Mendidik Anak Shalih Sejak Dalam Kandungan

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat

Rasulullah Shallalllahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan, bahwa setelah ruh ditiupkan Allah ke janin dalam seorang ibu, lalu ditulislah bagi cabang bayi itu rezekinya, amalnya, ajalnya serta dan bahagia atau sengsaranya. (dalam hadits Burakhari dan Muslim).

Begaimana semua itu dapat terjadi, itu menjadi wewenang Allah, Sang Pencipta. Hanya kita sebagai manusia, khusussnya para orang tua, kewajibannya adalah berusaha dengan bersemangat keras untuk mengusahakan sebab-sebab tercapainya kebahagiaan tersebut.

Sebab Allah yang Maha Adil dan Bijaksana, tidaklah mungkin menjadikan kebahagiaan dan kesengsaraan seseorang, kecuali menjadikan pula sebab-sebab yang menuju kepada keduanya.

Maka, jangan heran bila seorang artis penyanyi populer, rela mendendangkan sang bayi yang mash di dalam kandungan dengan alunan musik-musik klasik. Harapannya kelak anaknya itu dapat mewarisi darah seniman kelak setelah besarnya.

Demikian halnya, kisah dari orang-orang shalih terdahulu, sangat banyak yang menunjukkan betapa besar perhatian mereka dalam masalah anak dlam kandungan tersebut.

Bahkan, Allah mengabadikan kisah-kisah mereka di dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran (ibrah) yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang datang sesudah mereka.

Sebagai contoh, adalah keluarga Imran yang sholih, yang Allah abadikan di dalam Surat ketiga di dalam Al-Quran yang bernama Ali Imran (Keluarga Imran).

Isteri Imran yang shalihah dikisahkan tengah mengandung seorang bayi. Ia sangat berharap kepada Allah suatu kebahagiaan apabila anak yang dikandungnya itu nanti jika lahir sebagai anak laki-laki, maka ia akan mempersembahkannya kepada Allah untuk berkhidmat di Masjidil Aqsha. Ia katakan itu sebagai nadzar, keinginan yang sangat kuat, kepada Allah.
Allah mengabadikannya di dalam ayat, ketika isteri Imran berkata:

إِذۡ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ عِمۡرَٲنَ رَبِّ إِنِّى نَذَرۡتُ لَكَ مَا فِى بَطۡنِى مُحَرَّرً۬ا فَتَقَبَّلۡ مِنِّىٓ‌ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

Artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Masjid Al-Aqsha). Karena itu terimalah (nadzar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Ali Imran [3]: 35).

Ini adalah sebuah pembelajaran yang sangat berharga tentang proses anak yang dimulai dari dalam kandungan. Betapa besarnya pengaruh positif dari keshalihan bapak dan ibu, kedua orang tuanya terhadap bayi yang dikandung sebelum lahir ke alam dunia.

Keluarga Imran adalah keluarga yang mulia pilihan Allah. Kedua orang tuanya banyak beribadah, berdoa, penuh keikhlasan, dan merendahkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hingga Allah mengabulkan pun berkenan mengabulkan permohonannya, seperti dalam firma-Nya:

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ۬ وَأَنۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنً۬ا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا‌ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيۡهَا زَكَرِيَّا ٱلۡمِحۡرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزۡقً۬ا‌ۖ قَالَ يَـٰمَرۡيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَـٰذَا‌ۖ قَالَتۡ هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ

Artinya: “Maka Tuhannya menerimanya [sebagai nadzar] dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh [makanan] ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Q.S. Ali Imran [3]: 37).

Maka, dari barakah keshalihan Muslimah mulia ini, lahirlah Maryam. Selanjutnya, dari rahim Maryam lahirlah Nabi Isa ‘Alaihis Salam.

Allah pun engabadikannya di dalam ayat:

إِذۡ قَالَتِ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ يَـٰمَرۡيَمُ إِنَّ ٱللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ۬ مِّنۡهُ ٱسۡمُهُ ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ وَجِيهً۬ا فِى ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأَخِرَةِ وَمِنَ ٱلۡمُقَرَّبِينَ

Artinya: “[Ingatlah], ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu [dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan] dengan kalimat [yang datang] daripada-Nya, namanya Al Masih ‘Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan [kepada Allah]”. (Q.S. Ali Imran [3]: 45).

