Menegakkan Keadilan dalam Kasus Habib Rizieq

Oleh Widi Kusnadi, Jurnalis MINA

Nama Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Syihab saat ini menjadi perbincangan berbagai kalangan. Di hari ketiga Ramadhan 1438, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya melalui Kabid Humas Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono pada Senin (29/5) menetapkan status Habib Rizieq Shihab (HRS) menjadi tersangka dalam kasus percakapan singkat dan foto  mengandung konten pornografi dengan Ketua Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana, Firza Husein.

Habib Rizieq dijerat dengan Pasal 4, 6 dan 8 UU Tahun 2008 Tentang Pornografi. Tidak hanya itu, sejak ia memimpin aksi 411 dan 212, Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI itu juga secara berturut-turut dilaporkan ke polisi atas tuduhan penghinaan agama Kristen, penistaan lambang negara Pancasila, provokasi logo palu arit pada uang rupiah, hingga sampailah pada kasus saat ini.

Hal ini sontak mendapatkan reaksi dari . Gelombang dukungan dan simpati dari umat Islam  terus mengalir untuk Habib Rizieq. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) A.M Fatwa menyayangkan langkah polisi menetapkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka. Langkah tersebut dinilai semakin memperkeruh suasana yang belakangan tidak kondusif.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fahri Hamzah menilai, kriminalisasi ulama dapat mengancam stabilitas negara. Hal tersebut dikatakan menanggapi langkah Polri yang telah memperkarakan para tokoh aksi bela Islam dengan beberapa kasus.

“Kriminalisasi terhadap ulama ini memiliki bahaya yang besar sekali terhadap eksistensi bangsa Indonesia bukan saja kepada umat Islam tapi kepada bangsa Indonesia,” katanya di Jakarta.

Sementara itu, tokoh-tokoh Islam lainnya seperti Munarman, Ustaz Bachtiar Nasir, Muhammad Al Khathath juga menghadapi kasus-kasus yang hingga saat ini tidak jelas penyelesaiaannya.

Namun, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2017), Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan tidak ada kriminalisasi terhadap ulama.Hal itu disampaikan Tito menanggapi isu kriminalisasi ulama saat polisi memproses hukum sejumlah tokoh organisasi massa keagamaan, seperti Al Khaththath dan Rizieq Shihab.

“Dugaan kriminalisasi ulama tidak benar. Proses penyidikan sesuai koridor hukum,” ujar Tito.

Mangapa bisa tersangka?

Kembali ke kasus Rizieq Syihab, Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habib Novel Bamukmin mengatakan penetapan tersangka yang dijatuhkan kepadanya adalah rekayasa. Hal ini berdasarkan pada dua alat bukti yang menjadi dasar hingga saat ini belum diungkap oleh polisi. “Semua kasus Habib Rizieq yang sudah tiga kali dipenjara itu rekayasa,”katanya.

Pengacara Habib Rizieq Syihab, Eggi Sudjana menganggap penetapan tersangka kliennya oleh polisi dalam kasus pornografi tidak tepat. Menurutnya, jangankan menjadi tersangka, menjadi saksi pun Rizieq tidak bisa.

Eggi kemudian memaparkan alasan Rizieq tidak bisa menjadi saksi dalam kasus tersebut, yakni karena yang bersangkutan tidak mengalami, melihat dan mengetahui apa yang diperkarakan. sehingga jika menjadi saksi saja tidak bisa, maka menjadi tersangka lebih tidak mungkin lagi.

“Kenapa enggak bisa? Karena untuk jadi saksi itu harus mengetahui, mengalami, melihat, mendengar. Kalau kasus chat porno ini Habib tidak mengalami, tidak melihat tidak mengetahui, jadi bagaimana mau jadi saksi. Logika berikutnya, kalau jadi saksi saja enggak bisa gimana mau jadi tersangka?” ucap Eggi.

Kasus-kasus yang dinilai merugikan umat Islam

Menurut hemat penulis, dalam menangani beberapa kasus yang menimpa beberapa tokoh Islam, polisi terkesan cepat pada satu kasus, namun lamban dalam kasus lainnya. Berikut ini beberapa contoh  kasus yang belum ditangani dengan maksimal:

  1. Penyebar chat pornografi yang dikaitkan dengan Habib Rizieq belum ditangkap.
  2. Kasus pembakaran mobil di Cawang, Jakarta Timur saat tablig akbar FPI Ahad, 16 April 2017 lalu sampai saat ini belum ditemukan pelakunya.
  3. Pelaku penganiayaan anggota FPI oleh oknum GMBI di Bandung, Kamis 12 Januari 2017 belum diproses hukum.
  4. Aksi proklamasi negara Minahasa merdeka, sampai saat ini tidak ada kabarnya.
  5. Aktor yang mengancam akan membunuh Fahira Idris dan Fadli Zon, dan Habib Rizieq bernama Nathan P. Suwantobelum ditangkap.
  6. Pelaku dan otak aksi merangsek masuk lokasi bandara dengan senjata tajam di Sintang, Kalimantan Barat 12 Januari 2017 belum ditangkap.
  7. Kasus panghinaan terhadap Gubernur NTB Zainul Majdi oleh seorang keturunan Tionghoa Steven Hadisurya Sulistyo di Bandara Changi, Singapura Ahad, 9 April 2017 belum ditindaklanjuti.
  8. Pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan belum tertangkap.
  9. Iwan Bopeng yang melakukan intimidasi pada pencoblosan pilkada putaran pertama 14 Februari 2017 belum diketemukan.

dan Ketegasan Jokowi

Keadilan adalah sesuatu yang didambakan oleh semua manusia. Begitu pentingnya berlaku adil atau menegakkan keadilan, sehingga Tuhan memperingatkan kepada orang-orang yang beriman supaya jangan karena kebencian terhadap suatu kaum sehingga memengaruhi dalam berbuat adil.

Penegakan hukum dan keadilan adalah wujud kesejahteraan manusia lahir dan batin, sosial dan moral. Kesejahteraan rakyat lahir batin, terutama terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, rasa keamanan dan keadilan, serta kebebasan beragama/kepercayaan.

Dalam kasus Habib Rizieq ini, tentu masyarakat, terkhusus umat Islam akan merasakan sejauh mana keadilan perlakukan yang dilakukan oleh polisi terhadap Habib Rizieq dan tokoh-tokoh Islam lainnya dan penulis meyakini hal itu tidak bisa lepas dari ketegasan seorang presiden Jokowi.

Pilkada DKI Jakarta kiranya sudah bisa dijadikan ukuran bagi para politisi bahwa suara umat Islam tidak bisa dibeli dengan sembako murah atau materi keduniaan lainnya. Jika hal ini tidak diindahkan oleh para politisi maka tidak mustahil mereka tidak akan terpilih lagi pada pemilu 2019 mendatang, walaupun itu seorang petahana.

Rentetan kasus yang merugikan umat Islam kiranya harus segera diselesaikan agar masyarakat merasa puas dengan kinerja pemerintah, dalam hal ini kepolisian. Jangan hanya jika kasus itu menjerat tokoh Muslim lalu dengan cepat polisi bertindak, sebaliknya jika hal itu menimpa mereka, polisi terkesan lamban menanganinya.

Penulis meyakini, umat cinta dengan polisi, cinta dengan Presiden Jokowi karena mereka merupakan bagian dari umat Islam itu sendiri. Kecintaan itu setidaknya dibuktikan dengan dukungan masyarakat kepada mereka untuk terus bekerja melayani masyarakat dan menegakkan keadilan.(P2/B05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.