Makna Kemenangan Trump Bagi Umat Muslim

Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA

Kemenangan Donald dalam pemilu Amerika Serikat atas lawannya Hillary Clinton, membuat banyak kalangan – terutama kaum – kaget dan kuatir, karena juragan real-estate ini dikenal sangat anti Islam. Dalam pernyatannya sebelum mencalonkan diri dan selama  kampanye, dia dengan sangat jelas menyatakan akan melarang Muslim masuk ke negeri itu.

Umat Muslim di seluruh dunia tersentak ketika mengetahui hasil pemilihan umum di AS pada Selasa, 8 November 2016. Dalam hasil hitung cepat, kandidat dari Partai Republik, Donald Trump dinyatakan sebagai pemenang dan berhasil meraih 276 electoral vote. Sementara untuk memenangkan pemilu AS, hanya dibutuhkan 270 electoral vote.

Sebagian besar warga Indonesia – negara dengan penduduk Muslim paling besar di dunia -terlihat kuatir mengenai hubungan kedua negara selama empat tahun ke depan. Mereka juga khawatir terhadap cara pemerintahan Trump memandang dunia Islam.

Salah seorang aktivis Muslim asal Indonesia, Diete,  ketika melihat Trump benar-benar terpilih jadi orang nomor satu di AS mengaku, “saya sangat takut. Apakah akan ada lebih banyak perang nanti? Apakah Pemerintah AS akan menyerang negara-negara Muslim lagi? “Saya sangat khawatir hubungan antara AS dan negara-negara Muslim akan kembali tegang.”

Namun, di sisi lain, para pengamat berharap pria berusia 70 tahun itu hanya menggunakan pernyataan retoris populisnya untuk meraih simpati publik saat kampanye dan tidak benar-benar merealisasikannya.

Umat Muslim di seluruh Asia juga berupaya menerima fakta bahwa sosok yang semula dikritik luas oleh publik itu ternyata terpilih menjadi . Padahal, selama berkampanye, Trump tidak segan mengeluarkan pernyataan anti Islam.

Sebagai contoh pada Desember tahun 2015, Trump membuat pernyataan yang membuat 1,5 miliar umat Muslim geram, yakni dengan menyerukan sebuah larangan kepada umat Islam untuk masuk ke Negeri Paman Sam usai terjadi peristiwa penembakan massal di California.

“Kami berharap pernyataan Trump terhadap umat Muslim hanya untuk kepentingan kampanye saja dan dia akan menyadari bahwa populasi umat Muslim di AS tergolong besar,” kata seorang pejabat senior di Pakistan, Tahir Ashrafi.

“Warga Amerika akan kembali menghancurkan dunia,” kata seorang umat Muslim asal Bangladesh, Syed Tashfin Chowdhury yang memiliki beberapa teman dekat di AS.

Gelombang rasa tak percaya itu terlihat jelas di media sosial. Banyak pengguna Facebook bahkan melontarkan respons takut ketika tahu Trump yang menjadi Presiden ke-45 AS. Seorang pejabat berwenang Pakistan, menyebut berita itu benar-benar mengerikan bagi umat Muslim. Sementara, umat Muslim lainnya turut menyayangkan hasil pemilu AS.

“Saya kecewa mengetahui Donald Trump menang, karena Hillary Clinton adalah seorang perempuan yang baik. Dia baik untuk Pakistan dan umat Muslim di seluruh dunia,” kata Ishaq Khan sambil menambahkan, kedua kandidat itu sangat kontras karena di saat Clinton berbicara mengenai perdamaian dunia, Trump justru mengangkat isu berperang melawan Muslim.

Seorang profesor di SOAS, University of London, Gilbert Achcar menilai kemenangan Trump adalah awal dari ketidakpastian. Sebagian besar kebijakan yang sempat diutarakannya bertolak belakang dengan kebijakan ala Demokrat, Presiden Barack Obama dan Hillary Clinton.

Suriah menurut Achcar adalah negara pertama yang akan menderita akibat kemenangan Trump. Jika lurus pada janjinya, Trump akan menutup pintu bagi para imigran. Untuk menghambat pengungsi, Trump mungkin akan membuat zona aman di perbatasan. Ia menegaskan akan membuat negara-negara Teluk membayar apa yang sudah mereka perbuat dalam kekacauan Timur Tengah.

