Oleh: Rudabah Simrah, koresponden On Islam di New Delhi
Menghadapi meningkatnya penganiayaan oleh ekstremis Hindu, umat Muslim dan Kristen India telah berbagi harapan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama akan mengangkat isu ini kepada Perdana Menteri India Narendra Modi dalam kunjungannya di India.
Direktur Institut Komunikasi dan Dialog Antar Agama yang berbasis di Sadbhavana, New Delhi, mengatakan kepada OnIslam.net, tidak seperti sebelumnya, sekarang kaum minoritas merasa terancam dan tidak aman.
“Obama harus menekankan kepada Perdana Menteri India, agresi kelompok sayap kanan Hindu meningkat akhir-akhir ini, sehingga menempatkan kehidupan warga minoritas dalam bahaya serius,” kata Direktur Fr Dominic Emmanuel.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Obama tiba di New Delhi pada Ahad malam (25/1) dalam kunjungan tiga hari ke negara itu untuk meningkatkan hubungan antara AS dan India.
Dia adalah pemimpin AS pertama yang dipilih sebagai Tamu Kehormatan di perayaan Hari Republik India pada 26 Januari.
Sebelum Obama mendarat di India, komunitas Kristen dan Muslim mendesaknya untuk menyampaikan keprihatinan masyarakat terhadap Modi.
Di AS, aktivis Kristen India-Amerika menciptakan sebuah petisi online di situs Gedung Putih, mendesak Obama untuk meminta Modi campur tangan membantu menjaga dan mempromosikan kebebasan beragama di India.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Penganut agama minoritas telah menyatakan merasa terancam dengan munculnya ekstremisme Hindu di India.
Dewan Muslim Amerika India (IAMC), kelompok advokasi Muslim terbesar Amerika-India, juga telah menulis surat rinci peringatan bahwa sejak Modi memimpin partai Hindu Nasional Bharatiya Janata (BJP) membentuk pemerintah nasional, pasukan “militan nasionalis Hindu” menjadi lebih agresif.
Banyak perkembangan yang sangat mengganggu keharmonisan warga India yang berdampak negatif bagi jutaan umat minoritas, yaitu Kristen, Muslim, Sikh, Jain, Buddha dan Parsi.
“Dalam diskusi dengan Perdana Menteri Modi dan pejabat India lainnya, ungkapkan keprihatinan atas situasi yang memburuk dengan cepat di kalangan orang-orang Kristen, Sikh, Muslim dan minoritas lainnya di India,” bunyi surat IAMC itu mendesak Obama.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Emmanuel mengatakan, dia mendukung permohonan surat IAMC yang meletakkan ketegasan pada catatan Obama selama pertemuan dengan Modi.
Menurutnya, demokrasi seperti India tidak bisa membiarkan tindakan represif terhadap minoritas, khususnya kepada agama Islam dan Kristen.
“Tidak ada negara, baik itu Amerika Serikat atau India, dapat berjalan maju jika tidak dapat merangkul minoritas selamanya,” katanya.
Sejarah penyalahgunaan
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Sayap organisasi nasionalis Hindu, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) yang didirikan pada 1925, dan kelompok agama Hindu Vishwa Hindu Parishad (VHP) yang lahir pada 1964, keduanya telah bekerja untuk kepentingan masyarakat Hindu selama beberapa dekade.
Selama bertahun-tahun, RSS sayap ideologi BJP, dan VHP melahirkan banyak cabang organisasi untuk mengurus banyak agenda mereka. Bersama dengan organisasi induknya, mereka secara kolektif dikenal dengan nama Sangh Parivar atau Brigade Hindutva.
Sangh Parivar bekerja menjadi penyebab munculnya umat Hindu agresif selama beberapa dekade.
Bahaya fanatisme Hindu muncul pada tahun 1992, ketika puluhan ribu aktivis Sangh Parivar menghancurkan situs sejarah dari abad ke-16, Masjid Babri yang berlokasi di Ayodhya, India Utara.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Kemudian pada 1999, beberapa anggota militan Hindu membakar sampai mati misionaris Australia Graham Staines dan dua anak kecil di Odisha.
