Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation, New York
Tak terpungkiri lagi bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dihadirkan untuk menjadi manusia terbaik dan termulia. Nilai-nilai (values) agung yang beliau miliki menjadikan semua kalangan tidak mampu mengingkari kata batinnya untuk mengakui jika beliau adalah manusia sempurna.
Kesempurnaan yang kita maksud tentunya adalah kesempurnaan dalam mewakili wajah Islam yang sempurna (kamaliyat Al-Islam). Karena beliau memang adalah “the walking qur’an” (Al-Quran yang berjalan).
Kesempurnaan baginda Rasulullah ini diakui bahkan oleh mereka yang tidak mengimaninya sebagai utusan Tuhan (Rasul Allah). Ketidak imanan mereka atau kekafiran mereka kepada kerasulan (risalah atau ajarannya) tidak mampu menutup realita akan keagungan dan kemuliaan sosok Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Sikap ini sekaligus menampakkan sebuah paradoks. Mengingkari kerasulan Rasulullah yang relevansinya pengingkaran kepada “risalah” (ajaran atau message) Rasulullah. Tapi di sisi lain mengagumi Rasul yang sejatinya memiliki kepribadian yang terbentuk mulia karena risalah itu. Bukankah “akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an?” (Hadits).
Sikap paradoks itu terjadi bahkan terbuka tanpa malu. Ambillah sebagai misal, bagaimana dunia Barat dengan konsep sekularisme berusaha memisahkan antara agama dan kehidupan publik. Seolah urusan agama itu adalah urusan privat dengan ruang yang sangat sempit dalam rana kehidupan manusia. Islam itu sholat dan dzikir. Tapi Islam jangan dikaitkan dengan ekonomi dan pasar. Itu relevan dengan masjid. Tapi jauhkan Islam itu dari parlemen.
Sikap paradoks itu kemudian terjadi ketika seorang penulis Barat menempatkan Muhammad sebagai pemimpin dunia yang paling berpengaruh dengan pengakuan positif. Bahwa betapa Muhammad Shalallahu alaihi wasallam telah menghadirkan kepemimpinan yang luar biasa. Memberikan pengaruh positif kepada miliaran manusia dengan pendekatan yang unik.
Ketika Michel Chart memberikan penilaian kepada Rasulullah itu apakah penilaian itu ada pada kepemimpinan agama dalam arti yang sempit? Atau penilaian itu adalah kepemimpinan yang bersifat universal dalam kehidupan manusia?
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Logika sederhana pastinya menyimpulkan bahwa kepemimpinan yang dimaksud itu adalah kepemimpinan universal kemanusiaan (imaman linnas). Bahwa Muhammad Shalallahu alaihi wasallam telah hadir sebagai “Most Influential” dari 100 pemimpin dunia yang dinilai saat itu. Sungguh pengakuan di bawah alam sadarnya bahwa Muhammad dan risalahnya (Islam) telah hadir membawa tuntunan kepemimpinan yang paling dirindukan oleh dunia.
Sikap Barat khususnya dan dunia umumnya terhadap baginda Rasulullah ini merupakan penampakan ketidak jujuran mereka kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Persis sikap orang-orang musyrik Mekah ketika itu. Memperlihatkan resistensi yang tinggi kepada Rasulullah. Tapi ketika mereka berada di antara kaum mereka sendiri mereka memuji ketinggian akhlak Rasulullah.
Kelahiran Rasulullah lima belas abad silam tetap menjadi “busyra” (berita gembira) kepada dunia yang sedang dilanda berbagai dekadensi dalam segala lini kehidupan dan sedang terjangkiti penyakit kronis. Berbagai ancaman itu semakin nampak. Kebangkrutan ekonomi tidak dipungkiri. Kebangkrutan politik yang terancam oleh kebangkitan new konservatisme yang bertopeng Demokrasi dan yang paling berbahaya adalah kebangkrutan moralitas manusia.
Korupsi dan deviasi dari kehidupan “Fitri” yang melanda secara masif kehidupan manusia pada galibnya karena kebangkrutan moralitas tadi. Jahatnya seringkali kekuatan perekonomian dan kekuasaan politik menjadi alat untuk meloloskan berbagai deviasi (immoralitas) itu.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Oligarki mengontrol kekuasaan yang mengantar kepada legalisasi berbagai penyelewengan itu. Terjadi justifikasi berbagai deviasi atau korupsi dengan dalih Konstitusi. Penyelewengan-penyelewengan itu kemudian menjadi biasa bahkan dibungkus dengan Konstitusi. Pada akhirnya terjadi pembenaran korupsi dan deviasi atas nama Konstitusi (penyelewengan konstitusional).
Keadaan dunia seperti ini yang merindukan kehadiran Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Seorang Rasul yang telah dilahirkan dan diamanahi untuk menghadirkan lentera kehidupan. Kini Nabi itu dirindukan oleh dunia. Mungkin dalam bahasa Karen Amstrong: “Muhammad, the Prophet of our time”. Judul buku yang luar biasa itu mengakui secara jujur bahwa Muhammad itu adalah “salvation” (penyalamatan) dunia saat ini dari ambang kebangkrutannya. Semoga! (AK/RE1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran