Nabi Adam ‘Alaihis Salam, hidup sekitar tahun 5872 SM sampai 4942 SM, atau berumur 930 tahun, menurut pendapat yang paling mungkin, adalah manusia pertama yang membangun Masjidil Aqsa di kawasan Baitul Maqdis, Palestina.
Sebelum membangun Masjidil Aqsa, Nabi Adam ‘Alaihis Salam terlebih dahulu atas perintah Allah membangun Ka’bah di kompleks Masjidil Haram, di Kota Makkah, Arab Saudi, sebagai rumah ibadah pertama bagi umat manusia untuk menyembah kepada Allah, sekaligus sebagai kiblat pertama umat manusia.
Bangunan Masjidil Haram selengkapnya pada masa itu tentu tidak seperti bangunan sekarang yang lengkap dengan menara, bangunan megah lengkap dengan tiang-tiang besarnya. Masjidil Haram pada waktu itu hanya berupa tempat lapang dengan batas-batas tertentu yang digunakan untuk beribadah dan bermunajat kepada Allah. Batas-batasnya sekaligus dibuat oleh Nabi Adam ‘Alaihis Salam.
Istimewanya lagi, batas-batas pondasi Ka’bah (di kompleks Masjidil Haram) dan Masjidil Aqsa sama dan sebangun, karena keduanya dibangun atas petunjuk Allah.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Empat puluh tahun setelah membangun pondasi dan batas-batas Masjidil Haram, Nabi Adam ’Alaihis Salam membangun Masjidil Aqsa, sebagai rumah ibadah kedua untuk menyembah Allah.
Di dalam buku Baitul Maqdis for Dummies, (Felix Siauw, Al-Fatih Press, 2024) disebutkan, Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa merupakan dua masjid suci yang Allah tetapkan menjadi kiblat kaum Muslimin dari masa ke masa sejak zaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam hingga sekarang.
Dalam sejarah perpindahan kiblat terjadi dalam dua masa, yakni pada masa Nabi Musa ‘Alaihis salam dan era Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam.
Artinya, sejak jaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam, Nabi-Nabi beribadah shalat menghadap Ka’bah, Masjidil Haram. Kemudian sejak Nabi Musa ‘Alahis Salam, kiblatnya pindah ke Masjidil Aqsa.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Adapun pembangunan Ka’bah disebutkan di dalam Al-Quran:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَٰلَمِينَ
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi alam semesta.” (QS Ali Imran [3]: 96).
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa melalui ayat ini Allah memberitahukan, rumah pertama yang dibangun manusia untuk menyembah Allah adalah Baitullah atau Ka’bah di Bakkah (Makkah). Manusia melakukan thawaf di sekelilingnya, shalat dengan menghadapnya, serta beri’tikaf di sisinya.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Manusia juga pergi haji menuju Ka’bah, dan oleh karena itu pula, Allah menyebutnya sebagai tempat yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi alam semesta.
Adapun pembangunan konstruksi awal Masjidil Aqsa dibangun oleh Nabi Adam ‘Alaihis Salam setelah membangun konstruksi Masjidil Haram.
Hal ini seperti disebutkan di dalam hadits, tentang jawaban Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atas pertanyaan Sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu yang bertanya tentang masjid pertama kali dibangun di muka bumi.
عن أَبي ذَرٍّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلَ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهْ فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيهِ
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Artinya: Dari Abu Dzar, ia bertanya: “Wahai Rasulullah, masjid mana yang dibangun pertama kali di muka bumi?” Beliau menjawab, “Masjidil Haram.” Aku bertanya lagi, “Kemudian yang mana lagi?” Beliau menjawab, “Masjidil Aqsa.” Aku bertanya, “Berapa lama jarak pembangunan di antara keduanya?” Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Kemudian di mana pun waktu shalat datang kepadamu, maka shalatlah sebab keutamaan shalat pasti diperoleh di tempat tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ka’bah di kompleks Masjidil Haram, merupakan rumah berbentuk kubus, sesuai dengan kondisi iklim gurun Arab, yang panas kering pada siang hari dan dingin pada waktu malam.
Temboknya disusun dari batu gunung dengan perekat lumpur tanah liat. Atapnya dirangkai dari kayu dan ranting yang kemudian dilumuri lumpur.
Tembok dari tanah liat bisa menyerap panas. Ketika udara dingin pada waktu malam hari, dinding itu mengeluarkan hawa hangat. Atap datar yang rapat menjaga suhu tetap nyaman di dalam ruangan. Atap datar dipilih karena di daerah tersebut jarang hujan.
Rumah ibadah dengan arsitektur yang masih sangat sederhana, mencerminkan kesederhanaan hidup masyarakat gurun kala itu.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Batas-batas pondasi Ka’bah di Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa yang dibangun oleh Nabi Adam ‘Alaihis Salam pun sama dan sebangun.
