Mengenang Perjuangan Ustadz Ahmad Sholeh Tasikmalaya

Oleh : Abu Wihdan, Wahyudi KS

Pejuang Itu Kini Telah Kembali

Menjelang adzan Isya, telepon genggamku berbunyi, kulihat nama Hasan Yusuf, aku pun segera meresponnya. Tiba-tiba Ustadz Hasan Yusuf mengabarkan bahwa Ustadz meninggal dunia. Maka spontan lisanku berucap : Innaa lillahi wa innaa ilahi Raaji’uun.

Terlintaslah masa-masa berjuang bersama beliau, Ustadz Ahmad Sholeh adalah Amirku (pemimpinku), guruku dan orang tuaku. Ibuku telah berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepadanya. Tidak lama kemudian, masuk pesan WA dari Naibul Imaam (Drs. Eko Siswanto), memberi tahu wafatnya Ustadz Ahmad Sholeh dan mohon do’anya. Saya pun mendo’akan, “Semoga beliau diampuni semua dosanya, dilipat gandakan pahalanya dan dianugerahi tempat yang mulia di sisi Allah.

Tahun 1984, Ta’aruf pertama di Gedung Mitrabatik, Jl. RE. Marthadinata Tasikmalaya. Sejak itulah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) berkembang di wilayah Priangan timur dan sekitarnya. Tahun 1985, Ustadz Ahmad Sholeh pun ditetapkan menjadi Naibul Imaam Tasikmalaya. Atas amanah dari Imaam Muhyiddin Hamidy, beliau pun hijrah dari Ciamis ke Tasikmalaya. Walau hati sangat berat meninggalkan kampung halaman yang dicintainya. Beliau rela mengganti gedung dan fasilitas serta keindahan dunia lainnya di Padaherang, Ciamis, kemudian menempati rumah kontrakan apa adanya di Jl Bojong, Cipedes Tasikmalaya.

Tahun 1986, penulis dan beberapa pemuda  asal Garut menetapi Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dan menjadi bagian tanggung jawab Ustadz Ahmad Sholeh untuk membinanya. Sejak 28 Desember 1986, Ust. Ahmad Sholeh menjadi lebih sering dating ke Garut untuk memberikan pembinaan kepada ikhwan dan akhwat yang baru menetapi Al-Jama’ah. Januari 1990, penulis mendapat amanat dari Waliyul Imaam Jawa Barat, Ustadz Masthuro, untuk Hijrah ke Tasikmalaya, agar dapat membantu kinerja Niyabah.

Rabu pagi, 15 Januari 1992 beliau mendapat berita bahwa Pak Makmun Fathuddin sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit di Bandung.  Maka  Ustadz Ahmad Sholeh dan istrinya pun menyertai istrinya Pak Makmun ke Bandung dengan kendaraan umum Elf jurusan Tasik – Bandung.

Selang beberapa waktu, saya menerima berita bahwa Mobil Elf yang mengalami kecelakaan di sekitar Cidahu Rajapolah Tasikmalaya (sekitar 9 km) dari rumahnya. Kami segera menuju lokasi kecelakaan dan kemudian membawa Ustadz Ahmad Sholeh beserta istrinya yang terluka ke tempat urut sangkal putung di daerah Galunggung Tasikmalaya. Ust. Ahmad Sholeh mengalami patah tulang di bagian paha kanan atas, sedang istrinya patah tulang di pergelangan tangan kiri.

Tiga pekan kemudian, bersamaan dengan acara Tabligh Akbar di Masjid Al-Muhyi, Bojong Cipedes Tasikmalaya, Ustadz Ahmad Sholeh menikahkan putri keduanya teh Eli kepada kang Ade Ambar dalam keadaan berbaring di tempat tidur.

Sejak peristiwa kecelakaan itu, beliau sering sakit-sakitan, terutama dari dampak digantinya tulang paha kanan dengan Platina. Selama kurang lebih 1,5 tahun, penulis sering menggantikan beliau untuk acara-acara penting di Wilayah Jawa Barat dan di Pusat.

Alhamdulillah setelah masa perawatan 1,5 tahun, secara perlahan Ustadz Ahmad Sholeh mulai aktif berkiprah kembali, mengisi kajian dan menyantuni umat hinggga ke pelosok-pelosok di Tasikmalaya, Ciamis dan Garut.

Pada hari Sabtu, 14 September 2001, penulis mendapat amanat sebagai Katib MTTP (Majelis Tarbiyah wat Ta’lim  Pusat) yang amirnya saat itu KH. Abdullah Fadlil Aly Siradj rahimahullah. Sejak itu, penulis harus membagi waktunya untuk berkhidmad di Niyabah dan Shuffah Cileungsi Bogor. Kondisi  ini mengurangi perhatian penulis dalam membantu merawat maupun menggantikan pekerjaan Ustadz Ahmad Sholeh.

