Muslim Kashmir: “Kami Kehilangan Tiga Jiwa Dalam Sehari”

Shalat jenazah komandan muda Hizbul Mujahidin, Burhan Muzaffar Wani, di , Juli 2016. (Foto: Media Diversifield)

Hampir tidak ada orang di desa Amshipora, Kashmir Selatan, yang berhasil tidur sepanjang malam. Lagu-lagu kebebasan dan pembangkangan menentang negara pendudukan India yang dimainkan melalui pengeras suara masjid, membuat semua orang terjaga.

Bagaimanapun juga, kesedihan karena kehilangan pemuda yang cerdas di desa itu begitu dalam, sehingga entah bagaimana semua orang merasa bahwa mereka harus berduka cita dengan kepergian Aitimad Hussain Dar yang dekat dengan mereka.

Aitimad Hussain Dar berusia 26 tahun dengan titel MPhil dari Universitas Hyderabad. Dia dibunuh oleh pasukan pemerintah India bersama empat rekannya dalam tembak-menembak yang lama di desa Kachdora, tidak jauh dari rumahnya.

Aitimad telah meninggalkan mimpinya untuk mengejar program PhD di Universitas Kashmir dan memilih mengangkat senjata melawan pemerintah pendudukan India.

Pada Ahad malam, 1 April 2018, beberapa jam setelah mereka meninggal, polisi menyerahkan jenazah yang setengah terbakar kepada keluarganya untuk melakukan upacara terakhir.

Ketika sinar matahari Senin pertama menyentuh desa, para pelayat dari desa-desa tetangga masuk ke Amshipora untuk melihat sekilas Aitimad yang mereka pandang sebagai pahlawan dan syuhada.

Pemakaman berlangsung selama berjam-jam karena banyaknya pelayat membuat shalat jenazah dilakukan beberapa putaran.

“Dia (Aitimad) berasal dari keluarga kaya dan hidup mewah. Dia tidak pernah menunjukkan kecenderungan terhadap militansi. Dia adalah orang yang tenang dan banyak membaca,” kata teman-temannya.

Ada empat pemakaman yang dilakukan di daerah-daerah distrik Shopian dan Kulgam di Kashmir selatan pada Senin, 2 April 2018, menarik puluhan ribu pelayat yang menyerukan slogan-slogan prokebebasan.

Keluarga Thokar

Beberapa mil jauhnya dari desa Amshipora, desa Paddarpora juga sedang berduka atas kematian Rayees Ahmad Thokar. Rayees tewas dalam baku tembak di selatan.

Rayees memilih mengangkat senjata enam bulan sebelumnya dan menjadi bagian dari kelompok pejuang Hizbul Mujahidin. Ia masih remaja dan seharusnya memulai kuliahnya tahun ini.

Rayees bukan putra pertama yang hilang dari Keluarga Thokar. Lima belas tahun yang lalu, kakak laki-laki Rayees, juga seorang pejuang Hizbul Mujahidin, meninggal karena alasan sama yang menyebabkan Rayees menyerahkan nyawanya.

Ketika Keluarga Thokar baru saja selesai memakamkan Rayees, berita kematian baru mendatangi mereka. IshfaqThokar, sepupu Rayees, dan juga seorang pejuang Hizbul Mujahidin, tewas dalam baku tembak lain dengan pasukan pemerintah.

Banyaknya pelayat korban penembakan pasukan India di Kashmir Selatan, membuat lokasi shalat jenazah penuh, membuat sejumlah pelayat shalat di atas pohon. (Foto: GK/Mir Wasim)

Anak-anak Thokar bukanlah satu-satunya yang dikubur oleh para pelayat di desa. Mereka diberi tahu bahwa Gayasul Islam, anak lelaki lain di desa itu, dan juga seorang pejuang Hizbul Mujahidin dibunuh oleh pasukan pemerintah India.

Demikian halnya dengan Gayas, jika dia tidak mengangkat senjata, akan mulai kuliah tahun ini.

“Kami kehilangan tiga jiwa yang lembut dalam sehari. Ini tidak kurang seperti hari kiamat bagi kami,” kata seorang penduduk desa.

Pencurahan kemarahan dan kesedihan serupa terlihat di distrik Kulgam di dekatnya. Para pelayat menguburkan dua pria, yaitu seorang pejuang gerilya dan seorang warga sipil lainnya yang terbunuh oleh pasukan Pemerintah India.

Aaqib Bashir berhenti sekolah untuk bergabung dengan Hizbul Mujahidin pada tahun lalu. Sementara Mehraj-u-din Mir ditembak oleh pasukan Pemerintah, ketika dia dan banyak demonstran lainnya melempari pasukan Pemerintah dengan batu.

Mehraj bersama warga lainnya membantu militan yang terkepung untuk melarikan diri. Dia terluka parah dan meninggal kemudian di rumah sakit.

Ketika pemakaman dilakukan, banyak pelayat memisahkan diri dan melemparkan batu kepada pasukan Pemerintah yang berjaga.

Seperti biasa, pasukan Pemerintah menjawab dengan menembakkan peluru kepada para demonstran, menyebabkan sedikitnya selusin pemrotes cedera.

“Tiga dari yang terluka terkena pelet di mata,” kata seorang dokter di SDH Shopian.

Di Seer, distrik Anantnag, empat demonstran dirawat di rumah sakit dengan luka yang ditimbulkan peluru pelet.

Lembaga HAM Amnesty International India telah lama menyerukan “larangan segera” penggunaan senjata pelet di Kashmir.

Lembaga itu menganjurkan agar pengadilan mengadili personel polisi dan militer yang terlibat dalam penggunaan amunisi “mematikan” itu secara tidak proporsional.

Sudah ribuan warga Kashmir menderita luka peluru pelet, ratusan di antaranya menderita luka di mata hingga alami kebutaan permanen. Polisi India menggunakan senapan berpeluru pelet untuk membubarkan demonstran yang sering terjadi. (AT/RI-1/RS2)

Sumber: Greater Kashmir

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.