Batas-batas Masjidil Aqsa, sebagaimana terlihat dari tembok yang mengelilinginya, sebagian besar tidak mengalami perubahan sejak pertama kali didirikan hingga saat ini. Meski beberapa kali dibongkar dan hancur karena berbagai faktor, seperti halnya Masjidil Haram yang terkena hal yang sama. Namun pondasi dasarnya tetap ada, dan kemudian diperbarui oleh para Nabi dan pemimpin Islam sesudahnya.
Banyak peneliti yang meyakini bahwa Masjidil Haram di Mekkah masih dihuni hingga zaman Nuh ‘Alaihis Salam, dan sempat terkubur usai banjir bandang.
Ketika Nabi Ibrahim ‘Alahis Salam hijrah ke Makkah dari Baitul Maqdis bersama istrinya, Hajar, dan bayinya Ismail, bangunan Ka’bah berupa reruntuhan. Kawasan ibadah itu telah lama ditinggalkan orang.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Setelah muncul sumur Zamzam, dataran Makkah yang sunyi itu menjadi ramai. Bani Jurhum menjadi suku pertama yang ikut menetap bersama Hajar dan Ismail ‘Alaihis Salam di wilayah itu.
Saat Nabi Ismail ‘Alaihis Salam besar, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam mengajak putranya merekonstruksi kembali reruntuhan Ka’bah sebagai tempat beribadah.
Allah menyebutkannya di dalam ayat:
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِيمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Artinya: “Ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (sambil berdoa): Ya Tuhan kami terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 127).
Selanjutnya, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam menetap di kawasan Baitul Maqdis, Palestina, dan beribadah di kawasan Masjidil Aqsa. Dilanjutkan oleh putranya, Nabi Ishaq ‘Alaihis Salam, dan cucunya Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam.
Kemudian dilanjutkan keturunan Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam atau Nabi Israil atau Bani Israil, yakni Nabi Dawud ‘Alaihis Salam dan diperbaharui kembali oleh Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam pada tahun 1000 SM.
Pemindahan Kiblat Pertama dan Kedua
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Semua Nabi-Nabi tersebut masih menghadap dalam shalatnya ke Masjidil Haram (Ka’bah). Kemudian pada jaman Nabi Musa ‘Alaihis Salam, beralih kiblatnya ke Masjidil Aqsa.
Pada awal dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Makkah, Rasul masih berkiblat ke Masjidil Aqsa sejak shalat (qiyamul lail) pada awal pertama menerima wahyu setelah surat Al-‘Alaq. Sampai kemudian berpindah kiblat 16-17 bulan setelah peristiwa Isra Mi’raj.
Islamweb mengutip pendapat Ibnu Katsir, yang mengatakan bahwa dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, diperintahkan untuk shalat, dan kiblatnya adalah menghadap Masjidil Aqsa.
Rasulullah ‘Alaihi Wasallam saat itu berada di Makkah, dan biasa melaksanakan shalatnya di antara dua pilar, yaitu di depannya Ka’bah, sekaligus menghadap Masjidil Aqsa.
Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah
Ketika hijrah ke Madinah, tidak mungkin menggabungkan keduanya, karena letaknya yang bertolak belakang. Rasul menghadap kiblatnya ke Masjidil Aqsa, sementara Baitulah ada di belakang beliau.
Sampai kemudian turun perintah pemindahan kiblat dari Masjidil Haram ke Baitullah di Masjidil Haram, sebagaimana disebutkan di dalam Surah Al-Baqarah ayat 144 yaitu :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 144).
Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan
Prof. Dr. Abd al-Fattah el-Awaisi dalam bukunya Roadmap Nabawiyyah Pembebasan Baitul Maqdis (Institut Al-Aqsa, 2022) menyimpulkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaksanakan shalat lima waktu setelah Isra Mi’raj, sewaktu berada di Mekkah sebelum Hijrah hingga sesudah hijrah ke Madinah, adalah menghadap kiblat ke Masjid Al-Aqsa. Kiblat pertama dalam shalat lima waktu ke Masjidil Aqsa ini dikerjakan dalam kurun waktu 16 bulan. Sebelum Allah memerintahkan mengubah arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha Palestina ke Masjid Al-Haram di Mekkah, setelah beliau di Madinah.
Jika ditambahkan dengan berkiblat ke Masjidil Aqsa setelah hijrah ke Madinah hingga tahun ke-2 Hijrah, sebelum kemudian berpindah ke Masjidil Haram. Maka secara keseluruhan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam shalat berkiblat ke Masjidil Aqsa sekitar 14,5 tahun.
Kini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk tetap menjaga, memuliakan dan memakmurkan kedua masjid paling utama tersebut, Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa. []
Ali Farkhan Tsani adalah Duta Al-Quds Internasional
Mi’raj News Agency (MINA)