Nabilla Azziati Balita Asal Simeulue Berjuang Melawan Penyakit Komplikasi

Banda , MINA – , bocah berusia tiga tahun asal kabupaten Simeulue kini harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUD ZA) Banda Aceh. Kondisinya kian memprihatinkan.

Berbeda dengan anak seusianya, Nabilla terlihat kurus, sesekali ia gagap,  di Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue, Nabilla di diagnosa mengalami , Gizi Buruk, Bocor Jantung, Katarak, hingga gangguan pendengaran akut, Senin (1/7).

Anak ke empat dari pasangan Suami Istri Ali Rahman dan Asmani ini terpaska dirujuk kerumah sakit di Banda Aceh.

Menurut Asmani, awalnya Nabilla mengidap penyakit katarak saat masih berusia sembilan bulan, namun tim dokter belum bisa mengambil langkah oprasi. Selama di Simeulue, Nabilla hanya melakukan rawat jalan saja.

“Di Simeulue dokter mata juga susah, kadang mereka cuma masuk sepekan dua kali, jadi kami harus menyesuaikan dengan jadwal dokter untuk berobat, tapi dokter juga sudah menyarankan untuk di bawa ke Banda Aceh,” kata Asmani.

Kesulitan ekonomi juga penyebab tertundanya Nabilla diberangkatkan ke Banda Aceh untuk mendapat perawatan yang lebih baik. Asmani yang berprofesi sebagai guru honorer di Sekolah Dasar harus menabung terlebih dahulu dari honor yang ia terima di sekolah, agar anak nya bisa dirujuk ke Banda Aceh.

“Begitu saya tau dia sakit nya semakin parah, dokter di Simeulue juga sudah sarankan ke Banda Aceh, saya nabung dulu sikit-sikit, jadi sekaranglah baru bisa kami bawa ke Banda Aceh,” ungkapnya.

Selama di RSUDZA, anaknya sudah menjalani serangkaian penanganan medis dan perawatan. “Alhamdulillah, berat badan Nabila yang sebelumnya 7,3 kg menjadi 7,7 kg dalam waktu kurang dari dua bulan,” ujar Asmani.

Tim medis RSUDZA juga sudah melakukan operasi katarak kedua mata putrinya itu, Kini, Nabila terus menjalani terapi saraf sebanyak dua kali seminggu dan penanganan gizi.

Hasil diagnosa dokter, Nabila juga terindikasi mengidap bocor jantung, namun Asmani belum tahu bagaimana rencana penanganan lebih lanjut. Sementara gangguan pendengaran, juga belum ada kemajuan karena alat bantu dengar yang ditanggung BPJS ternyata tidak merespons ketika dipasangkan ke telinga anaknya.

“Menurut informasi, alat itu harus beli sendiri. Dengar-dengar harganya mencapai Rp 80 juta. Ya Allah dari mana kami dapatkan uang sebanyak itu,” ujar Asmani.

Sejak dirujuk ke Banda Aceh, Asmani terpaksa ngekos di salah satu rumah di belakang rumah sakit tersebut. Sementara suaminya, Ali Rahman harus kembali ke Simeulue mencari nafkah sebagai penjual ikan untuk kehidupan mereka yang memang tercatat sebagai keluarga pra sejahtera (miskin).

Keberadaan Asmani bersama anaknya, Nabila terpantau oleh seorang relawan lembaga Blood fo Life Foundation (BFLF) Aceh yang diketuai Michael Octaviano.

“Kami pun kemudian tampung Nabila bersama orangtuanya di rumah singgah pasien kurang mampu di Jalan Cumi-cumi, Lampriek, tak jauh dari RSUDZA,” kata Michael.

Asmani mengaku sangat terbantu dengan berbagai fasilitas yang didapat di ‘Rumah Singgah BFLF’ tersebut. Bahkan dia bisa bertemu dengan pasien lainnya dari Simeulue dan berbagai wilayah Aceh yang sedang menjalani perawatan di RSUDZA. (L/AP/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.