Trump juga akan membuat Meksiko membayar dinding di perbatasan. Agar imigran dari sana tidak lolos ke negara-negara bagian AS. Trump juga akan membuat hubungan persahabatan dengan Rusia yang saat ini memainkan peran penting di Timteng. Rusia mendukung pemerintahan yang selama ini ditentang Obama. Entah bagaimana Trump akan menangani hal ini.

Washington mungkin akan mendukung Moskow di koalisi pemerintah Suriah. Achcar mengatakan ini bisa jadi jalan kolaborasi AS dengan rezim pimpinan Bashar al-Assad.

Jika Trump mulai terbuka pada Putin, tidak menutup kemungkinan ia juga ingin meningkatkan hubungan dengan para sekutu Rusia. Seperti dengan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Orang kuat lain yang mungkin akan berhubungan baik dengan Trump adalah Benjamin Netanyahu. “Sasaran langsung atas kemenangan Trump juga adalah Palestina, karena Netanyahu mungkin akan lebih bebas memperlakukan apa yang diingikannya,” kata Achcar seperti dilansir Aljazirah.

Meningkatkan ektrimis

Ketakutan lainnya yakni menyangkut kebijakan anti Muslim di bawah pemerintahan Trump justru memicu meningkatnya jumlah ekstrimis Muslim secara global. Padahal, dunia justru tengah memerangi ancaman kelompok ekstrimis.

“Ketika AS menggunakan pendekatan dengan kekerasan, maka kaum ekstrimis berhasil meraih momen yang tepat,” ujar seorang ulama dari Nahdlatul Ulama, Zuhairi Misrawi sambil menambahkan,  mereka yang akan sangat bahagia Trump terpilih sebagai Presiden AS adalah kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Namun, di sisi lain, para pengamat berharap pria berusia 70 tahun itu hanya menggunakan pernyataan retoris populisnya hanya untuk meraih simpati publik dan tidak benar-benar merealisasikannya.

Menurut Anggota Komisi XI DPR Eva Kusuma Sundari, nilai yang dibawa Trump bukan hanya berpengaruh pada ekonomi, tetapi bisa sangat mengkhawatirkan, karena diduga akan ada aksi balas dendam terhadap kelompok Muslim yang menjadi minoritas di AS, sebab dia sangat antimuslim.

Tentu, bisa dibayangkan jika Muslim AS diusir dan mencari tempat berlindung, pastinya akan dipilih Indonesia lantaran merupakan negara muslim terbesar. Karena itu, Eva sesungguhnya berharap agar Hillary yang menang supaya kita secara ekonomi dan kebangsaan juga membaik.”

Masih sulit untuk mereka-reka apa keuntungan hasil pilpres AS 2016 ini bagi komunitas Muslim. Beberapa penulis dari kalangan muslim menyebut bahwa mereka hanyalah kaum minoritas yang tidak coba dijangkau oleh Trump selama kampanye pilpres.

Namun kaum Muslim yang kuatir menuding Trump memainkan ketakutan terhadap Islam atau Islamofobia dan stereotipe negatif untuk menarik perhatian warga AS selama kampanye.

Kontroversi Trump terkait umat Muslim tak hanya itu, setelah penembakan massal di San Bernardino, dia menyerukan ‘larangan secara menyeluruh’ bagi Muslim memasuki wilayah AS.

Amerika Serikat di bawah Donald Trump menurut Sekjen PB Nahdlatul Ulama, Helmy Faishal Zaini,  bisa mengalami masalah komunikasi politik dengan dunia Islam. Ini akan terjadi jika Trump menerapkan kebijakan yang tak bersahabat dengan dunia Islam, seperti disinggungnya saat berkampanye.

Untuk menghindari konflik itu, Trump harus melihat realita di dunia Islam seperti disebutkan  Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti bahwa setidaknya 1,6 miliar penduduk dunia adalah Muslim dan orang Islam di AS lebih dari 10 juta.

“Makanya, meski dalam kampanye ia berbicara soal kebijakan yang tegas terhadap Muslim, ia harus realistis bahwa tata dunia tak bisa dilepaskan dari kaum Muslim. Kami tentu berharap Trump bisa mewujudkan tata dunia dan memiliki hubungan yang baik dengan dunia Islam,” kata Abdul Mu’ti.

Idealnya seperti kata Helmy, Trump perlu menerapkan diplomasi politik yang universal dan rendah hati, terutama ke negara-negara Muslim. Karena faktanya tak ada negara – bahkan adikuasa sekalipun –  yang tidak memerlukan bantuan negara lain. (R01/P2 )

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)