Gaza City, 14 Ramadhan 1434/22 Juli 2013 (MINA) – Pengamat politik Palestina, Mustafa Sawaf mengatakan bahwa tidak ada pilihan lain bagi warga Gaza kecuali perbatasan Rafah, menyerukan warga Palestina untuk melanjutkan permohonan mereka kepada pihak Mesir untuk mencegah Jalur Gaza menjadi penjara terbuka terbesar di dunia.
“Para pemimpin Palestina harus menghubungi pemerintah sementara Mesir untuk membuka penyeberangan dan menghentikan kampanye hasutan terhadap warga Palestina,” kata Sawaf seperti dikutip media berbasis di gaza AlResalah yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA), Senin (22/7).
Jalur Gaza menjadi penjara terbuka terbesar di dunia saat Israel semakin memperketat pengepungannya di Jalur Gaza menyusul kemenangan gerakan perlawanan Islam Hamas dalam pemilu legislatif 2006 lalu. Israel memblokade Jalur Gaza setelah Hamas menguasai penuh seluruh wilayah Jalur Gaza pada bulan Juni 2007.
Israel telah memperketat blokade jalur darat dan laut untuk mengisolasi Jalur Gaza dari akses keluar masuk menuju Tepi Barat, termasuk kota Al-Quds di mana Masjid Al-Aqsha berada, dan negara-negara lain di seluruh dunia.
Baca Juga: RSF: Israel Bunuh Sepertiga Jurnalis selama 2024
Israel membatasi masuknya bahan-bahan kebutuhan pokok ke Jalur Gaza, memutus pasokan listrik, menahan akses bahan bakar diperbatasan dan juga menutup pelabuhan-pelabuhan serta penyeberangan dari dan ke Jalur Gaza.
Sementara perbatasan Rafah adalah satu-satunya pintu penyeberangan melalui darat yang tidak dikontrol oleh Israel. Melalui pintu perbatasan inilah warga Gaza dapat terhubung dengan dunia luar. Namun, perbatasan Rafah hanya menjadi jalur perlintasan orang untuk keluar masuk Gaza-Mesir.
Rakyat Palestina di Jalur Gaza terpaksa menggunakan terowongan sebagai satu-satunya urat nadi untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka akibat blokade Israel tersebut.
Sementara itu, professor bidang ilmu politik asal Gaza, Dr Hani Al-Basous mengatakan, harus ada mekanisme untuk membuka perbatasan Rafah secara permanen tanpa mempengaruhi situasi internal Mesir.
Baca Juga: Setelah 20 Tahun AS Bebaskan Saudara Laki-Laki Khaled Meshal
“Ada kerumitan dalam berhubungan dengan pemerintah Mesir yang baru, karena penolakannya berurusan dengan Gaza bahkan dalam aspek kemanusiaan,” ungkap Al-Basous.
Keputusan militer Mesir untuk menutup terowongan di sepanjang perbatasan dengan Gaza, warga Gaza telah menghadapi kelangkaan BBM yang parah, mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan sekitar 1,7 juta penduduk.
Krisis minyak di Jalur Gaza diperparah sebagai akibat demonstrasi besar-besaran di Mesir sejak penggulingan presiden Mesir terpilih, Muhammad Mursi, Rabu (3/7), sehingga keamanan diperketat di sepanjang perbatasan.
Juru bicara Kementerian Perhubungan Palestina mengatakan bahwa ketidakmampuan warga Gaza untuk menyelundupkan produk minyak bumi melalui terowongan di bawah perbatasan Palestina-Mesir telah memburuk krisis bagi sekitar 70.000 pengemudi di Gaza.
Baca Juga: Al-Qassam Sita Tiga Drone Israel
Jumlah bahan bakar yang diizinkan Israel ke Jalur Gaza melalui jalur komersial, perbatasan Karm Abu Salem bersifat terbatas dan harganya mahal.
Sementara stasiun BBM di Jalur Gaza hanya mempunyai pilihan menutupnya atau buka dengan sedikit pasokan bahan bakar dan sejumlah besar warga harus mengantri untuk mendapatkan pasokan BBM berikutnya.
Kekurangan BBM adalah salah satu dari banyak kesulitan warga Palestina setiap harinya di Jalur Gaza sebagai akibat dari blokade Israel dan penutupan perbatasan Rafah oleh Mesir.
Dua hari yang lalu, Depkes menegaskan bahwa hanya 20 persen dari persediaan bahan bakar yang tersisa untuk menjalankan pembangkit listrik rumah sakit dan departemen kesehatan, sementara sejumlah ambulan telah berhenti bekerja.
Baca Juga: Parlemen Inggris Desak Pemerintah Segera Beri Visa Medis untuk Anak-Anak Gaza
Harga-harga komoditas pangan dan bahan bangunan telah meroket karena runtuhnya terowongan yang menjadi urat nadi warga Gaza selama tujuh tahun blokade.
Rakyat Gaza telah meminta pihak berwenang Mesir untuk menghapus blokade.
Tidak Ada Perubahan
Sementara itu, Duta Besar Mesir di Ramallah, Tepi Barat, Yasser Othman mengatakan bahwa tidak ada perubahan dalam prosedur perjalanan menyangkut warga Palestina yang akan melakukan perjalanan ke Mesir.
Baca Juga: Paus Fransiskus Terima Kunjungan Presiden Palestina di Vatikan
Ia membantah klaim larangan bagi warga Palestina untuk memasuki Mesir. Othman mengatakan kepada surat kabar Al-Aya, Ahad (21/7), ada tindakan sementara yang diambil untuk mengatur perjalanan dari dan ke Gaza melalui perbatasan Rafah.
“Tidak ada perubahan dalam prosedur perjalanan mengenai Palestina. Seperti umumnya diketahui apakah visa tersebut valid, siapapun memegangnya bisa masuk Mesir,” kata Othman.
Mengacu pada warga Palestina memegang sementara paspor Yordania, dirinya mengatakan, prosedur perjalanan mereka tidak berubah.
Perlu disebutkan bahwa pemerintah Mesir menutup Rafah setelah kudeta militer dan kemudian dibuka kembali hanya untuk warga negara asing dan orang sakit. (T/P02)
Baca Juga: Israel Serang Kamp Nuseirat, 33 Warga Gaza Syahid
Mi’raj News Agency (MINA)