Setelah pembunuhan Staines dan anak-anaknya, Sangh Parivar memulai kampanye ekstrimnya. Ribuan misionaris Kristen dipaksa memeluk agama Hindu di seluruh negeri dan para aktivis terpaksa menunda kegiatan misionaris mereka.
Marah dengan pengkristenan paksa oleh gereja, aktivis Sangh Parivar sering menyerang misionaris dan pekerja gereja lainnya dalam ratusan kasus di India, selama 15 tahun terakhir.
Banyak orang Kristen terluka, diperkosa dan dibunuh, serta banyak gereja telah dirusak.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Juru bicara sayap organisasi Hindu kanan Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), Manmohan Vaidya mengatakan, gereja telah lama menipu umat Hindu, khususnya kelompok suku dalam upaya mengubah agama mereka.
“Umat Hindu sebagian besar adalah anggota suku yang berbeda, lemah dan mudah tertipu. Para misionaris Kristen mengkonversi mereka secara curang. Sekarang orang-orang Kristen suku telah kembali ke indra mereka dan ingin kembali ke budaya asli atau cara hidup mereka,” kata Vaidya kepada OnIslam.
“Kami membantu mereka kembali ke asal mereka (melalui program Gharwapsis).”
Klaim itu dibantah oleh John Dayal, mantan presiden nasional Persatuan Katolik Seluruh India, dan menyebutnya “konyol”.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
“Seorang pendeta sering sendirian di daerah yang polisi, hakim, para politisi dan orang-orang kuat lainnya berasal dari mayoritas masyarakat Hindu. Bagaimana dia bisa melakukan penipuan pada siapa pun agar menjadi anggota komunitas minoritas yang kecil? Dia akan digantung, jika ia mencoba untuk mengubah siapa pun menjadi Kristen,” kata Dayal yang juga anggota Dewan Integrasi Nasional yang berbasis di New Delhi.
“Tuduhan Sangh Parivar konyol,” tegasnya.
Faktor Modi
Setelah pemerintahan dipimpin Narendra Modi yang memimpin BJP, aktivis Sangh Parivar kian meningkatkan laju serangan agresifnya terhadap Muslim dan Kristen di seluruh negeri.
“Modi adalah pemerintah Sangh Parivar dan dia sama sekali tidak campur tangan dalam kegiatan kelompok Hindu, bagaimanapun ilegalnya kegiatan mereka,” kata Dr Zafarul-Islam Khan, Presiden Majelis Musyawarah Muslim Seluruh India, payung organisasi Muslim India yang berbasis di New Delhi.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
“Pemerintah Modi telah menggunakan program Gharwapsi dan propaganda untuk mengirim pesan yang jelas di dalam dan luar parlemen. Jika Anda tidak menyukai program tersebut, Anda harus mendukung hukum nasional melarang pemindahan agama, sementara Konstitusi India menjamin kebebasan praktek beragama, termasuk kebebasan khotbah kami,” kata pemimpin komunitas Muslim itu.
Insinyur Mohammad Salim, Sekretaris Nasional Jamaat-e-Islami Hind mengatakan, Modi tidak akan pernah mengambil tindakan pencegahan yang tegas terhadap salah satu aktivis Hindu.
“Para aktivis Hindutva tahu, karena mereka telah memainkan peran penting di balik kemenangan Modi BJP dalam pemilihan umum terakhir, tidak ada tindakan yang akan diambil terhadap mereka, bahkan jika mereka melanggar hukum negara,” kata insinyur itu.
“Jadi, para pemimpin fasis Hindu dan beberapa anggota parlemen BJP, secara bebas memberikan pidato kebencian terhadap umat Islam dan Kristen, dan pendukung militan mereka semakin terlibat dalam serangan kebencian terhadap kaum minoritas,” ujar Salim.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Penulis Javed Jamil di New Delhi mengatakan, Obama tidak akan mampu membantu Muslim atau Kristen India dengan cara apapun.
“Dengan perusahaan dan pasukan Hindutva yang kuat di India, negara ini sedang berada di ambang kegilaan komunal, dan akhirnya umat Islam dan bahkan Kristen cenderung berakhir sebagai korban,” kata Jamil kepada OnIslam.net.
“Obama tidak dapat diharapkan untuk menekan Modi agar dapat mengendalikan brigade Hindutva,” tambahnya. (T/P001/P2)
Sumber: OnIslam.net
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)