MAPIM Kecam Penindasan China Terhadap Muslim Uighur

Kuala Lumpur, MINA – Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia () menentang tindakan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap etnis .

Penindasan yang dilakukan itu telah berlangsung ketika wilayah Xinjiang diduduki oleh Republik Rakyat China pada 13 Oktober 1949 hingga hari ini, dan tidak ada perhatian khusus yang diberikan oleh dunia terhadap isu yang terjadi di wilayah tersebut.

“Sikap sebagian besar negara Islam tampak seperti meruntuhkan nasib etnis Uighur, hanya karena mereka ingin menjalin hubungan kerja sama perdagangan dengan China,” kata Presiden MAPIM, Mohd Azmi Abdul Hamid dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Jumat (14/12).

China sejak tahun lalu telah meningkatkan penindasan terhadap etnis Uighur. Peningkatan terhadap “Pembersihan Etnik” dan “Pembersihan Muslim” terus meningkat.

Pemerintah China menganggap bahwa Islam adalah suatu ‘penyakit mental’, sehingga sudah lebih dari satu juta orang Uighur yang dipenjarakan di kamp yang mereka sebut sebagai ‘kamp pendidikan kembali’.

“Berita penindasan atas etnis Uighur dan rakyat Muslim China sangat menyedihkan. Mereka melarang wanita menggunakan pakaian muslimahnya, muslimin dilarang untuk ke Masjid, anak-anak tidak boleh belajar agama, semua alat komunikasi dilarang, bahkan kaum muslim dilarang untuk shaum, dan masih banyak kekerasan yang dilakukan otoritas China,” kata Azmi Abdul Hamid.

Menurutnya, penangkapan dan penyiksaan yang dilakukan terhadap umat Islam terutama etnis Uighur dengan tidak mempedulikan hak asasi manusia dan hukum internasional adalah bentuk kekerasan yang sangat zalim.

Azmi Abdul Hamid menjelaskan, pelajar dari China yang beragama Islam dan datang untuk belajar di Malaysia juga tidak terlepas dari pemantauan dari China.

“Saat ini, sedikit demi sedikit informasi dari korban penindasan di China sedang dikirim ke seluruh dunia melalui media sosial, meskipun pemerintah China dengan mudah menyangkalnya,” ungkapnya.

“Kami mendesak pemerintah Malaysia untuk tidak mengesampingkan hak dan keamanan etnis Muslim Uighur dan Muslim China secara keseluruhan hanya untuk mempertahankan perdagangan atau investasi China di Malaysia,” imbuhnya.

Pesan yang jelas dan tegas harus dikomunikasikan kepada pemerintah China melalui saluran diplomatik atau saluran organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OKI.

Malaysia perlu menjalin hubungan khusus untuk menjelaskan kepada pemerintah China bahwa persepsi negatif mereka terhadap agama, terutama muslim harus diperbaiki, jika China ingin terus melakukan kontak kerja sama dengan negara-negara Muslim.

Ia berharap, Malaysia harus membela hak etnis Uighur di Malaysia dan tidak tunduk pada tekanan China jika jelas bahwa mereka melanggar hukum negara.

“Kami mendesak Malaysia untuk mengambil peran sebagai mediator bagi konflik antar orang Uighur khususnya dan Muslim pada umumnya serta pemerintah China. Ini bertujuan untuk menemukan solusi agar akhirnya menciptakan lingkungan yang damai dan lebih kondusif untuk membangun kembali hubungan antara peradaban Islam dan China,” ujar Azmi.

MAPIM juga menyerukan agar pemerintah Turki terlibat dalam proses negosiasi sebagai upaya multilateral dalam hubungan Organization of Islamic Conference dan pemerintah China untuk menjaga keamanan geo-politik yang lebih aman.

“Negosiasi ini seharusnya tidak dilihat sebagai intervensi dalam urusan Cina, tetapi untuk menjaga perdamaian kawasan dan membangun masa depan yang lebih kondusif agar menciptakan dunia yang lebih damai dan bermanfaat bagi semua,” katanya. (R/Ais/R06)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: siti aisyah

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.