PBB: Pengungsi Suriah dan Ukraina Harus Menerima Perlakuan yang Sama

Jenewa, MINA – Ketua Komisi Suriah Paulo Pinheiro mengatakan, dan Ukraina harus menerima perlakuan yang sama.

“Ada keterbukaan dan kemurahan hati vis-a-vis Ukraina yang saya tidak mengkritik sama sekali. Mereka pantas mendapatkannya. Tapi saya sangat ingin bahwa perlakuan yang sama akan diterapkan pada pengungsi Suriah,” kata Pinheiro dalam sebuah wawancara dengan Euronews, demikian dikutip dari MEMO.

Setidaknya 12 juta orang telah melarikan diri dari Ukraina sejak invasi Rusia yang dimulai pada 24 Februari tahun ini, dengan lebih dari lima juta berada di negara-negara tetangga dan tujuh juta di dalam perbatasan Ukraina.

Ini telah digambarkan sebagai krisis pengungsi terburuk sejak Perang Dunia Kedua dan pada bulan Mei mendorong jumlah orang yang dipindahkan secara paksa di seluruh dunia menjadi 100 juta, untuk pertama kalinya dalam catatan, lapor UNHCR.

UE telah mengaktifkan Arahan Perlindungan Sementara di mana pengungsi Ukraina diberikan izin tinggal sementara di UE, serta akses ke perawatan kesehatan dan hak untuk bekerja dan belajar hingga tiga tahun.

Namun arahan ini tidak diaktifkan untuk pengungsi dari negara lain, termasuk Suriah atau Afghanistan meskipun perang dan penarikan pasukan Barat yang menyebabkan ribuan orang membutuhkan tempat tinggal yang aman.

Uni Eropa mencapai kesepakatan dengan Mesir, Libya dan Turki untuk menghentikan pengungsi mencapai Eropa, sementara beberapa negara, termasuk Inggris, telah menahan pengungsi.

Sementara Polandia menyambut pengungsi Ukraina, Polandia terus mencegah pengungsi non-Eropa memasuki negara itu.

Penjaga pantai Yunani mendorong kembali para pengungsi. Kelompok hak asasi manusia menyerukan penyelidikan atas kematian 23 orang yang tewas saat mencoba menyeberang dari Maroko ke daerah kantong Melilla Spanyol, setelah rekaman beredar di Twitter yang menunjukkan pasukan keamanan memukuli pria dengan tongkat.

Sebuah laporan baru-baru ini yang dirilis oleh PBB mengatakan, lebih dari 300.000 warga Suriah tewas dalam konflik antara 1 Maret 2011 dan 31 Maret 2021.

“Sesuatu yang diungkapkan laporan itu dengan sangat jelas adalah tidak adanya perlindungan terhadap warga sipil. Tidak ada faksi, tidak ada pihak dalam konflik di Suriah yang peduli dengan perlindungan nyawa warga sipil. Itulah kenyataannya,” kata Pinheiro.

Suriah tetap menjadi krisis pengungsian terbesar di dunia, menurut UNHCR, dengan lebih dari 13 juta orang mengungsi ke luar negeri atau di dalam negeri. (T/R7/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.