OTORITAS RAKHINE: KEPERCAYAAN UNSUR PENTING DALAM HUBUNGAN MASYARAKAT

kondisi kamp rohingya

kondisi kamp rohingya
Kamp pengungsi (Potho: Dailystar)

Rakhine, 21 Rabi’ul Awwal 1436/12 Januari 2015 (MINA) – Otoritas Rakhine dari Myebon Township, Pe Than mengatakan, hidup bersama dan membangun sebuah kepercayaan dalam hubungan masyarakat merupakan esensi yang sangat penting.

“Hidup bersama akan terjadi setelah membangun kepercayaan. Kepercayaan adalah esensi penting,” jelas Pe Tha.

Pe Than dan Pelapor Khusus HAM untuk , Yanghee Lee sebagaimana yang diberitakan Democratic Voice Of Burma dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan mereka bertemu dengan anggota parlemen dan tokoh masyarakat di Myebon, Arakan, pada Jumat mendengar tentang tantangan untuk eksistensi Buddha dan komunitas Muslim menegaskan pentingnya program verifikasi kewarganegaraan.

Majelis Umum PBB menyetujui resolusi pada akhir tahun lalu yang mendesak pemerintah Myanmar untuk memberikan hak kewarganegaraan penuh untuk bergerak bebas kepada Muslim Rohingya di negara bagian Arakan.

Pemerintah Myanmar menolak keberadaan kelompok etnis Rohingya, bersikeras menyebut mereka dengan panggilan “Bengali” yang bermigrasi ke Myanmar dari negara tetangganya, Bangladesh. Pemerintah telah mengindikasikan akan mempertimbangkan kewarganegaraan bagi anggota masyarakat yang mengidentifikasi diri sebagai Bengali.

Pe Than mengatakan mereka mendesak Lee untuk membantu membangun pemahaman antara kedua komunitas daripada menekan masalah identitas Rohingya.

Setelah pertemuannya dengan kelompok Arakan, Lee mengunjungi warga Rohingya di kamp pengungsian terdekat.

Zaw Zaw, seorang Muslim di kamp itu, menceritakan kesulitan mereka dan janji-janji palsu pemerintah yang tak pernah dipenuhi.

“Ada orang-orang di kamp yang diberikan kewarganegaraan [setelah menerima istilah Bengali], dan kami melakukan ini karena pemerintah berjanji untuk memungkinkan kami hidup secara bebas,” kata Zaw Zaw. “Tapi sampai saat ini, kita masih belum bisa bepergian dengan bebas di mana saja dan terus dikurung dalam kamp.”

Yanghee Lee, yang mengunjungi Myanmar untuk kedua kalinya, mendapat protes dari kaum nasionalis Arakan ketika dia mendarat di Bandara Sittwe, Kamis (8/1).

Pada September lalu, Reuters melaporkan pemerintah Myanmar mengumumkan sekitar 40 muslim Rohingya berada di antara 209 pengungsi Muslim di negara bagian Arakan yang menerima istilah ‘Bengali’ dan diberikan kewarganegaraan penuh di bawah program percontohan kewarganegaraan. (T/P004/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0