Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PBB Desak Taliban Buka Kembali Sekolah Menengah untuk Anak Perempuan

Rudi Hendrik - Senin, 19 September 2022 - 03:47 WIB

Senin, 19 September 2022 - 03:47 WIB

6 Views

Kepala UNAMA Markus Potzel. (Gambar: dok. Morocco Latest News)

Jenewa, MINA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Taliban membuka kembali sekolah menengah untuk anak perempuan di seluruh Afghanistan.

Dalam pernyataan Ahad (18/9), Markus Potzel, Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), mengutuk larangan yang dimulai tepat setahun yang lalu dan menyebutnya “tragis dan memalukan”, The New Arab melaporkan.

Beberapa pekan setelah Taliban merebut kekuasaan pada Agustus tahun lalu, mereka membuka kembali sekolah menengah untuk anak laki-laki pada 18 September 2021, tetapi melarang siswi sekolah menengah menghadiri kelas.

Beberapa bulan kemudian pada tanggal 23 Maret, Kementerian Pendidikan membuka sekolah menengah untuk anak perempuan, tetapi dalam beberapa jam kemudian kepemimpinan Taliban memerintahkan kelas untuk ditutup kembali.

Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi

Sejak itu, lebih dari satu juta gadis remaja telah kehilangan pendidikan di seluruh negeri, kata UNAMA.

“Ini adalah ulang tahun yang tragis, memalukan, dan sepenuhnya dapat dihindari,” kata Potzel.

“Ini sangat merusak generasi anak perempuan dan masa depan Afghanistan sendiri,” katanya, seraya menambahkan, larangan itu tidak ada bandingannya di dunia.

Sekjen PBB António Guterres mendesak Taliban untuk mencabut larangan tersebut.

Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan

“Setahun kehilangan pengetahuan dan kesempatan yang tidak akan pernah mereka dapatkan kembali,” kata Guterres di Twitter. “Anak-anak perempuan seharusnya bersekolah. Taliban harus membiarkan mereka masuk kembali.”

Beberapa pejabat Taliban mengatakan, larangan itu hanya sementara, tetapi mereka juga telah mengeluarkan banyak alasan untuk penutupan, yakni dari kurangnya dana hingga waktu yang dibutuhkan untuk merombak silabus di sepanjang garis Islam.

Awal bulan ini, menteri pendidikan yang dikutip oleh media lokal mengatakan, itu adalah masalah budaya, karena banyak orang pedesaan tidak ingin anak perempuan mereka bersekolah. (T/RI-1/P1)

 

Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda