Mengenang 19 Tahun Pengorbanan Rachel Corrie Melawan Zionis

Oleh: Farrah Ulya, Aktivis Muslimah dan Relawan Aqsa Working Group ()

Rachel Aliene Corrie, adalah perempuan muda pecinta perdamaaian dan pembela hak asasi manusia di . Ia kerap membongkar kejahatan kemanusiaan Zionis Israel atas rakyat Palestina.

Cerita Media dan Realita

Dari media, Rachel membaca konflik panjang terjadi di Palestina. Hal itu terasa begitu menganggu. Lalu Corrie memutuskan untuk melihat langsung konflik itu. Dia tinggalkan Washington D.C., , kota kelahirannya, pergi ke Gaza.

Ternyata dengan mata kepalanya sendiri, Corrie menyaksikan bagaimana warga Palestina diperlakukan seperti bukan manusia. Lebih dari apa yang Corrie bayangkan saat membaca media di . Itu bukan konflik, tetapi genosida.

Pada Februari 2003, Corrie menulis surat pada keluarganya. “Saya berada di tengah-tengah genosida yang juga saya dukung secara tidak langsung, dan yang sebagian besar menjadi tanggung jawab pemerintah saya.”

Karena kerasnya perlawanannya, Corrie tewas dilindas secara brutal oleh buldozer Zionis jahannam pada 16 Maret 2003. Waktu itu usianya baru 23 tahun.

(10 April 1979 – 16 Maret 2003) merupakan aktivis berkebangsaan Amerika Serikat yang tergabung dalam International Solidarity Movement (ISM). Dia mendedikasikan hidupnya untuk membela hak-hak warga Palestina, ingin memperlihatkan kepercayaannya dalam perdamaian kepada seluruh dunia melalui Gaza, tempatnya pergi menyerukan solidaritas pada tahun 2003.

Hari yang Mengguncang Dunia

Pada hari ‘pembunuhan’ itu, Rachel Corrie berjalan mengenakan jaket orennya dengan sebuah megafon di tangan untuk menghalau buldozer Zionis menghancurkan rumah milik rakyat Palestina di Rafah, Selatan Gaza.

Saksi setempat mengatakan bahwa buldozer Caterpillar jahanam itu menabrak dan melindasnya beberapa kali.

Investigasi Israel atas kematian Corrie menyimpulkan bahwa kematiannya adalah kecelakaan, penyelidikan militer Zionis Israel membebaskan pengendara buldozer. Kedua orang tua Rachel Corrie, Cindy dan Craig Corrie, terus memperjuangkan keadilan bagi putrinya.

Pada 2005 orang tua Corrie mengajukan gugatan perdata terhadap Israel, menyatakan bahwa ia memang sengaja dibunuh atau bahwa para prajurit telah memperlihatkan kelalaian kriminal. Gugatan itu ditolak pengadilan Israel pada 2012 dengan dalih kontroversial bahwa pemerintah Zionis Israel tidak bertanggung jawab atas kematiannya.

Orang tuanya kemudian mendirikan ‘the Rachel Corrie Foundation’, sebuah yayasan yang memiliki cita-cita keadilan dan kedamaian. Sebuah kapal bantuan Irlandia yang berangkat ke Gaza pada 2010 juga dinamakan dengan nama Rachel Corrie, serta kisah hidupnya diceritakan dalam sejumlah film dokumenter yang menggambarkan penderitaan warga Palestina.

Dalam sebuah surat yang dikirimkan pada orang tuanya, Rachel Corrie menuliskan “Tidak ada jumlah bacaan, kehadiran di konferensi-konferensi, tayangan dokumenter dan kata-kata dari mulut ke mulut yang dapat mempersiapkan saya untuk menghadapi kenyataan situasi di sini”, “Kau tidak bisa membayangkannya kecuali kau melihatnya secara langsung”.

Dari Rachel Corrie kita dapat melihat kekuatan solidaritas. Kepedulian akan keadilan dan hak asasi manusia. Alasan itulah yang membawa Corrie pergi meninggalkan kehidupan nyamannya di Amerika, berdiri di antara buldozer dan rumah rakyat Palestina, menyerukan hak asasi manusia.

Hingga kini, 19 tahun setelah kematian Rachel Corrie, setiap tanggal 16 Maret, keberanian dan semangat juangnya dikenang sebagai salah satu simbol perjuangan solidaritas Palestina.

Atas pengorbanan Corrie yang begitu besar, Pemerintah Palestina mengabadikan namanya menjadi sebuah ruas jalan di Ramallah. (AK/R1/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.