Mantan JI: Ekstrimisme Remaja Akibat Dangkalnya Memahami Islam

Jakarta, 9 Ramadhan 1437/14 Juni 2016 — Abdurrahman Ayyub, mantan pimpinan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) Asia Tenggara mengungkapkan, salah satu sebab radikalisme di kalangan adalah karena kedangkalan dalam memahami Islam.

Oleh karena itu, dirinya berpesan pada para orang tua agar lebih jeli dalam melihat perkembangan sang anak, terutama menyangkut isu sensitif seperti masalah jihad, demikian keterangan pers yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

“Saya berpesan kepada para orang tua agar lebih dekat dengan anak-anaknya, remaja saat ini rawan disusupi paham radikalisme, karena kedangkalan agama bisa salah memahami makna jihad ,” kata Abduurahman Ayyub, saat memberi pembekalan pada Tim Siber Anti Narkoba dan Radikalisme yang dibentuk Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama di Jakarta, Selasa (14/6).

Lulusan Akmil Afghanistan ini menjelaskan, selain minimnya pemahaman agama faktor lain adalah seringnya rasa frustasi, stess dan galau yang kerap mampir ke kalangan remaja. Kondisi itu lantas disebutnya sebagai kesempatan dalam melakukan perekrutan.

“Untuk mendoktrikn orang agar jadi “pengantin” (pelaku bom bunuh diri-red) hanya butuh 3 menit untuk remaja stress dan 3 hari untuk remaja galau, untuk orang seperti anda mungkin butuh 3 bulan,” ujar Abdurrahman.

Dihadapan 99 Tim Siber Anti Narkoba dan Radikalisme Abdurrahman mengisahkan pertama kalimemasuki gerakan Islam radikal sejak duduk di bangku sekolah teknik menengah.

“Kerjaan saya dulu tawuran. STM itu kan Sekolah Tidak Mikir. Tapi begitu didakwahi ustadz, tujuan hidup saya berubah,” kisahnya.

Ternyata dakwah sang ustadz menarik perhatian Abdurrahman kepada agama. Semangat jihadnya terbakar, begitu mendapat penjelasan mengenai ayat-ayat dan hadits mengenai perang suci.

Disitulah sang ustadz mengajarkan kepadanya bahwa Indonesia negara jahiliyah, karena berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945, bukan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad. Maka, sah bagi Abdurrahman untuk memeranginya.

“Saya tidak pernah ngaji dan masuk pesantren, ya telan saja. Soalnya saya diberitahu: kalau kamu tidak hijrah batin dari NKRI ke Negara Islam Indonesia, maka salat, puasa, dan ibadah kamu sia-sia. Kalau mati tidak berbaiat, maka mati dalam keadaan jahiliyah. Kalau kamu dengan NKRI sama saja kafir dan mati jahiliyah. Siapa yang tidak ngeri,” kata Abdurrahman.

Kini, Abdurrahman telah berubah haluan dan aktif melakukan kampanye serta menjadi pembicara di banyak forum untuk membongkar kesalahan pemahaman kelompok teroris. Dirinya juga mengungkapkan seluk-beluk dunia terorisme dan penanggulangganya.

Kepada Tim Siber, mantan Kombatan ini berpesan agar lebih jeli mengenali bahaya radikalisme dan terorisme, serta melakukan upaya nyata untuk melakukan pencegahan terhadapnya.

“Ingat, untuk membuat bom sudah ada tutorialnya di youtube, cara menggunakan senjata juga ada, bahkan perekrutan ISIS itu justeru bukan bertatap muka tetapi melalui media, bayangkan saja. Oleh karena itu kita harus bekerja keras memblokir konten media seperti itu dan mengganti dengan konten yang positif”, urai Bapak yang selalu mengontrol telephon genggam anak-anaknya ini.

Eks Jihadis yang pernah melanglang buana ke berbagai wilayah konflik dari Afghanistan, Filipina hingga ke Australia ini juga mengingatkan bahwa orang yang memiliki fikiran teroris radikal itu betul adanya, bukan buatan intelijen, keahlian mereka juga nyata tidak ada hubungannya dengan Amerika.

“Ada yang tidak percaya silahkan, tapi bom bali satu dan dua itu saya tahu betul, itu hasil “karya” Amrozi dkk. Mereka mampu membuat bomb high explosive. Beberapa masih hidup, kalau tidak percaya bisa kita buktikan”, ungkap Abdurrahman yang disambut dengan riuh peserta.

Terkait dengan konten radikalisme yang banyak di dunia maya, pria yang kini aktif sebagai staff ahli Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) ini menegaskan, situs radikal sebaiknya ditutup, minimal kontennya yang mengandung muatan radikal terorisme.

“Ya situs bermuatan radikal terorisme harus ditutup, minimal kontennya. Konten radikal sangat bahaya, lebih bahaya dari narkoba dan pornografi karena efeknya selain merusak dirinya, keluarga, Negara juga orang diseluruh dunia” pungkasnya. (T/R05/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.