MENAG: ISLAM ITU RAHMAH BUKAN AMARAH

Menag Lukman Hakim Saifuddin memberikan sambutan sekaligus membuka Musabaqah Guru Taman Pendidikan Al-Quran (MGTPQ) Tingkat Provinsi Banten di Kanwil Kemenag Banten, Serang, Selasa (16/12). (Foto: Kemenag/Syam/mkd)
Saifuddin memberikan sambutan sekaligus membuka Musabaqah Guru Taman Pendidikan Al-Quran (MGTPQ) Tingkat Provinsi Banten di Kanwil Kemenag Banten, Serang, Selasa (16/12). (Foto: Kemenag/Syam/mkd)

Serang, 23 Shafar 1436/16 Desember 2014 (MINA) – (Menag), Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, agama Islam mengajarkan sifat sifat rahmah (kasih sayang), bukan amarah.

“Islam yang ramah bukan yang marah,” kata Menag saat membuka Musabaqah Guru Taman Pendidikan (MGTPQ) Tingkat Provinsi Banten, di Serang, Banten, Selasa.

Al Quran jangan hanya dibaca dengan lagu yang indah saja, Al-Quran harus dipahami isi pesan dan isi ajaran yang terkandung di dalamnya,” papar Lukman.

“Al-Quran harus dikaji isi dan kandungannya agar nilainya bisa jadi landasan berkehidupan masyarakat,” kata Menag.

Kepada para santri yang sedang dan sudah menghafal al Quran, Menag berpesan agar terus konsisten dan istiqamah dalam belajar, mengajarkan, serta mengkampanyekan Islam rahmatan lil alamin.

“Para hufaz bisa menjadi model dan teladan bagi masyarakat dalam hal pemahaman Al-Quran dan akhlakul karimah,” tambah Menag, seperti dipublikasikan diwebsite resmi Kemenag yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Lebih lanjut Menag berpesan dan berharap seluruh lapisan masyarakat terus menyukseskan gerakan Maghrib Mengaji (GEMMAR) yang telah dicanangkan Kemenag beberapa waktu lalu. Menurutnya, tradisi membaca setelah magrib harus dijaga dalam membanguan kartakter bangsa yang unggul dan berakhlakul karimah.

Menag berkisah tentang tradisi di keluarganya yang mencoba untuk terus menjaga dan memlihara tradisi leluhur, yaitu  salat berjamaah pada saat Maghrib di rumah masing-masing.

“Saya sendiri merasa tidak mudah, karena tuntutan tanggung jawab profesi. Tapi setidaknya kita harus membangun sistem bagaimana agar jamaah Maghrib di rumah itu meski kita tidak di rumah, harus ada pengganti,” tutur Menag.

“Saya kebetulan memiliki seorang putera dan dua orang puteri. Jika saya tidak ada, putera saya menggantikan menjadi imam salat. Jika tidak ada yang laki-laki, istri kita (jadi imam),” tambahnya.

Menurutnya, itu sudah bertahun-tahun dilaksanakan, dan yang tidak kalah pentingnya pula adalah membaca Al-Quran setelah sholat jamaah Maghrib.

“Minimal ada kebiasaan yang terus kita pertahankan membaca Al-Quran setelah Magrib berjamaah,  walau hanya satu ‘ain (maqra’) atau dua ‘ain,” ujar Menag.

“Tradisi magrib berjamaah dan membaca al Quran itu tradisi yang sangat baik. Dengan begitu kita bisa terus menjaga komunikasi antar keluarga,” tandasnya. (T/R11/R03 )

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Zaenal Muttaqin

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0