Menag: Tuntunan Pengeras Suara Tahun 1978 Masih Relevan

Palu, MINA – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan,  Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musholah masih relevan hingga saat ini.

Pernyataan ini disampaikan Menag di hadapan para penyuluh agama se-Sulawesi Tengah, di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Menag yang hadir dalam rangka kegiatan Sapa Penyuluh, meminta para penyuluh agama untuk ikut meluruskan kesalahpahaman yang banyak terjadi di masyarakat terkait tuntunan penggunaan pengeras suara.

“Saat ini yang muncul di masyarakat adalah  Kementerian Agama melarang adzan. Ini sama sekali tidak benar. Mana mungkin kami melarang adzan,” kata Menag.

Dikutip dari rilis pada Kamis (20/9), Menag menerangkan, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat dinamis dan agamis, maka aktivitas rumah ibadah makin beragam.

“Bila di masjid, aktivitasnya bukan hanya salat lima waktu saja. Tapi juga ada wirid, pengajian, zikir, dan sebagainya yang sebagian seringkali menggunakan pengeras suara,” imbuh Menag.

“Kemenag kemudian melakukan kajian. Setelah ditelusuri, ternyata Kemenag pernah mengeluarkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tersebut. Setelah dipelajari dan dikaji ulang, tuntunan tersebut masih sangat relevan untuk menjawab masalah tersebut. Maka, ini yang disosialisasikan ulang. Dan memang tuntunan itu tidak pernah dicabut,” ujar Lukman.

Selanjutnya Menag meminta para penyuluh agama untuk menerangkan kepada masyarakat bahwa instruksi tersebut bersifat tuntunan. Karena sifatnya adalah tuntunan, maka tidak ada sanksi yang mengikat.

“Tuntunan itu, silakan bagi yang memerlukan bisa menggunakan, bagi yang tidak membutuhkan tidak perlu menggunakan itu,” tambah Menag.

Untuk itu Menag pun mengajak penyuluh agama untuk mencermati dengan teliti tuntunan pengeras suara tersebut. Pada instruksi tersebut tidak diatur besar kecilnya volume adzan, apalagi larangan adzan.

“Jadi mohon,  masyarakat membaca lagi dengan cermat dan teliti, apa isi dari instruksi yang berupa tuntunan penggunaan pengeras suara. Sama sekali kita tidak mengatur volume adzan,” tegas Menag.

Pada bagian akhir instruksi tersebut pun menurut Menag jelas disampaikan bahwa ketentuan yang ketat ini berlaku pada masjid, langgar dan musholah di perkotaan di mana masyarakatnya cenderung majemuk dan heterogen.

“Pada masyarakat pedesaan dimana masyarakatnya cenderung homogen, silakan berjalan seperti biasa saja. Sesuai dengan kesepakatan  di daerahnya,” kata Menag. (R/R05/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.