Akhir Juni  2003, Wahyudi (penulis) mendapat amanah dari Imaam Muhyiddin Hamidy untuk Hijrah ke Cileungsi Bogor. Hal ini tentu membuat Ustadz Ahmad Sholeh merasa kehilangan partner, karena selama 13,5 tahun sering bersama-sama berjuang dalam berbagai dinamika perjuangan. Terutama menyantuni umat di pelosok-pelosok daerah.

Bukan hanya penulis yang membantu Ustadz Ahmad Sholeh di Niyabah Tasikmalaya, akan tetapi juga ada para sesepuh yang juga telah mendahului kita semua. Mereka adalah: Ustadz Djidji Fachrorodji sebagai Amir Ukhuwwah Niyabah dan Amir Riyasah Rajapolah, juga Ustadz Yayan Daryan Natasaputra sebagai staf khusus di Ukhuwwah Niyabah dan Wilayah, serta menjadi partner dalam dakwah.

Ketika hidup, Ustadz Ahmad Sholeh setiap ba’da shubuh memberikan kajian terjemah Al-Qur’an di masjid Al-Muhyi Bojong Cipedes Tasikmalaya, melanjutkan Mama Haji Darul Falah rahimahullah. Beliau pun mengisi kajian di beberapa masjid di Tasikmalaya dan sekitarnya yang dikelola oleh berbagai harakah.

Hujan dan panas, berbagai ujian, tantangan dan beban tanggung jawab yang harus dipikulnya tidak sedikit pun membuat surut semangatnya dalam berjuang. Ibu Mimi binti Sukanda, Isteri tercintanya pun dengan penuh kesabaran tetap setia menyertai dan membantu segala keperluan beliau.

Mulai tahun 2016, Ustadz Ahmad Sholeh, Alumnus Ponpes Gontor Ponorogo ini mulai sakit-sakitan, sebab dari kecelakaan tahun 1992 terasa kembali dan bahkan memunculkan penyakit lainnya. Selama kurang lebih 6 tahun derita sakit terus beliau rasakan. Namun demikian, bila ada para ikhwan menjenguk beliau, semangatnya muncul dan suaranya lantang, terutama kalau sudah bicara dakwah dan perjuangan.

Berulang kali beliau menyampaikan kepada para ikhwan agar istiqamah dalam Jama’ah Muslimin. Hal menarik juga beliau sampaikan perbedaan yang sangat mendasar perbedaan Gerakan Jamaa’ah yang pernah beliau ikut bergabung padanya, dengan keindahan ukhuwah dan  kenikmatan hidup berjama’ah dalam Jama’ah Muslimin atau Hizbullah.

Sejak 2016, walau dalam keadaan sakit, beliau masih menjadi Naibul Imaam dengan Pelaksana hariannya oleh Ustadz Jajang Sukmawan, MAg. Sekira tahun 2018, Imaam Yakhsyallah Mansur dan Waliyul Imaam Jawa Barat Ustadz Munif Nasir menetapkan Drs. Eko Siswanto menjadi Naibul Imaam Tasikmalaya, menggantikan Ustadz Ahmad Sholeh.

Setelah diringankan amanahnya dari Naibul Imaam, Ustadz Ahmad Sholeh tidak pernah berhenti mengikuti perkembangan Islam dan Muslimin. Dengan demikian, beliau selalu memantau informasi terkait keadaan Muslimin di berbagai negara. Beliau pun tidak berhenti untuk sering bertanya tentang keadaan ikhwan yang sudah menetapi Al-Jama’ah di berbagai daerah dan mancanegara. Al-Jama’ah TV menjadi teman setia beliau saat rindu kepada Imaam dan para asatidz.

Sabtu, 11 Maret 2022, melalui live streaming,  Niyabah TV, beliau masih sempat  ikut menyimak acara Bedah Buku: Keagungan Hari Jum’at. Alhamdulillah, penulis sempat menjenguk beliau yang sedang menyimak acara tersebut.

Ustadz Ahmad Sholeh  menjadi Naibul Imaam di Tasikmalaya lebih dari 30 tahun, dan kini beliau telah pulang kepada Allah di usianya yang ke 84 tahun. Dengan membawa sekian banyak prestasi perjuangan selama hidupnya dalam menjalankan amanahnya semaksimal kemampuan beliau. Pengorbanannya demi cintanya kepada Allah, Rasul-Nya dan perjuangan di jalan Allah, dapat menjadi teladan untuk generasi penerus ini. Semoga Allah memberikan anugerah terbaik untuk beliau. (A/P2/B04)

Mi’raj News Agency (MINA) 

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.