Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PAHAM: Pembakaran Vihara dan Kelenteng di Tanjung Balai Tanpa Terencana

Admin - Selasa, 2 Agustus 2016 - 19:12 WIB

Selasa, 2 Agustus 2016 - 19:12 WIB

483 Views ㅤ

Tanjung Balai, 28 Syawwal 1437/2 Agustus 2016 (MINA) – Peristiwa yang terjadi di Tanjung Balai, Medan-Sumatera Utara pada Jumat (29/7) malam bukan kerusuhan yang direncanakan, tapi karena adanya pemicu.

“Kejadian pembakaran vihara dan kelenteng terjadi spontanitas yang dilakukan oleh massa yang ketika itu berkumpul,” kata Sekretaris Pusat Advokasi Hak Asasi Manusia (PAHAM), Khairul Anwar HS kepada Mi’raj Islamic News  Agency (MINA) di Jakarta, Selasa (2/8).

Dia mengatakan pemicunya adalah oknum China yang meminta pengurus masjid meminta mematikan suara tilawah quran dan melarang adzan menggunakan pengeras suara.

Oknum ini, menurut Khairul bukan kali pertama meminta dengan paksa kepada para pengurus masjid untuk melaksanakan apa yang dia minta. Masyarakat dan pihak pengurus masjid yang awalnya menganggap angin lalu, katanya, dibuatnya geram atas tindakan dan perkataan yang tidak pas pada tempatnya.

Baca Juga: BRIN Kukuhkan Empat Profesor Riset Baru

Khairul mengatakan, warga dan pengurus masjid sempat mengajak keluarga ini untuk bernegosiasi membicarakan tindakan yang mengusik ketenangan warga, namun tidak digubris oleh keluarga etnis Tionghoa tersebut.

“Secara sosial masyarakat sudah antipati dengan etnis Cina ini, terlebih mereka merasa tidak bersalah,” katanya menyayangkan.

Padahal sebelumnya, kata dia, sudah terjadi kesepakatan antara warga dan keluarga etnis Tionghoa yang tidak akan mempermasalahkan kasus ini dengan syarat meninggalkan Tanjung Balai.

Pemerintah Kota Diminta Evaluasi

Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan

Khairul meminta, pemerintah kota harus mengevaluasi izin-izin pembangunan rumah ibadah terutama vihara dan kelenteng yang ada di Tanjung Balai dengan jumlah penduduk etnis Tionghoa yang hanya berjumlah 10% dari keseluruhan, namun memiliki 15 lebih tempat ibadah.

Tanjung Balai itu kota kecil, meski banyak dan padat penduduknya, pemerintah kota harus mengevaluasi perizinan unan, karena jumlah minoritas dan banyaknya tempat vihara dan kelenteng yang jaraknya berdekatan,” ujarnya.

Dia juga menyayangkan kepada pihak kepolisian untuk bisa adil menangani kerusuhan yang menggerakkan ribuan massa yang meminta etnis minoritas menghormati kepercayaan warga setempat.

“Kami meminta kepada pihak yang berwenang agar bisa adil dalam menangani masalah ini, jangan hanya Muslim, tapi yang memprofokasi juga harus ditahan,” imbuhnya.

Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan

Setidaknya ada lebih 10 Muslim yang saat ini ditahan di Polres Tanjung Balai, sementara oknum yang memicu kerusuhan hanya sebatas menjadi saksi. (L/P004/R05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Indonesia
Desa Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah terendam banjir pada Februari 2024. (Istimewa)
Indonesia
Indonesia
Internasional
Khutbah Jumat