Jakarta, 22 Ramadhan 1434/30 Juli 2013 (MINA) – Seorang pengamat Timur Tengah, Fahmi Salsabila mengatakan, prihatin atas terjadinya pembantaian dan penindasan oleh militer Mesir terhadap warganya yang melakukan aksi demonstrasi damai.
Sekretaris Jenderal The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) itu menyatakan kondisi di Mesir saat ini merupakan kemunduran bagi rakyat Mesir di mana militer Mesir mengembalikan situasi di Mesir seperti era kediktatoran Husni Mubarak.
“Bahkan kondisinya akan lebih buruk dari era Husni Mubarak,” kata Fahmi kepada Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency), saat dihubungi lewat telpon Senin malam (29/7).
Dia menyatakan militer Mesir telah bertindak represif dengan jelas-jelas melakukan pembantaian terhadap warga sipil.
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia
Fahmi menggambarkan insiden tragis yang terjadi saat serangan berdarah terhadap para demonstran pendukung presiden terguling Muhammad Mursi, yang berkumpul di luar markas besar pasukan elit Mesir, Garda Republik, di Kairo.
Insiden berdarah itu dilakukan oleh militer Mesir terutama sejak para pendukung Mursi menunaikan Shalat Subuh berjamaah pada Senin (8/7) waktu setempat.
Dalam insiden itu, puluhan menjadi korban diantaranya seorang fotografer media Mesir yang bernama Ahmed Samir Assem (26) yang merupakan fotografer dari surat kabar sayap politik Ikhwanul Muslimin, Al-Horia Wa Al-Adala, tewas ditembak tentara Mesir setelah sebelumnya sempat mengambil gambar tentara yang menembaknya dari atas gedung.
“Bahkan seorang fotografer Mesir itu merekam kematiannya sendiri lewat lensa kamera videonya saat seorang tentara Mesir membidikkan senapan ke arah dirinya,” ungkapnya.
Baca Juga: Kedutaan Besar Sudan Sediakan Pengajar Bahasa Arab untuk Pondok Pesantren
Ketegangan telah meningkat di Mesir sejak Jenderal al-Sisi mengumumkan pada 3 Juli 2013 lalu bahwa Mursi dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden Mesir yang terpilih secara demokratis. Al-Sisi juga membekukan konstitusi dan membubarkan parlemen.
Media-media lokal melaporkan, setidaknya 200 warga tewas, sementara lebih dari 4.500 lainnya terluka dalam serangan yang dilakukan sejak Jumat (26/7) terhadap para pendukung Mursi.
Warga menyebutkan, kebanyakan warga yang tewas tertembak di bagian kepala, menunjukkan tembakan sewenang-wenang pihak militer terhadap warganya sendiri yang seharusnya dilindungi.
Setelah kudeta yang menimpa Mursi itu, menurut Fahmi, pemimpin yang dibentuk sementara tidak bisa berbuat banyak untuk memulihkan stabilitas politik dinegaranya itu.
Baca Juga: Konferensi Internasional Muslimah Angkat Peran Perempuan dalam Pembangunan Berkelanjutan
“Militer Mesir masih tetap punya pengaruh besar bagi stabilitas politik di negara itu. Pemerintah sementara Mesir saat ini tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.
Mesir Punya Peran Strategis
Fahmi Salsabila, peneliti senior ISMES menyatakan, justru yang diuntungkan dari stabilitas politik di Mesir yang masih belum stabil itu adalah negara-negara Barat terutama negara Amerika Serikat dan sekutunya Israel.
“Hal itu karena Mesir mempunyai peran strategis secara Geostrategis terutama pada proses perdamaian di Timur Tengah, khusunya pada konflik Israel-Palestina maupun jalur penting perdagangan di terusan Suez,” tegasnya.
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Al-Aqsa, AWG Gelar Sosialisasi di PPTQ Khadijah Pesawaran Lampung
Mesir menjadi mediator upaya rekonsiliasi dengan Hamas dan Fatah selama hampir dua tahun. Mesir juga berhasil menjadi mediator kesepakatan gencatan senjata saat terjadinya perang delapan hari antara gerakan perlawanan Palestina di Jalur Gaza dengan Israel pada November 2012 lalu.
Sebelumnya, presiden Mesir terguling, Muhammad Mursi terus berkomitmen dalam mensponsori upaya untuk mencapai rekonsiliasi antar faksi Palestina terutama antara Fatah dan Hamas.
Sementara, jalur Terusan Suez menjadi penting sebagai jalur perdagangan tersibuk untuk perekonomian dunia; menghubungkan Amerika dan Eropa, dengan Asia dan Timur Tengah.
Dengan menguasai rute dan lokasi penting itu, negara-negara barat termasuk Amerika Serikat menikmati pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh visi politiknya.
Baca Juga: Banjir Rob Genangi Sejumlah Wilayah di Jakarta Utara
Amerika Serikat juga sangat aktif memberikan bantuan baik militer dan ekonomi, dan senantiasa menciptakan agenda-agenda bilateral yang lainnya. Hal itu bisa dilihat dari posisi Mesir sebagi penerima dana terbesar kedua setelah Israel.
AS terus memberikan dana 1,5 miliar dolar setiap tahun untuk bantuan militer dan ekonomi kepada negara yang paling padat penduduknya di dunia Arab itu. “Bahkan sebagian dana AS digelontorkan untuk organisasi-organisasi oposisi yang liberal dan anti Islam,” tegasnya.
Bagi Amerika, Mesir merupakan negara kunci bagi hubungan Amerika Serikat dengan negara-negara Timur Tengah. Dalam kudeta militer, Amerika Serikat disinyalir turut berperan dalam upaya penggulingan Mursi.
“Untuk itu AS dan Israel merasa aman dengan situasi yang terjadi saat ini di Mesir,” tambah dosen Kajian Timur Tengah itu. (L/P02/R2).
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah