Pascaserangan Bom Bunuh Diri di Pulwama, Mahasiswa Kashmir di India Terancam

Serangan bom bunuh diri pada Kamis, 14 Februari 2019, terhadap pasukan India di distrik Pulwama, Kashmir selatan, telah memicu gelombang kebencian dan serangan balas dendam terhadap warga Kashmir yang tinggal di berbagai bagian daratan India.

Kemarahan telah membumbung tinggi terhadap Muslim Kashmir sejak Kamis, ketika Adil Dar (20 tahun) menabrakkan mobilnya yang penuh dengan bahan peledak ke dalam konvoi bus pasukan paramiliter India, menewaskan 42 orang dari mereka.

Kelompok bersenjata Jaish-e-Mohammed (JeM) mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang paling mematikan dalam hampir 30 tahun konflik Kashmir.

Kelompok militan berjuang untuk kemerdekaan semua wilayah Kashmir yang berpenduduk mayoritas Muslim, sementara beberapa kelompok ingin menjadi bagian dari Pakistan.

Usir orang Kashmir

Sejak Kamis, puluhan warga Kashmir yang tinggal di luar wilayah Himalaya telah diancam, diserang atau dipaksa mengosongkan tempat tinggal mereka.

Nisar Ahmad (bukan nama sebenarnya), 23 tahun, yang sedang belajar fisika di sebuah institut di Dehradun, ibu kota Negara Bagian Uttarakhand Utara, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa para dipukuli oleh gerombolan pada hari Jumat, 15 Februari.

“Setelah serangan bunuh diri itu, dua mahasiswa Kashmir dipukuli dengan kejam oleh sekelompok orang di daerah Sudhowala. Kami bahkan belum keluar dari kamar kami sejak serangan itu,” kata Ahmad pada Sabtu, 16 Februari.

Ahmad mengatakan, sekitar 70 orang melakukan unjuk rasa di daerah itu pada Sabtu, meneriakkan slogan-slogan seperti “tembak para pengkhianat Kashmir” dan “usir mereka”.

“Situasi di sini sangat tegang. Kami merasa sangat tidak aman di sini,” katanya. “Kami ingin kembali ke rumah kami, tetapi tidak mengerti caranya. Bahkan pindah dari kamar, kami takut. Persediaan kami sudah habis,” katanya.

Asma Ashraf (24 tahun), seorang mahasiswa ilmu pengetahuan di Dehradun, mengatakan, ia takut akan hidupnya setelah asrama itu “dikepung oleh gerombolan.”

“Mereka meminta otoritas perguruan tinggi untuk mengusir orang Kashmir,” katanya.

Muhammad Dawood (23 tahun), yang berasal dari distrik Baramulla di Kashmir utara dan sedang mempelajari geologi di Dehradun, mengatakan, ia “tidak dapat bergerak keluar setelah serangan oleh gerombolan sayap kanan Hindu.”

“Wanita pemilik rumah menyelamatkan kami ketika gerombolan itu memasuki kamar kami. Saya bersembunyi di kamar mandi,” kata Dawood. Ia menambahkan bahwa lebih dari 20 mahasiswa terjebak dan tidak dapat bergerak keluar. Mereka “takut akan ada serangan lagi di jalan mereka.”

Sekelompok warga Hindu di India menyerang rumah kost tempat para mahasiswa Kashmir tinggal di India, Kamis, 14 Februari 2019. (Foto: dok. Counter Currents)

Pihak Berwenang Menjamin Keamanan

Kepala polisi wilayah Kashmir, Dilbagh Singh mengatakan kepada Al Jazeera bahwa “mereka telah mengambil alih masalah itu dengan negara-negara bagian tempat insiden itu terjadi untuk memastikan para mahasiswa tidak tersentuh.”

“Di mana pun kami menerima telepon, kami menghubungi polisi masing-masing (negara bagian) dan mereka memastikan kepada kami. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” katanya.

Polisi di Kashmir telah mengeluarkan nomor telepon bantuan untuk para mahasiswa yang tinggal di daratan India untuk melaporkan adanya ancaman atau serangan.

Banyak orang India, serta orang Kashmir di seluruh India, terlihat mengunggah pesan di media sosial, menawarkan rumah mereka kepada warga Kashmir yang terancam atau takut akan kekerasan.

Para pemimpin Kashmir telah meminta pemerintah federal untuk memastikan keamanan para mahasiswa dan warga Kashmir lainnya, ketika kelompok-kelompok sayap kanan menyerukan “serangan balas dendam.”

Mehbooba Mufti, mantan Kepala Menteri Negara Bagian Jammu dan Kashmir yang menjalankan pemerintahan koalisi dengan BJP hingga Juni tahun lalu, menyebut insiden itu “tidak menguntungkan.”

“Saya telah berbicara dengan Menteri Dalam Negeri India dan administrasi di Dehradun untuk membantu para mahasiswa. Ini seharusnya tidak terjadi. Orang-orang ini pergi untuk belajar di sana. Ini akan semakin mengasingkan situasi,” katanya kepada Al Jazeera.

Mufti menambahkan bahwa ada banyak daerah di India yang situasinya jadi sensitif sejak bom bunuh diri Kamis.

Kementerian Dalam Negeri Federal India telah mengeluarkan seruan kepada semua negara bagian untuk memastikan keselamatan semua warga Kashmir, lapor kantor berita ANI.

Sementara itu, pedagang di Kashmir melakukan penutupan bisnisnya sebagai protes terhadap serangan terhadap mahasiswa Kashmir.

Pada hari Jumat, warga Muslim di Jammu menuduh kelompok-kelompok sayap kanan membakar kendaraan mereka dan meneriakkan slogan-slogan melawan warga Kashmir yang tinggal di kota itu.

“Di wilayah mayoritas Hindu di Jammu, di mana pun mereka menemukan mobil dengan plat nomor Kashmir, mereka membakarnya. Orang-orang Muslim takut untuk pergi. Saya tidak bekerja selama dua hari terakhir,” kata Suhail Ahmad, seorang warga Jammu.

Pemerintahan Jammu telah memberlakukan jam malam di seluruh distrik dan mengerahkan pasukan tambahan untuk menjaga hukum dan ketertiban.

“Definisi baru nasionalisme India adalah melakukan aksi unjuk rasa dengan bendera tiga warna dan menjarah, membakar, membunuh, mendukung pemerkosa … dan Anda adalah seorang nasionalis,” tulis aktivis Kashmir Rayees Rasool di Facebook. (AT/RI-1/B05)

Sumber: tulisan Rifat Fareed di Al Jazeera

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.