MUSLIMAH PERANCIS KEMBALI SEKOLAH PAKAI ROK PANJANG

Sarah K, siswi Muslim Perancis yang dilarang masuk sekolah karena mengenakan rok panjang. (Foto: AA)
Sarah K, yang dilarang masuk karena mengenakan rok panjang. (Foto: AA)

Charleville-Mezieres, Perancis, 23 Rajab 1436/12 Mei 2015 (MINA) – Sarah K, siswi sekolah 15 tahun yang sebelumnya dilarang masuk sekolah karena mengenakan rok panjang sehingga memicu kegemparan di Perancis dan seluruh dunia, kini kembali ke sekolah dengan pakaian khasnya.

Senin (11/5), Sarah melangkah ke sekolah SMP Leo Lagrange di timur laut Perancis, dengan mengenakan rok bermotif cetakan bunga abu-abu.
Bulan lalu, siswi Muslim Perancis keturunan Aljazair ini telah diskors dari sekolah oleh kepala sekolah, Maryse Dubois, karena mengenakan rok panjang dan diminta pulang untuk mengganti pakaiannya, kemudian kembali ke sekolah.

Dalam surat yang dikirim ke keluarganya, Dubois mengatakan, rok hitam panjang Sarah diduga mencerminkan keyakinan agama dan melanggar aturan sekuler yang ketat dari pemerintah Perancis.

Kepala sekolah lebih lanjut mengatakan, rok itu “terlalu religius secara terbuka”.

Saat menuju sekolahnya hari Senin, Sarah berbicara kepada Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Selasa.

“Saya tidak melakukan kesalahan, saya menghormati hukum seperti ketika saya selalu melepas jilbab sebelum masuk sekolah, sehingga tidak perlu bagi saya mengubah apa yang saya pakai. Saya akan terus berpakaian dengan cara saya yang menyenangkan dan menerima pendidikan saya,” kata Sarah.

Saat ini, Sarah tidak ditolak lagi masuk ke sekolah, namun itu tidak berarti bahwa diskriminasi terhadap siswi-siswi Muslim lainnya telah berakhir di Perancis.

Anadolu Agency mencatat, ada beberapa gadis lain yang seperti Sarah, juga telah diskor oleh sekolah karena mengenakan rok panjang.

Ketika gadis Muslim seperti Sarah melepas jilbab sebelum masuk sekolah, mereka sebenarnya mematuhi hukum Perancis 2004 yang melarang siswa mengenakan “simbol-simbol mencolok” apapun dari agama, seperti jilbab, kupluk atau salib di sekolah-sekolah.

Namun ketika ditanya, mengapa gadis Muslim menjadi target sementara siswa non Muslim tidak menghadapi diskriminasi serupa di sekolah, kepala sekolah menolak memberikan komentar kepada Anadolu Agency.

Sementara Menteri Pendidikan Najat Vallaud-Belkacem mendukung keputusan sekolah yang menskor Sarah, namun menyangkal bahwa itu didasarkan pada “panjang atau warna rok siswa”.

Sebaliknya Vallaud-Belkacem mengatakan kepada radio Prancis RTL pada 30 April, keputusan itu didasarkan pada “perilaku” siswa, alasan yang keluarga Sarah bantah keras.

“Itu tidak benar. Tidak ada yang salah dengan perilaku putri saya, bahkan surat yang kami terima (dari sekolah) menyebutkan dengan jelas, Sarah dipulangkan karena cara dia berpakaian,” kata ibu Sarah, Ourida.

Sang ibu mengatakan, sikap kepala sekolah berubah hanya setelah berita diskriminasi menyebar seperti virus global.

Setelah itu, keluarga Sarah kemudian dihubungi oleh sekolah, meminta mereka untuk bertemu di hadapan inspektur dari kementerian.

“Keputusan sekolah didasarkan pada diskriminasi, itu dibuat atas dasar bahwa anak saya adalah seorang Muslim,” tambah Ourida.

“Mulai sekarang, saya tidak akan menghadiri pertemuan tanpa didampingi pengacara, karena mereka (administrasi dan pelayanan pendidikan sekolah) terus berubah fakta,” tambahnya.

Banyak orang di Perancis dan luar negeri setuju kasus Sarah adalah masalah diskriminasi dan bukan kasus perilaku nakal oleh seorang siswa sekolah seperti yang dituduhkan. (T/P001/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0