Mantan Kepala Intel Israel: Tekanan Maksimum terhadap Iran Tidak Berhasil

Direktur Jenderal Studi Keamanan Nasional (INSS) Amos Yadlin berbicara di Konferensi Internasional Tahunan Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, 29 Januari 2020. (Tomer Neuberg / Flash90)

Yerusalem, MINA – Amos Yadlin, mantan Kepala Intelijen Pasukan Pertahanan Israel (IDF), mengatakan pada Ahad (11/4), tekanan maksimum terhadap program nuklir tidak berhasil, malahan Iran bisa tetap maju dengan program nuklirnya.

“Saya prihatin dengan program nuklir Iran yang terus berkembang maju,” katanya setelah padamnya listrik  yang menghentikan pengayaan uranium di Natanz.

Sumber intelijen tak dikenal mengatakan kepada media Ibrani bahwa dinas intelijen Israel, Mossad, berada di balik pemadaman listrik itu.

Sementara Iran menggambarkan tindakan itu sebagai “terorisme nuklir”, Times of Israel melaporkan.

Insiden itu terjadi setelah Teheran dan Washington membuka pembicaraan tidak langsung tentang penyelamatan kesepakatan nuklir Iran 2015 di Wina pekan lalu, dengan sasaran bergabungnya kembali AS dalam kesepakatan itu, tapi potensi pemulihan hubungan ini dengan tegas ditentang Israel.

Beberapa pekan terakhir juga terlihat meningkatnya ketegangan dan tuduhan sabotase maritim antara Israel dan Iran.

Yadlin mengatakan, pemadaman listrik yang disebabkan oleh serangan siber tidak akan menjadi masalah yang signifikan jika Iran memiliki sistem cadangan, seperti generator, dan justru akan lebih menjadi pesan bagi Teheran.

Jika serangan yang dicurigai juga mengenai sistem tenaga cadangan fasilitas, “itu akan menjadi lebih serius,” dan kemungkinan akan memakan waktu beberapa bulan bagi Iran untuk pulih, katanya.

“Tetapi jika seseorang benar-benar mencapai 6.000 sentrifugal – lama dan baru – itu pencapaian yang luar biasa,” kata Yadlin, yang mengepalai Institut Studi Keamanan Nasional.

Yadlin mengatakan, Iran memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk melanjutkan program nuklirnya, terlepas dari kerusakannya, tambahnya.

Dia mengatakan, kampanye “tekanan maksimum” Presiden AS Donald Trump sebelumnya tidak memperlambat upaya nuklir Iran, tetapi mendorong mereka maju.

Iran telah menetapkan persyaratan pada pembicaraan di Wina dengan permintaan tegas untuk menghapus seluruh sanksi secara bersamaan, tidak secara bertahap.

Sementara itu di fihak Israel, menurutnya, intelijen dan militer Israel berada di puncak krisis, tetapi upaya diplomatik negara itu lesu, karena Netanyahu fokus pada politik dan persidangannya di pengadilan, sementara pembentukan pemerintah baru setelah pemilu bulan lalu masih terperosok dalam kebuntuan politik .

Namun demikian pengamat pertahanan Channel 13 Alon Ben-David mengatakan, kerusakan pada Natanz dapat merusak pengaruh Iran dalam pembicaraan dengan AS.

“Di saluran keamanan dan intelijen, pejabat AS menyatakan kepuasannya atas kerusakan fasilitas tersebut,” katanya.

Pengamat pertahanan Channel 12 Ehud Ya’ari mengatakan, dengan kebocoran aksi Mossad yang jelas ke media Ibrani mengambil tanggung jawab atas insiden di Natanz.

“Kami semakin dekat dengan momen” di mana Iran tidak akan punya pilihan selain menanggapi dengan serangan militer miliknya sendiri, kata Ya’ari. (T/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.