Naypydaw, 18 Muharam 1434/21 November 2013 (MINA) – Pemerintah Myanmar telah menolak resolusi PBB yang mendesak memberikan kewarganegaraan kepada Muslim Rohingya dan mengakhiri kekerasan terhadap minoritas Mislim di Negara itu yang selama ini teraniaya.
Juru bicara Presiden Myanmar, Ye Htut, mengatakan pada Kamis (21/11) bahwa PBB tidak bisa menekan Myanmar ke mengubah sikapnya atas masalah kewarganegaraan terhadap etnis Rohingya karena hal itu mutlak urusan dalam negeri Myanmar.
“Kita tidak bisa memberikan hak-hak kewarganegaraan bagi mereka yang tidak sesuai dengan hukum. Itu adalah hak berdaulat kami,” katanya dalam sebuah posting di halaman Facebooknya yang sering dia gunakan untuk mengeluarkan pernyataan resmi.
Pada Selasa (19/11) lalu, komite hak asasi manusia Majelis Umum PBB menyatakan keprihatinan serius atas kekerasan terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine barat. Komite 193 negara juga meminta pemerintah Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan kepada warga Rohingya serta memberi akses yang sama dengan warga Negara lainnya.
Baca Juga: HRW: Pengungsi Afghanistan di Abu Dhabi Kondisinya Memprihatinkan
Ye Htut menekankan pemerintah menolak penggunaan kata Rohingya, dan bersikeras bahwa mereka adalah warga Bengali di negara bagian Rakhine yang sesuai dengan hukum kewarganegaraan 1982 tidak bisa mendapatkan kewarganegaraan. Press tv melaporkan seperti dikutip Mi’raj News Agency (MINA).
Pemerintah Myanmar menyangkal dengan kesepakatan hokum Antara Negara-negara di Asia Tenggara yang mengeluarkan peraturan kewarganegaraan suatu suku/ komunitas adalah mereka tinggal di suatu daerah sebelum 1823. Dari kesepakatan hukum itu, Myanmar mengakui 130 kelompok minoritas, namun efektif menyangkal sekitar 800.000 Muslim Rohingya.
Muslim Rohingya telah menderita penyiksaan, diskriminasi, dan represi selama bertahun-tahun. Ratusan dari mereka diyakini telah tewas dan ribuan mengungsi akibat serangan oleh ekstrimis Budha.
Para ekstremis sering menyerang Muslim Rohingya dan membakar rumah mereka di beberapa desa di Rakhine. Pasukan Tentara Myanmar diduga membantu mereka dengan menyediakan bensin untuk membakar rumah-rumah penduduk desa Muslim.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Kekerasan terhadap Muslim di Myanmar dipelopori oleh komunitas radikal biksu yang melihat kehadiran komunitas Muslim sebagai ancaman, sementara pemerintah juga dituduh gagal melindungi umat Islam.
Kekerasan terhadap komunitas Muslim Rohingya telah menimbulkan kekhawatiran internasional dan kecaman bagi pemerintah Myanmar. PBB menyatakan etnis Rohingya sebagai salah satu etnis di dunia yang paling teraniaya.
Komite PBB mengeluarkan resolusi mendesak Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan bagi warga Rohingya dan menindaklanjuti secara hukum terkait kekerasan Budha terhadap mereka dan umat Islam lainnya di negara-negara Asia Tenggara.
Komite Majelis Umum HAM mengeluarkan resolusi tahunan untuk Myanmar pada Selasa (19/11), dan menyambut pembebasan sejumlah tahanan politik yang dijanjikan Thein Sein untuk dibebaskan pada akhir tahun.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Komite PBB itu mendesak pemerintah Myanmar memenuhi komitmennya untuk membebaskan mereka pada akhir tahun 2013, tanpa syarat, dan untuk menjamin pemulihan penuh hak dan kebebasan mereka.
Resolusi itu juga menyatakan keprihatinan tentang sisa pelanggaran HAM, termasuk penangkapan sewenang-wenang dan penahanan aktivis politik dan pembela hak asasi manusia, pemindahan paksa, penyitaan tanah, pemerkosaan dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual serta penyiksaan serta perlakuan kejam yang tidak manusiawi dan masih terjadi hingga kini.
Dalam resolusi tersebut, komite yang terdiri atas 193 negara menegaskan kembali kekhawatiran serius tentang kekerasan komunal dan kekerasan lain terhadap minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.
Resolusi yang akan dilanjutkan ke sidang Majelis Umum PBB, mengakui upaya-upaya reformasi yang dilakukan sejauh ini di Myanmar.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Utusan Eropa dan AS meminta Myanmar untuk meningkatkan upaya reformasi. Dubes AS Samantha Power berkomentar pekan ini bahwa kemajuan telah dibuat di Myanmar. Myanmar, bagaimanapun, telah membebaskan 69 tahanan politik pekan lalu.
Banyak Budha Myanmar melihat etnis Rohingya sebagai penyusup yang dibawa oleh penjajah Inggris dari Bangladesh modern, tetapi banyak warga Rohingya mengatakan mereka telah tinggal di negara yang dulu dikenal sebagai Burma itu selama ratusan tahun. (T/P04/R2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam