Amman, MINA – Hilmi Al-Bilbisi mantan pemimpin gerakan Fatah menggambarkan penandatanganan perjanjian Oslo lebih berbahaya daripada Deklarasi Balfour terhadap nasib rakyat Palestina.
“Masyarakat kita saat ini lebih sadar akan dampak Perjanjian Oslo yang hanya menambah nasib buruk Palestina,” ujarnya, menyikapi Perjanjian Oslo, yang ditandatangani di Washington pada tanggal 13 September 1993. Seperti dilaporkan Quds Press, Rabu (13/9).
Al-Bilbisi menilai penandatanganan perjanjian tersebut merupakan “sebuah penyerahan pemegang hak sah yang tertindas kepada agresor”.
Dia menambahkan, nasib saat ini rakyat Palestina yang resisten di Jalur Gaza, atau kamp Jenin, Nablus, 48 wilayah, dan desa-desa dan kota-kota kamp Palestina di dalam dan di luar negeri adalah dampak dari Perjanjian Oslo.”
Baca Juga: Sudah 66 Hari Israel Blokir Bantuan Kemanusiaan ke Gaza Utara
Perjanjian Oslo, yang ditandatangani di Washington pada tanggal 13 September 1993, dianggap sebagai perjanjian resmi langsung pertama antara negara pendudukan Israel, yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Shimon Peres, dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang diwakili oleh Sekretaris Komite Eksekutif, Yaser Arafat.
Perjanjian tersebut mendapatkan namanya dari ibu kota Norwegia, Oslo, yang sejak tahun 1991 telah menjadi tuan rumah diskusi rahasia antara kedua pihak, yang kemudian menghasilkan kesepakatan tersebut. (T/RS2/B04)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Smotrich: Israel Tolak Normalisasi dengan Saudi jika Harus Ada Negara Palestina