Menilai Laut (Oleh: Shamsi Ali, New York)

Oleh: / Presiden Nusantara Foundation

Suatu ketika seorang pemuda bermain-main di pinggir pantai. Saking asiknya bermain dia tanggalkan sandalnya di pinggir lautan dan berlari sepanjang dengan kaki telanjang. Tiba-tiba saja sandalnya hanyut terbawa arus lautan.

Sekembalinya karena kesalnya, sang pemuda menuliskan di pinggir laut: “laut itu pencuri”.

Lalu pada hari berikutnya seorang bocah kembali hadir bermain di pinggir pantai. Tiba-tiba kakinya menginjak bebatuan hingga berdarah. Sambil menahan sakit sang bocah menuliskan di pinggir pantai: “laut itu kejam”.

Pada hari yang lain seorang ibu berjalan menikmati keindahan pinggir pantai. Tiba-tiba tas yang dibawanya terbang terbawah angin dan hanyut ditelan ombak. Dengan geram sang Ibu itu menuliskan: “laut itu perampok”.

Lalu pada hari lainnya seorang nelayan kembali dari menangkap ikan. Tidak saja bahwa dia membawa banyak ikan pulang ke rumahnya. Tapi juga menemukan beberapa berlian yang sangat mahal.

Dengan gembira sang nelayan menulis di pinggir pantai: “laut itu indah dan kaya”.

Teman, hidup ini untuk berbuat. Tempat untuk kita beramal, menampilkan karya-karya yang baik dan bermanfaat. Teruskan karya dan kebaikan itu, selama hayat masih bersama kita.

Semua manusia menilai berdasarkan rasa dan kepentingannya. Bagaikan pengunjung menilai lautan. Tergantung keadaan dan rasa yang menimpanya. Tapi yang pasti lautan itu tetap berombak, menyimpan sejuta keindahan dan kekayaan.

Dalam melanjutkan langkah kebajikanmu, manusia kemungkinan akan melihatmu dengan dua mata: positif atau negatif.

Tapi sadarlah, anda berbuat bukan karena dan untuk penilaian dan rasa orang lain. Tapi demi nilai dan kebaikan itu sendiri.

Nilai hidup bukan pada penilaian orang di di keliling anda. Tapi ada pada karya dan kreasi yang terbaik. Biarkan dunia menilai sesuai pandangannya. Lanjutkan perjalanan di ketinggian sana. Hingga masanya ketinggian itu akan bersaksi jika engkau memang berada di ketinggian itu.

Muhammad tidak peduli dengan puji atau caci maki. Beliau berjalan, melangkah, mengayuh dan terus menaiki ketinggian karya dan nilai. Hingga masanya Dia Yang Maha Tinggi memberikan kesaksian: “Wa innaka la’alaa khuluqin adzim” (Sungguh Engkau (Wahai Muhammad) memilki perilaku yang agung).

Pada akhirnya nilai hidup manusia ada pada penilaian Dia Yang menilai tanpa ikatan dan kepentingan. Dia yang “Ahkamul Haakimiin”. (AK/R07/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.