Wellington, MINA – Warga Selandia Baru telah mulai menyerahkan senjata semi-otomatis mereka sebagai bagian dari skema pembelian kembali menyusul larangan setelah serangan Christchurch.
Lusinan warga Selandia Baru menyerahkan senjata api mereka pada Sabtu (13/7) ketika skema pembelian kembali senjata dijalankan yang bertujuan membersihkan negara dari senjata semiotomatis setelah serangan pembantaian Muslim di masjid Christchurch.
Pemerintah, dengan dukungan dari partai-partai oposisi, segera merancang undang-undang untuk memperketat undang-undang senjata Selandia Baru. Demikian Daily Sabah melaporkan.
Menteri Kepolisian Stuart Nash mengatakan, langkah tersebut bertujuan “menghapus senjata paling berbahaya dari peredaran.”
Baca Juga: Parlemen Brasil Keluarkan Laporan Dokumentasi Genosida di Gaza
Personel polisi bersenjata memantau penyerahan itu, 169 pemilik senjata api menyerahkan 224 senjata dan 217 bagian dan aksesori. Semuanya kemudian dihancurkan dalam mesin press hidrolik.
Lebih dari NZ$ 433.600 (US$290.300) dibayarkan sebagai kompensasi.
Komandan polisi daerah Mike Johnson mengatakan, 903 pemilik senjata di wilayah Canterbury, yang meliputi Christchurch, telah mendaftarkan 1.415 senjata api untuk diserahkan.
“Polisi mengakui ini adalah perubahan besar bagi komunitas senjata api yang taat hukum dan kami mendengar umpan balik yang sangat positif dari orang-orang ketika mereka datang hari ini bahwa mereka menemukan proses bekerja dengan baik untuk mereka,” kata Johnson.
Baca Juga: Bank dan Toko-Toko di Damaskus sudah Kembali Buka
“Sikap pemilik senjata api di Canterbury terhadap proses ini luar biasa (positif),” imbuhnya.
Ray Berard, yang pindah ke Selandia Baru dari Kanada 25 tahun yang lalu, menyerahkan senapan serbunya. Dia mengatakan kepada wartawan dia pernah bergabung di ketentaraan Kanada tetapi kini ia percaya tidak ada tempat untuk senjata api gaya militer dalam masyarakat modern.
“Istri saya bekerja sebagai salah satu direktur proyek di rumah sakit yang dibangun kembali dan kami berada di sana pada hari penembakan dan menyaksikan 35 orang yang pergi keesokan harinya,” katanya.
Brenton Tarrant, pria kelahiran Australia, didakwa melakukan pembunuhan dan dituduh menggunakan gudang lima senjata, termasuk dua senapan semi-otomatis gaya militer, dalam serangan terhadap dua masjid. (T/R11/RI-1)
Baca Juga: Ratu Elizabeth II Yakin Setiap Warga Israel adalah Teroris
Mi’raj News Agency (MINA)