MUSLIM JAUH LEBIH DULU TEMUKAN BENUA AUSTRALIA

(Foto: Rana/MINA)
Dr. Teuku Chalidin Yacob, MA. JP., Ketua Melayu Dunia (DMDI) Australia (paling kiri) saat menyampaikan sambutan dalam Konvensyen (Konvensi) Dunia Melayu Dunia Islam Ke-16 di Hotel Borobudur, Selasa (27/10).(Foto: Rana/MINA)

Jakarta, 15 Muharram 1437/28 Oktober 2015 (MINA) – Dr. Teuku Chalidin Yacob, MA. JP., Ketua Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) Australia, menyatakan, umat sudah menginjakkan kakinya di Benua Australia jauh sebelum pelaut  Inggris Kapten James Cook mendarat di benua itu pada 1770 menurut catatan sejarah umum yang saat ini tertulis.

“Sekitar tahun 1550, Australia sudah didatangi oleh pelaut-pelaut Indonesia, namun berbeda dengan kedatangan di era dan setelah Kapten Cook bahwa kedatangan orang-orang Makassar untuk mencari rezeki dengan penangkapan Teripang sebagai hasil usahanya,” kata Pendiri Ashabul Kahfi Islamic Centre Sydney– Australia itu.

Saat menyampaikan sambutan dalam Konvensyen (Konvensi) Dunia Melayu Dunia Islam Ke-16 di Hotel Borobudur, Selasa (27/10), putra Aceh yang sudah lebih 30 tahun menetap di negara Kangguru itu menyatakan, ada di antara para pelaut Makassar yang melakukan pernikahan dengan suku asli Australia (Aborigin), namun kebanyakannya tidak menetap dan mendominasi negeri Australia.

“Berbeda dengan orang putih yang datang membentuk koloni dan kemudian menguasai bangsa asli sehingga sampai sekarang masih tersisa di kalangan Aborigin yang antipati kepada pendatang kulit putih,” ujar Anggota Dewan Nasional Imam Australia (Australian National Imams Council – ANIC) tersebut.

Menurut catatan sejarah, orang Putih pertama yang mendarat di Australia pada 1770 adalah Kapten James Cook yang mendarat di Botany Bay, Kawasan Sydney, New South Wales, Australia.

Kemudian dilanjutkan dengan pengiriman tahanan politik dari Inggris yang kemudian pendatang itu membentuk koloni New South Wales. Selanjutnya terus mengalir pendatang dari Inggris dan Eropa, sedikit demi sedikit sehingga Australia dikuasai orang-orang kulit putih (Barat) dan Pemerintah Inggris.

Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) Pusat periode 1986-1989 itu, menyatakan, jauh sebelum Kapten Cook, para pelaut Makassar yang misi kedatangannya adalah berdagang justru dapat mengadakan komunikasi baik dengan masyarakat pribumi. Sehingga hubungan itu dapat terjaga dengan baik hingga ada di antara mereka yang berjalani hubungan hingga ke tingkat pernikahan dengan penduduk pribumi (Aborigin).

Bahasa dan Budaya Melayu sudah punya sejarah panjang di Australia, yaitu dengan terjadinya pernikahan Pendatang Makassar dengan penduduk asli Australia (Aborigin) dan ini sudah terjadi sejak tahun 1500.

Di samping itu, Indonesia merupakan negara tetangga manyoritas Muslim terdekat dengan benua itu, sehingga lebih mudah dan praktis untuk menjalin hubungan bisnis dan traveling.

Berdasarkan  hasil penyelidikan tesis PhD Teuku Chalidin dengan judul “Pendatang Muslim Indonesia di Australia” itu, peninggalan-peninggalan batu nisan yang bertulisan Melayu di kuburan lama di pesisir barat dan utara Australia sebagai bukti nyata hingga kini.

“Juga lebih dari 250 kata dalam bahasa Bugis Makassar digunakan di dalam masyarakat Australia, begitu juga sebaliknya di Makassar Indonesia terdapat kata-kata Aborigin. Jadi Masyarakat Muslim Melayu bukan pendatang di Australia,” ungkapnya.

Di samping itu, dia melanjutkan, pendatang Indonesia/Melayu yang punya keyakinanAgama Islam, lebih santun dan damai di dalam menjalankan keyakinan agamanya. Karena itu, Islam yang dibawa oleh masyarakat Melayu lebih dapat diterima oleh masyarakat Australia sehingga tidak sedikit masyarakat Australia yang memeluk agama Islam di Masjid, Mushalla dan Islamic Centre yang dikelola oleh masyarakat Indonesia/Melayu.

Sejarah juga telah membuktikan bahwa Islam masuk ke nusantara tidak melalui perang atau kekerasan, hanya melalui komunikasi perdagangan dan perkawinan sehingga dapat melahirkan Islam yang damai dan santun.

Sehingga manakala masyarakat Australia melihat sinis terhadap Islam atau masyarakat Muslim, maka Muslim dan Islam yang dibawa oleh pendatang-pendatang Indonesia/Melayu menjadi alternatif atau referensi sehingga dapat memberikan nilai positif kepada Islam sebagai suatu agama yang datangnya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Konvensyen (Konvensi) Dunia Melayu Dunia Islam Ke-16 yang digelar Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) itu berlangsung pada 26-28 Oktober 2015.

Konvensi dihadiri sekitar 300 peserta lebih dari 18 negara.

Peserta konvensi merupakan perwakilan negara- negara yang tergabung dalam DMDI, seperti, perwakilan dari Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Singapura, Kamboja dan negara Asia Tenggara lainnya.

Selain itu, perwakilan negara minoritas Melayu Islam seperti Cina, Sri Lanka, Australia, Maladewa, Afrika Selatan, Belanda dan Inggris.(L/R05/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0