Tentang pengaruh akhlak mulia, rajin beribadah dan berdoa, dari kedua orang tua terhadap anak, termasuk yang di dalam kandungan, disebutkn oleh Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, bahwa “Jika terjadi kecocokan dan kesamaan antara mereka dalam ciptaan dan akhlaq yang mulia, artinya anak-anak keturunan mereka, mengikuti bapak-bapak mereka”.

Perang orang tua seperti ini, Allah gambarkan di dalam ayat:

وَمِنۡ ءَابَآٮِٕهِمۡ وَذُرِّيَّـٰتِہِمۡ وَإِخۡوَٲنِہِمۡ‌ۖ وَٱجۡتَبَيۡنَـٰهُمۡ وَهَدَيۡنَـٰهُمۡ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ۬

Artinya: “[dan Kami lebihkan pula derajat] sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka [untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul] dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. Al-An’am [6]: 87).

Sehubungan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Ini adalah dalil bahwa orang yang shalih dijaga keturunannya oleh Allah dan barakah ibadahnya meliputi mereka, mendapatkan pertolongan di dunia dan akhirat serta Allah mengangkat derajat mereka setinggi-tingginya di surga.

Oleh karena itu, untuk menjaga kemaslahatan pendidikan (tarbiyah) janin yang ada di dalam kandungan, maka menjadi orang tua yang shalih merupakan persyaratan utamanya.

Perdengarkan Al-Quran

Janin di dalam kandungan ibu, mampu menerima stimulus yang masuk dari suasana ibunya dan lingkungan sekitarnya. Jika ibunya dalam keadaan tenang, bahagia, maka bayi akan ikut tanang dan bahagia. Sebaliknya, jika sang ibu dalam kondisi lemah, banyak tekanan kehodupan (stress) dan tidak bahagia, maka sang bayi pun ikut meraskannya.

Ini seperti disimpulkan Verny T dan  Kelly J dalam penelitiannya yang berjudul ‘Secret Life of The Unborn Child (Rahasia Kehidupan Anak dalam Kandungan). Kedua peneliti mengemukakan, bahwa pada usia tertentu, janin sudah dapat membedakan mana situasi atau kondisi yang menyenangkan dirinya, dan mana yang membuatnya tidak nyaman.

Janin akan memberikan reaksi melalui gerakan-gerakan. Mereka juga menemukan, kondisi stres yang berlangsung lama pada akan mempengaruhi janin melalui pengeluaran hormon yang masuk dalam peredaran darah.

Tubuh seseorang akan memproduksi hormon yang bernama kortisol secara berlebihan dalam keadaan stres. Yang berakibat tekanan darah menjadi tinggi, dada terasa sesak, dan emosi yang tidak stabil.

Pada ibu hamil, hormon kortisol akan sampai ke plasenta dan akhirnya sampai ke janin melalui pembuluh darah. Akibatnya, janin pun ikut menjadi stress. Bila selama hamil seorang ibu banyak mengeluarkan hormon kortisol, hal ini dapat membawa pengaruh kurang baik tidak saja pada dirinya, tetapi juga pada janinnya, bahkan hingga si anak dewasa.

Agar hormon kortisol tidak diproduksi secara berlebihan, maka ibu hamil harus mampu menjaga ketenangan batinnya. Di sinilah pentingnya shalat, dzikir, doa, dan kedekatan dengan Allah.

Karena dengan cara ini ibu hamil bisa menjadi lebih tenang. Seperti Allah nyatakan di dalam ayat:

اَلَّذِيْنَ آمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang”. (Q.S. Ar-Ra’du [13]: 28). 

Maka, sekarang mulai dikembangkan metode pendidikan pada janin yang dilakukan dengan memberikan stimulasi (rangsang) pada sel-sel otak janin. Caranya dengan memperdengarkan bacaan Al-Quran, terutama oleh kedua orang tuanya.

