Malaysia Kembalikan Sampah Plastik ke Negara Asalnya

Kuala Lumpur, MINA – , yang telah menjadi tempat pembuangan limbah dunia, sudah mulai mengirim plastik yang tidak dapat didaur ulang ke negara-negara asalnya.

Malaysia tahun lalu menjadi tujuan alternatif utama untuk setelah Cina melarang impor limbah tersebut yang mengganggu aliran lebih dari 7 juta ton limbah plastik per tahun.

Sejak itu, Australia mengekspor bahan limbah ke Vietnam, Malaysia, dan Indonesia, demikian ABCNews Indonesia melaporkannya yang dikutip MINA, Rabu (22/5).

Lusinan pabrik daur ulang muncul di Malaysia, banyak di antaranya tanpa izin operasi, dan penduduk mengeluhkan kerusakan lingkungan.

Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Australia termasuk pengekspor utama sampah plastik ke Malaysia.

Sebagian besar limbah plastik yang masuk ke negara itu tercampur dan termasuk plastik berkualitas rendah dari negara maju yang tidak dapat didaur ulang.

Menteri Energi dan Lingkungan Malaysia Yeo Bee Yin menyatakan, Malaysia sudah mulai mengirim kembali limbah ke negara asalnya.

“Negara-negara maju harus bertanggung jawab atas apa yang mereka kirim,” kata Yeo.

Dia mengatakan beberapa potongan plastik yang dikirim ke Malaysia melanggar Konvensi Basel, perjanjian PBB tentang perdagangan limbah plastik dan pembuangannya.

Menteri Yeo bulan lalu mengancam akan mengirim limbah kembali dengan mengatakan, “Malaysia tidak akan menjadi tempat pembuangan dunia.”

Dia mengunggah gambar plastik ilegal kiriman di halaman Facebook-nya bersama dengan peraturan internasional tentang limbah plastik.

Sekarang prosesnya sedang berlangsung, dengan lima kontainer pertama sampah plastik yang terkontaminasi yang diselundupkan ke negara itu dikirim kembali ke Spanyol, kata Yeo.

Dia tidak mengidentifikasi pihak penyelundup tetapi mengatakan penyelidikan sedang berlangsung.

“Lebih banyak plastik yang tidak dapat didaur ulang akan dikirim kembali ke sumbernya minggu depan,” ujarnya.

Impor limbah plastik Malaysia dari 10 negara sumber terbesarnya melonjak menjadi 456.000 ton antara Januari dan Juli 2018, dibandingkan dengan 316.600 ton tahun 2017 dan 168.500 ton pada tahun 2016. Data terbaru tidak tersedia.(T/R01/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)