PELANGGARAN ISRAEL TERHADAP GENCATAN SENJATA TANGGUNG JAWAB MESIR

Nelayan di laut Gaza. foto : maan
di laut . (Foto : Maan)

Gaza, 9 Dzulqadah 1435/4 September 2014 (MINA) – Israel melakukan pelanggaran gencatan senjata salama dua hari berturut turut, Selasa (2/9) dan Rabu (3/9) Israel menyerang serta menangkap nelayan yang sedang melakukan pencarian ikan di laut Gaza.

“Ini adalah pelanggaran gencatan senjata, dengan kondisi apapun kami sebagai pihak yang menjaga kesepakatan akan berkomunikasi dengan bahwa ini adalah pelanggaran, maka Mesir sebagai penengah harus menjawab pelanggaran kesepakatan ini dan harus bertindak atas pelanggaran ini,” kata Khalid Al Batsh, delegasi palestina untuk perundingan tidak langsung di Kairo kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rabu )3/9).

Selasa pagi waktu Gaza, sejumlah nelayan yang sedang melakukan pencarian ikan di pantai selatan jalur Gaza ditembaki menggunakan senjata mesin oleh angkatan laut Zionis Israel. Sejumlah nelayan mengatakan mereka ditembak saat sedang mencari ikan di kawasan 6 kilometer dari pantai.

Tidak hanya itu, Rabu (39) menjelang tengah hari, Israel menembak dan menangkap dua orang nelayan di pantai Bayt Lahiya Gaza bagian utara. Belum ada keterangan lebih lanjut tentang nasib kedua nelayan tersebut.

Perluasan daerah penangkapan ikan di laut Gaza dari sebelumnya tiga mil laut menjadi enam mil laut untuk kemudian diperluas menjadi 12 mil laut, merupakan salah satu kesepakatan dalam perjanjian gencatan senjata antara Palestina dan Israel dengan mediasi Mesir.

Keputusan yang telah disepakati kedua belah pihak tersebut merupakan tuntutan untuk dicabutnya blokade yang telah mendera jalur Gaza selama delapan tahun dan mengalami perang besar tiga kali selama lima tahun terakahir.

Selain memperluas daerah penangkapan ikan, tuntutan lainnya adalah dibukanya semua perbatasan di Jalur Gaza, termasuk dua perbatasan lainnya di timur kota Gaza, selain perbatasan Karim Abu Salim dan Rafah di selatan jalur Gaza dan Erez, Bayt Hanoun di utara.

Tuntutan lainnya yang juga cukup menjadi perhatian dan perdebatan panjang dalam perundingan tidak langsung tersbeut adalah pembangunan pelabuhan dan bandara. Menurut Al Batsh, rakyat Palestine punya hak untuk memiliki bandara sendiri meskipun masih dalam penjajahan Israel.

“Afghanistan dijajah Amerika, apakah bandara di Kota Kabul dihancurkan, begitu juga Irak saat diserang Amerika apakah bandara di Baghdad dihancurkan? Palestina punya bandara di timur Rafah, bandara yang dihancurkan oleh Israel pada tahun 2001 lalu itu, merupakan bandara internasional dan tempat mendaratnya pemimpin Amerika seperti Bill Clinton, Hillary Clinton dan Medeline Allbright saat mengunjungi Gaza,” ujar Al Batsh.

“Jika warga Palestina ingin pergi ke negara manapun, mengapa kita harus melalui bandara negara lain? Kalian warga Indonesia ketika kan berangkat haji apakah melalui bandara Malaysia? Tentu melalui bandara Jakarta, dan kenapa kami harus berangkat dulu sejauh 600 kilometer ke Kairo, 600 km ke Amman baru bisa terbang ke Jeddah? Apakah pelaksanaan haji dan umroh juga terkena blokade? Tentu tidak bisa seperti ini,” tegas Al Batsh. (L/K01/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0