MUI : GEMBONG NARKOBA LAYAK DI JATUHI HUKUMAN MATI

Ketua Komite Pusat Gerakan Anti Narkoba Nasional, Majelis Ulama Indonesia (GANNAS MUI), Anwar Abbas,
Ketua Komite Pusat Gerakan Anti Narkoba Nasional, Majelis Ulama Indonesia (GANNAS ), ,

Jakarta, 28 Rabi’ul Awwal 1436/19 Januari 2015 (MINA) – Ketua Komite Pusat Gerakan Anti Narkoba Nasional, Majelis Ulama Indonesia (GANNAS MUI), Anwar Abbas, mengatakan, para gembong narkoba layak dijatuhi , dan pengadilan negeri sudah menjatuhi hukuman mati terhadap gembong narkoba.

“Tersangka gembong narkoba sudah melakukan peninjauan kembali (PK) berarti para narapidana sudah menggunakan haknya,” katanya.

Ia berharap, Jaksa Agung bisa mengeksekusi mati secepatnya. “Bagi kita, siapa yang terlibat dalam bisnis narkoba yang sudah mendapatkan ketetapan dari hakim atau mahkamah agung dan dikenakan hukuman mati, harus dilaksanakan,” kata Abbas kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di kantor MUI Puast, Jakarta, Senin.

Anwar menambahkan, 60 narapidana kasus narkoba sedang menunggu eksekusi. “Siapa yang menghilangkan nyawa seseorang, maka yang tepat bagi pelakunya adalah Qishash,” tegasnya. 

Dia menganalogikan, “Jika negara tidak menghukum orang yang membunuh, atau orang yang mencabut hak orang lain dibiarkan hidup, maka bagaimana mungkin pelaku narkoba yang membuat orang lain mati dibiarkan hidup? Lalu, yang dibela negara ini kalau begitu siapa? Negara membela hak penjahat atau orang yang dizalimi?” jelasnya.

Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) mendukung upaya pemerintah dalam menekan angka peredaran narkotika dengan cara menghukum mati para gembong narkoba. Menurut KPAI, tidak ada alasan untuk menolak langkah tersebut, justeru penolakan bentuk pembangkangan terhadap hukum.

Sementara itu, Asrorun Niam Sholeh Sekretaris Komisi Fatwa MUI mengatakan, berdasarkan UUD 1945, prinsip HAM di Indonesia mengandung kebebasan yang bertanggungjawab, bukan kebebasan mutlak.

“Setiap orang harus menghormati hak orang lain, termasuk nyawa orang lain. Sehingga apabila ada yang mengambil nyawa masuk kategori kejahatan luar biasa, maka dalam rangka memberikan efek jera, preventif, dan prinsip retributif, pidana mati bisa diterapkan,” kata Asrirun dalam pernyataanya tersebut.

Dia menilai, menentang pelaksanaan hukuman mati justru tidak sejalan dengan konstitusi. “Menganggap hukuman mati bertentangan dengan HAM adalah tidak sejalan dengan konstitusi kita, dan menolak legalitas hukuman mati adalah tindakan yang tidak sejalan dengan konstitusi, bisa dimaknai sebagai bentuk pembangkangan terhadap hukum,” ujar Asrorun.

Asrorun mengharapkan, upaya memberi efek jera kepada para penyelundup narkoba oleh presiden Joko Widodo tidak terhalang oleh penilaian dari pihak luar atau pun dalam negeri.

“Saatnya negara menunjukkan independensi, keteguhan dan komitmennya pada konstitusi. Tidak tunduk pada tekanan dan penyesatan opini. Negara lain harus hormati kedaulatan hukum NKRI, jangan coba-coba menekan,” kata Asrorun.

Adapaun langkah Dubes Belanda dan Brazil yang menarik diri dari Indonesia terkait dengan eksekusi hukuman mati itu, bisa dimaknai sebagai penghinaan atas kedaulatan hukum Indonesia.

“Itu adalah cerminan ‘teror’ intervensi atas kedaulatan hukum, dan karenanya Presiden harus tegas,” kata Asrorun. (L/P002/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Comments: 0