Mahasiswa Pro-Palestina di Inggris ‘Dilarang’ Akses Kampus Selama Kunjungan Ratu

London, MINA – Memulai , di salah satu universitas paling bergengsi di London mengklaim, mereka dilarang masuk ke kampus selama kunjungan Ratu Elizabeth.

Setidaknya sepuluh mahasiswa King’s College London (KCL) tetap bersuara dengan mengatakan, mereka dihalangi untuk mengikuti kuliah, ujian, dan pekerjaan pada 19 Maret karena aktivitas politik mereka.

Mahasiswa yang terkena dampak larangan mengakses kampus didominasi oleh wanita nonkulit putih dan penyelenggara kampanye inti, termasuk dari di universitas.

Sang Ratu keluar bersama Duchess of Cambridge pada Selasa lalu untuk membuka Bush House, sebuah bangunan yang dipugar, sebelumnya berfungsi sebagai kantor pusat BBC World Service. Demikian MEMO melaporkan yang dikutip MINA Senin (25/3).

Presiden Action Palestine Society, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan, dia mencoba men-tapping kartu pelajarnya untuk masuk kampus tiga kali, tetapi kartunya gagal berfungsi.

“Jadi saya pergi ke resepsionis dan berkata, ‘Apakah saya sudah diprofilkan?’ Dan dia berkata, ‘ya’.”

Ketika bertanya kepada Kepala Keamanan, dia diberi tahu, informasi tentang para mahasiswa diberikan kepada Polisi Metropolitan dan polisi meminta universitas menolak akses mereka.

“Pembenaran samar-samar yang diberikan oleh keamanan membuat Kepolisian Metropolitan menyarankan Universitas untuk melarang semua mahasiswa yang dapat dianggap sebagai ancaman keamanan,” kata pernyataan bersama dari KCL Justice for Cleaners, kampanye hak pekerja untuk staf kebersihan, dan Action Palestine Society.

Ketika dimintai konfirmasi soal informasi ini, Polisi Metropolitan mengatakan kepada MEMO bahwa mereka “tidak membahas masalah keamanan.”

Mahasiswa sekarang mengklaim kegiatan mereka secara konsisten dilacak oleh otoritas universitas dalam upaya memasukkan mereka ke daftar hitam.

“Security mengatakan kepada kami, mereka telah memantau mahasiswa yang menghadiri protes di kampus. Mereka benar-benar mengambil foto kami dari CCTV dan mengidentifikasi kami melalui ID mahasiswa kami dan kemudian memutuskan siapa yang akan diizinkan mengakses dan siapa yang tidak diizinkan mengakses,” kata Presiden Action Palestine Society.

Staf universitas KCL tidak merespon permintaan komentar pada saat berita ini dilansir MEMO, tetapi lembaga itu mengatakan dalam sebuah pernyataan, beberapa fasilitas tidak dapat diakses karena peningkatan keamanan kunjungan Kerajaan.

“Kami memiliki acara hari ini yang menuntut tingkat keamanan tertinggi dan kami harus meminimalkan pergerakan orang melalui bangunan untuk alasan keamanan,” kata King’s College London di Twitter. “Kadang-kadang beberapa bangunan kami tidak dapat diakses.”

Para mahasiswa yang terkena dampak mengirimkan keluhan resmi ke universitas dan sedang menunggu KCL untuk memberi mereka tanggapan langsung sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.

Serikat Mahasiswa KCL mengatakan bahwa mereka telah menghubungi universitas, menuntut penjelasan.

“Yang memprihatinkan adalah jika mahasiswa ditempatkan di bawah pengawasan oleh universitas mereka – ini adalah tempat belajar, bukan negara polisi, dan pengawasan memiliki efek mengerikan pada kebebasan berekspresi mahasiswa. Ini sangat memprihatinkan bagi kami jika mahasiswa kulit berwarna secara tidak proporsional sedang diawasi dan diprofilkan sebagai ancaman keamanan,” kata perwakilan mahasiswa.

Mahaiswa berdemonstrasi di kampus Strand pada 20 Maret sebagai tanggapan terhadap keamanan yang meningkat dan dugaan pengawasan. Para mahasiswa membentangkan spanduk dan mengibarkan bendera Palestina. Demonstrasi bertepatan dengan “Apartheid Off Campus“, hari aksi nasional bagi mahasiswa untuk menyerukan universitas mereka untuk tidak berhubungan dengan perusahaan yang terkait dengan Israel.

“Saya pikir itu sangat tidak pantas dan menjijikkan mengetahui KCL memprofilkan begitu banyak wanita Muslim nonkulit putih hanya beberapa hari setelah penembakan Christchurch,” kata Presiden Action Palestine Society selama protes.

Namun, dia menekankan bahwa tindakan keras yang dilakukan kampus hanya akan membuat aktivis mahasiswa kian bersuara lantang.

“Kami tidak akan membiarkan universitas kami membungkam kami karena memperjuangkan keadilan sosial,” tegas presiden Action Palestine Society. “Sangat menjijikkan universitas ini menghasilkan uang dari warisan Desmond Tutu sebagai aktivis antiapartheid dan pada saat yang sama memprofilkan dan membungkam mahasiswa yang melakukan hal yang sama hari ini.” (AT/R11/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Syauqi S

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.