MUI Dorong Ormas Islam Dukung Aksi Restorasi Gambut Berbasis Masjid

(Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong organisasi masyarakat (ormas) Islam untuk bersama-sama aktif melakukan restorasi lahan dan pemulihan fungsi ekosistem gambut berbasis .

Hal ini dikemukakan Ketua MUI KH Muhyiddin Junaidi saat membuka Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion () “Pendayagunaan Ormas Kemasyarakatan dan Keagamaan dalam dan Pemulihan Fungsi Lingkungan” di Gedung DSN MUI Jakarta, Senin (16/9).

FGD tersebut diadakan oleh Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH&SDA) MUI bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia.

“Ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin mewajibkan umatnya sebagai khalifah di bumi bertanggung jawab dan amanah dalam memberikan rahmat pada seluruh makhluk di bumi ini, baik seluruh manusia, tumbuhan, binatang serta bumi itu sendiri,” ujar Muhyiddin.

Dia menyatakan keprihatinannya terhadap kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatera,  menyebabkan, kualitas udara tak sehat bahkan berbahaya. Sesuai pemantauan BMKG, partikel udara makin buruk, sampai kategori sangat berbahaya.

Muhyiddin mengungkapkan, MUI telah menyikapi berbagai kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut yang merugikan itu dengan menetapkan Fatwa MUI Nomor 30/2016 “Tentang Hukum Pembakaran Hutan dan Lahan Serta Pengendaliannya” sebagai salah satu upaya untuk membantu menyelesaikan masalah ini melalui pendekatan keagamaan.

Sementara BRG sebagai lembaga resmi negara yang memiliki fungsi salah satunya sebagai pelaksanaan sosialisasi dan edukasi restorasi gambut telah menjalin kerjasama dengan MUI dalam menerapkan fatwa tersebut melalui pelatihan para Dai.

Namun dari pengamatan dari hasil pelatihan dai tersebut, modul pelatihan perlu dikembangkan lebih lanjut dengan melibatkan masjid lokal sebagai institusi untuk menjalankan konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat setempat.

“Untuk itu, perlu dilakukan pembangunan kapasitas dan penguatan kelembagaan masjid guna mendorong dan membentuk masjid yang peduli dan berbudaya memelihara lingkungan hidup dan sumberdaya alam,” kata Deputi BRG Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan, Dr. Myrna Asnawati Safitri saat memberikan sambutan dalam FGD itu.

Dia mengatakan, upaya penyelesaian permasalahan kebakaran lahan dan gambut membutuhkan sinergitas seluruh pemangku kepentingan baik termasuk pemerintah, pemuka agama, dunia usaha, industri keuangan, lembaga dunia, LSM, dan universitas.

“Untuk itu, FGD ini diharapkan dapat menghasilkan kerja sama sinergis antara dunia usaha dan industri keuangan dalam pemberdayaan masyarakat yang hidup di lahan gambut serta dapat meningkatkan jaringan dan sinergitas seluruh pemangku kepentingan,” ujar Myrna.

Ketua LPLH&SDA MUI Dr. Hayu S. Prabowo mengatakan, pandangan dari mayoritas pakar lingkungan hidup bahwa tindakan praktis dan teknis perlindungan juga pengelolaan lingkungan hidup serta sumber daya alam dengan bantuan sains dan teknologi ternyata bukan solusi yang tepat.

Menurutnya, hal yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang beretika.

“Krisis lingkungan hidup dengan berbagai manifestasinya, sejatinya adalah krisis moral, karena manusia memandang alam sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupan semesta. Maka penanggulangan terhadap masalah yang ada haruslah dengan pendekatan moral,” kata Hayu.

Dia menyatakan, pada titik inilah agama harus tampil berperan melalui bentuk tuntunan keagamaan serta direalisasikan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari umat manusia.

Sesuai dengan peran masjid sebagai basis pembangunan masyarakat madani, untuk itu masjid dapat berfungsi sebagai pusat konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam mendukung peran masjid itu, lanjut Hayu, diperlukan peningkatan kapasitas dan penguatan jaringan organisasi masjid serta para dai sebagai penyeru, pemicu, penggerak dan pendamping masyarakat atas pentingnya upaya restorasi gambut dan pemulihan fungsi lingkungan.

“Hal ini mengingat Indonesia sebagai negara dengan mayoritas agama Islam yang memiliki 850 ribu masjid yang tersebar di segala tingkatan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia,” imbuhnya.

Hayu juga mengatakan, masjid telah memiliki sarana dan prasarana serta organisasi dan jaringan yang dapat digunakan untuk meningkatkan peran masyarakat, baik melalui penyampaian lisan keagamaan maupun pemberian contoh langsung kepada masyarakat.

FGD tersebut diikuti oleh Kedeputian Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi Dan Kemitraan, Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia, Sekretariat Nasional SDGs, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selain itu hadir juga perwakilan dari , Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), UNICEF Indonesia, Koperasi Energi Terbarukan Indonesia (Kopetindo), Dompet Dhuafa, Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Pusat Pengkajian Islam Universitas Nasional, Komisi Dakwah MUI, dan Lembaga PLH & SDA MUI.(L/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.