Oleh : Basuki Santosos, ST*
PEMILU sebagai instrumen pelaksanaan demokrasi adalah sebuah sarana untuk memilih pemimpin dan menghasilkan sebuah pemerintahan yang mencerminkan aspirasi rakyat. Pengertian tentang pemilu diatas merupakan mekanisme yang mesti dilaksanakan oleh pemerintahan manapun yang menganut system Politik Parlementer ( Demokrasi/Trias Politika – Separation of Power ).
Dengan demikian Pemerintahan hasil pemilu idealnya adalah sebuah pemerintahan yang selalu berpihak kepada kepentingan Rakyat (UU No. 12 Th. 2003 : Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat …). Akan tetapi Idealisme adalah istilah yang abstrak yang tidak mudah diukur, dalam mekanisme Pemilu banyak aturan dan tahapan teknis yang harus dilalui oleh setiap kontestan peserta pemilu.
Diantara aturan dan tahapan teknis tersebut antara lain adalah : Pertama, karena Pemilu adalah sebuah ajang pemilihan yang disalurkan melaui wadah-wadah kepartaian, maka setiap bakal calon (balon) kepala daerah harus diusung oleh partai-partai Politik (Sebagai kendaraan Politik).
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Kedua, untuk mencapai kuorum (jumlah yang signifikan), maka setiap balon kepala pemerintahan (mau – tidak mau) harus berkoalisi dengan banyak partai politik (gabungan partai-partai).
Ketiga, dalam mensosialisasikan balon maupun segala macam programnya maka setiap kontestan harus melaksanakan sebuah tahapan dengan apa yang disebut dengan kampanye, dimana hal ini memerlukan “Stamina Prima” dan memakan biaya yang tidak sedikit.
Dari beberapa contoh mekenisme dan tahapan tersebut diatas maka sudah barang tentu ada banyak kepentingan yang terlibat dalam rangka mengusung setiap balon kepala pemerintahan baik di tingkat pusat (Negara) atau daerah.
“Kapan Rakyat dilayani ….?”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Realitas politik tersebut menjadi sebuah alasan, bahwa ada agenda kepentingan lain yang menjadi pekerjaan setiap pemerintahan yang terpilih, disamping mengurusi kepentingan rakyat. Selain kewajiban harus mengabdi pada kepentingan rakyat, pemerintahan terpilih hasil pemilu juga akan menghadapi klien lainnya yang juga menuntut “pengabdian” yang serupa.
- Pertama, Partai atau gabungan partai yang merasa “Berjasa” telah berhasil menominasikan dan mengusungnya menjadi calon terpilih, tentu menantikan “Balas jasa”.
- Kedua, Pihak pemodal atau penyupport dana yang membiyayai kepala pemerintahan terpilih tentu menginginkan modalnya kembali disertai “Keuntungannya”.
Karena telah menjadi rumor publik, seorang bakal calon kepala pemerintahan (Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati s/d Kepala Desa) memerlukan dana ratusan juta hingga milyaran rupiah untuk membiayai pencalonannya / termasuk dana Kampanye.
Oleh karena itu memberikan “Akses istimewa” kepada pemodal sebagai bentuk balas jasa atas dukungan yang telah dilakukan adalah sebuah konsekwensi logis yang tidak bisa / sulit untuk dipungkiri.
Kalau begitu, lalu kapan pemerintah dan para kroni (gerbong pendukungnya) akan menyisakan perhatiannya untuk kepentingan Rakyat yang telah memilih dan memberikan kepercayaan kepadanya …? Jangan-jangan rakyat hanya menjadi sapi perahan saja….!
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Dalam dunia politik, etika dan moral tidak pernah bahkan sulit sekali untuk menjadi pertimbangan. Kekuasaan dengan berbagai gelimang kenikmatan menjadikan pelakunya lupa akan kewajiban. Asal harus menang sekarang! Tak perduli halal haram, Muslim atau non Muslim, ditunggangi atau menunggangi yang penting harus menang!.
Strategi harus dibuat, langkah-langkah koalisi perlu diupayakan, berkoalisi dengan musuhpun menjadi keniscayaan. Partai berplatform Islam berkoalisi dengan partai yang mayoritas pendukungnya non Muslim-pun tidak masalah, dalil bisa dirubah!
Setiap peserta pemilu mengajukan calonnya masing-masing untuk diadu dalam pertarungan yang belum tentu menang atau kalah. Semuanya saling berhitung, lobby sana lobby sini, tawar menawarpun dilakukan, Jika untung diteruskan – jika rugi bisa ganti pasangan. Pemilu = Pemilihan Untung-untungan!
Demikianlah sandiwara ini terus berlangsung. Oleh karenanya tidaklah salah bila ada yang menganggap jika Pemilu sebagai “Ritual Setan” karena prilaku yang dilakukan tidak ubahnya permainan JUDI.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Sekarang bagaimana dengan umat Islam (orang yang telah mengaku beriman), akankah mengikuti terus cara tersebut ….. ! Benarkah syari’at Islam meminta umatnya untuk memilih pemimpin (Ulil Amri) dengan cara BERJUDI …!!!!
Perhatikan peringatan Allah SWT dalam firman-Nya yang artinya, ”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan Judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yan esar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yan lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (Qs. Al-Baqrah : 219). (T/R2/E01)
*Dosen UNBAJA Serang
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina