusi menjadikan tidak berfungsinya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

“Sampai saat ini, belum lahir satu pun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI karena syarat terbentuknya LPH harus terlebih dahulu memiliki auditor halal yang telah disertifikasi oleh MUI,” imbuhnya. (L/R01/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.