Rangkasbitung, 22 Muharram 1438/23 Oktober 2016 (MINA) – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan rasa haru dan bangganya menyaksikan penampilan salah seorang santriwati pondok pesantren Sultan Hasanuddin yang asli Baduy mampu dengan fasih berpidato menggunakan tiga bahasa, yakni bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia.
“Saya bangga dan terharu melihat santriwati asli Baduy yang berpidato dengan tiga bahasa, sesuatu yang sulit bila tidak ada kehadiran pondok pesantren Sultan Hasanuddin ini di tengah komunitas Baduy,” ujar Menag saat melakukan kunjungan kerja ke Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin, Rangkasbitung, Banten, Sabtu (22/10).
Kepada pondok pesantren Sultan Hasanuddin, Menag menyampaikan apresiasinya atas kontribusi dan kiprahnya yang begitu besar dalam menjaga dan ikut melihat kehidupan keagamaan di wilayah yang menjadi komunitas warga Baduy. “Ini adalah bagian yang terpisahkan dari misi Kemenag,” ujar Menag.
Menag mengatakan bahwa, pendidikan sesungguhnya adalah jantung bagaimana agar memahami tantangan yang terus berkembang. Mengutip ungkapan bijak al muhafadzah ala qadim ash shalih wal ahdzu bi al jadid al ashlah, Menag menandaskan bahwa kita tidak cukup dituntut untuk memelihara dan menjaga sesuatu yang baik, tapi dituntut juga untuk melahirkan inovasi sesuai dengan tuntutan.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
“Dan pendidikan merupakan pintu masuk strategis meningkatkan kualitas SDM dan pontren, itu adalah cara yang dilakukan para pendahulu kita,” terangnya.
Lebih lanjut, kita ketahui bangsa Indonesia adalah bangsa religius, dengan suku, budaya yang beragam. Menurutnya, kearifan lokal hakekatnya berasal dari nilai-nilai agama, sehingga mengapa negara hadir, agar kualitas kehidupan keagamaan membaik, ketika kualitas pendidikan membaik, kerukunan juga membaik, dan kyai serta ulama tanpa lelah berdiri paling depan.
ia menambahkan, pontren sebagai lembaga pendidikan Islam lembaga tertua di Nusantara ini, setiap harinya sarat dengan nilai edukasi selama 24 jam penuh, sehingga kehadiran presiden para peringatan Hari Santri didasari bahwa, penetapan Hari Santri sebagai bentuk pengakuan negara atas kiprah ulama, kyai, dan santri dalam merebut dan mempertahankan NKRI, dan pada tanggal 22 Oktober merupakan momentum saat ulama dan kyai Pontren mengeluarkan resolusi jihad di mana isinya adalah setiap Muslim wajib melawan penjajah.
“Ini adalah bukti kesadaran santri mempertahankan NKRI,” tegas Menag.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Dikatakan Menag, keislaman dan keindonesiaan merupakan dua hal yang menyatu. Pertama, setiap kita bertanggung jawab menjaga keindonesiaan kita seperti ungkapan mencintai bangsa sebagian bagian dari iman (hubbul Wathan minal iman). Kedua, penetapan Hari Santri sebagai bentuk pengakuan bahwa kaum santri semakin memiliki peneguhan tanggung jawab pelaksanaan nilai-nilai keagamaan.
“Harus dipahami juga bawa santri tidak hanya yang mondok, tapi mereka yang memiliki paham keagamaan dengan baik. Berislam adalah berindonesia, begitu juga sebaliknya,” pungkasnya.
Hadir dalam pertemuan tersebut, selain pimpinan pondok pesantren KH Zainuddin Amir, Direktur Pendidikan Madrasah Nur Kholis Setiawan, Kapus Pinmas Mastuki, Kakanwil Kemenag Banten Bazari,Kakanwil Kemenag Jawa Barat Buchori Muslim, Wakil Bupati Pandeglang Tanto Warsono Arban, serta ulama dan tokoh Baduy Muslim setempat. (T/ima/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru