MUI: ISU SINGKIL ACEH BERSUMBER DARI PENDIRIAN GEREJA SECARA ILEGAL

Konferensi Perss MUI Terkait Penanganan Isu Tolikara dan Aceh SSingkil (Foto : Khudzaifah)
Konferensi Perss Terkait Penanganan dan SSingkil (Foto : Khudzaifah)

Jakarta, 9 Muharam 1437/22 Oktober 2015 (MINA) – Dalam pernyataan sikap Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penanganan tragedi Tolikara Papua dan pembakaran gereja di Aceh , sumber dan akar masalah di Singkil adalah pendirian gereja-gereja dan undung-undung secara ilegal.

Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama, Yusnar Yusuf mengungkapkan, pembakaran gereja oleh sekelompok umat Islam di Singkil Aceh merupakan reaksi terhadap pembangunan gereja dan undung-undung yang merusak aturan dan kesepakatan.

“Sudah ada kesepakatan bersama antara pemuka agama Islam dan Kristen di Singkil itu sejak tahun 1979, juga sudah ada Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 mengenai kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah. Namun selalu saja sekelompok warga Kristen di Singkil yang melanggar,” Yusnar dalam Konferensi Perss di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (22/10) Sore.

Akhirnya muncul reaksi dari sekelompok umat Islam disana. Jadi sumber masalahnya adalah pelanggaran aturan yang diakukan sekelompok warga Kristen di Singkil.

Jadi janganlah dibolak-balikan faktanya, mereka yang memulai melanggar aturan kok kita yang dianggap tidak toleran,” kata Yusnar.

Menurutnya, yang menjadi keprihatinan MUI adalah penegakkan hukum yang dirasa berbeda dan tidak adil antara kasus di Aceh Singkil dengan kasus di Tolikara. Dalam hal ini penegakkan hukum terhadap pelaku peristiwa di Tolikara dari jamaah GIDI belum memenuhi rasa keadilan.

Saat ini hanya ada dua orang yang dijadikan tersangka dan hanya berstatus tahanan kota. Demikian pula tidak ada satupun terduga aktor intelektualnya, padahal rentang waktunya sudah 100 hari.

“Sementara saat menangani kasus Singkil, aparat kepolisian menangkap umat Islam disana dalam jumlah banyak, yang diduga melakukan pembakaran gereja dan undung-undung. Penangkapan dilakukan tapi tidak mengungkap secara fair siapa sebenarnya yang membuat masalah.

Ia mengungkapkan, solusi permanen  bisa dicapai sehingga akan melahirkan kerukunan antar umat beragama. Hal itu dimaksudkan karena melanggar PBM No 8 dan 9 tahun 2006 mengenai kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah, Sumber dan akar masalahnya berdirinya gereja-gereja dan undung-undung yang ilegal.

“Pemerintah kabupaten Aceh Singkil, Kepolisian dan lembaga pemerintah setempat tidak tanggap dan lambat dalam menangani dan menyelesaikan masalah berdirinya gereja dan undung-undung ilegal yang melanggar kesepakatan bersama dan PBM itu,” ujar Yusnar.

Akibatnya masalah menjadi terkatung-katung dan menimbulkan eskalasi kekecawaan dan keresahan di kalangan sebagian umat Islam yang pada puncaknya berwujud peristiwa pembakaran gereja ilegal yang memang seharusnya tidak boleh dilakukan. (L/P002/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.