Konsumsi Makanan Halalan Thayyiban

Anak adalah amanat yang terbesar dari Allah kepada setiap orang tua untuk dijaga sesuai tuntunan Allah. Maka, jangan sampai hidupnya kelak menjadi sia-sia tanpa mengenal syariat-Nya.

Hanya Allah-lah yang mampu mendidik hamba-hamba-Nya, seperti itu pula Allah telah mendidik dan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. seperti firman-Nya yang menyatakan:

إِنَّ وَلِـِّۧىَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلۡكِتَـٰبَ‌ۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّـٰلِحِينَ

Artinya: “Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab [Al Qur’an] dan Dia melindungi orang-orang yang shalih”. (Q.S. Al-A’raf [7]: 196).

Salah satu pendidikan dari Allah yang utama, agar tumbuh anak-anak shalih-shalihat adalah dengan memberinya asupan makanan halal dan thayyib untuk sang bayi dalam kandungan.

Allah menyebutkan di dalam ayat:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬ا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ‌ۚ إِنَّهُ ۥ لَكُمۡ عَدُوٌّ۬ مُّبِينٌ

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 168).

Pada ayat lain disebutkan:

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya:Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. AlMu’minun [21]: 51).

Ibnu Katsir menjelaskan, “Allah pada ayat ini memerintahkan para Rasul memakan makanan yang halal dan beramal shalih. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shalih. Oleh karena itu, para Rasul benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Rasul mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasihat.”

Imam Al-Ghazali pernah berpesan, “Hindarilah memberi makanan syubhat (meragukan) kepada anak, lebih-lebih zat yang dilarang Allah. Sebab, setitik air atau makanan yang pernah dimakan orangtua, akan pindah kepada anak yang dilahirkan menjadi daging, dan dalam daging itulah bibit yang merusak akhlak dan otak yang sehat, dikemudian hari”.

Di dalam sebuah hadits dari Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Artinya: Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya. (H.R. Ibnu Hibban).

Senantiasa Berdoa

Berdoa, bermunajat, mengharap kepada Allah, agar bayi di dalam kandungan terpelihara dan kelak menjadi anak shalih-shalihah. Di antara doa-doa di dalam Al-Quran bagus untuk senantiasa disenandungkan para orang tua, terutama saat sang ibu sedang hamil. Di antaranya:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih”. (Q.S. AshShaffaat [37]: 100).

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Artinya: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa”. (Q.S. Ali Imron [3]: 38).

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Artinya: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. AlAhqaf [46]: 15).

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Artinya:Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S. AlFurqan [25]: 74).

Menjaga Akhlakul Karimah

Mengingat orang tua sejatinya adalah panutan dan teladan bagia keluarga dan anak-anaknya, maka menjaga perilaku yang baik (akhlakul karimah) merupakan salah satu tugas pokok orang tua. Apalagi jika sang ibu sedang dalam keadaan mengandung.

Jika orang tua menginginkan bayi dlam kandungan ibu kelak menjadi anak shalih, berakhlak mulia, maka kedua orang tuanya patut menjaga diri dari perilaku maksiat, jahat dan munkarat. Sebab hal itu secara tidak langsung merupakan bentuk pendidikan kepada anak.

Ini karena anak pada hakikatnya dalam keadaan fitrah, bersih, suci, sehingga kedua orang tuanyalah yang memiliki peran mempengaruhi, utamanya adalah peran akhlakul karimah. Jadi, ada pengaruh kelak bagaimana sikap anak setelah tumbuh besar, salah satunya adalah bagaimana akhlak orang tua saat sang ibu hamil. Jadi, hati-hatilah para suami dan isteri jika sedang  menanti kehadiran sang buah hati. Jaga dia, rawat dia, pelihara dia, dengan akhlakul karimah diri sehari-hari.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ

Artinya:” Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”. (H.R. Muslim).

Semoga kita dapat menjaga anak-anak kita, juga bayi-bayi kita, untuk tetap terjaga dalam ridha Allah. Aamiin. (P4/R02).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)