Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PENGHANCURAN MASJID DI ANGOLA TERKAIT IZIN BANGUNAN

Admin - Rabu, 27 November 2013 - 18:06 WIB

Rabu, 27 November 2013 - 18:06 WIB

1197 Views ㅤ

Sebuah gambar yang diambil pada 1 November 2013 yang menunjukkan muslim Angola berjalan di dekat sebuah masjid di Viana, pinggiran Luanda, ibu kota Angola. (foto:yahoo.com)

Jakarta, 24 Muharram 1435/28 November 2013 (MINA) – Konselor Pelaksana Fungsi Ekonomi, Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Namibia merangkap Angola, Pramudya Sulaksono melaporkan, penghancuran dan penutupan masjid di berbagai daerah di Angola dikarenakan belum mendapat perizinan mendirikan bangunan dan Islam belum diakui sebagai aliran kepercayaan yang sah di negara itu.

Dia juga melaporkan, sejauh ini tidak terdapat laporan adanya penganiayaan terhadap umat Islam dan gerakan anti Islam di negara Afrika bagian barat daya itu.

“Menurut informasi yang kami dapatkan termasuk dari Warga Negara Indonesia (WNI) di Angola, sejauh ini tidak terdapat laporan adanya penganiayaan terhadap umat Islam dan gerakan anti Islam di Angola,” kata  Pramudya saat dihubungi wartawan Mi’raj News Agency (MINA) melalui telepon, Rabu (27/11) malam waktu Jakarta.

Isu mengenai gerakan anti Islam di Angola telah menarik kecaman dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan lembaga Islam lainnya.

Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri

Di Mesir, mufti Shawqi Allam mengatakan, langkah tersebut merupakan provokasi, tidak hanya untuk umat Islam Angola tetapi untuk lebih dari 1,5 miliar Muslimin di seluruh dunia.

Gerakan anti Islam dipicu pernyataan Menteri Kebudayaan Angola, Rosa Cruz e Silva dalam Komisi Keenam dari Majelis Nasional Angola, Jumat (22/11), dengan menyatakan, pemerintah Angola perlu melakukan tindakan meredam munculnya sekte atau aliran kepercayaan yang bertentangan dengan kebudayaan Angola.

Selain Islam, saat ini terdapat 194 kelompok agama atau aliran kepercayaan, termasuk salah satunya dari komunitas Islam di Angola yang belum mendapatkan ijin beraktivitas.

Rosa Cruz e Silva juga menegaskan, selama legalisasi kelompok-kelompok agama atau aliran kepercayaan yang menurut mereka ilegal belum disetujui oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Angola, maka semua tempat ibadat dari kelompok agama itu akan ditutup.

Baca Juga: Update Bencana Sukabumi:  Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian

“Timbul simpang siur terhadap informasi ini, pemerintah Angola menolak isu gerakan anti Islam, namun KBRI terus menunggu konfirmasi resmi Kedubes Angola di Namibia,” kata Pramudya yang pernah berkunjung ke Angola.

Pada Selasa (26/11), pihak KBRI memantau berita dari berbagai media Angola yang mengatakan terdapat gerakan anti Islam dan penghancuran masjid di berbagai daerah Angola.

KBRI juga melakukan mencari kebenaran isu itu dari berbagai pihak di Angola termasuk kedutaan Besar Angola di Namibia.

Pada Rabu (27/11), tim KBRI sudah menanyakan ke Kedutaan Besar Angola untuk Namibia di Windhoek, ibukota Namibia dan mendapat kabar bahwa pihak Kedutaan Besar Angola di Namibia belum menerima informasi mengenai isu gerakan anti Islam di Angola dan meminta sepekan untuk melakukan klarifikasi tentang masalah itu.

Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025

Pramudya juga melaporkan, melalui informasi dari sumber-sumber terbuka termasuk informasi dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang sedang berada di Angola, sejauh ini situasi dan kondisi WNI di Angola dalam keadaan baik terlepas dari isu gerakan anti Islam di Angola seperti diberitakan media-media baru-baru ini.

Jumlah WNI di Angola yang terdaftar KBRI sekitar 179 orang, dan WNI di Namibia sekitar 119 orang.

Berdasarkan hasil pemantauan dari beberapa WNI di Angola, situasi keamanan di Angola khususnya di ibukota Luanda tetap baik tidak nampak terjadinya gejolak.

Menurut salah seorang WNI yang menjadi karyawan di perusahaan gas alam cair (LNG) di Zaire dan perusahaan Angola LNG di kilang Soyo-Angola,  penutupan masjid di daerah Zaire baru-baru ini dikarenakan masalah perizinan mendirikan bangunan saja.

Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta

Dalam dua bulan terakhir ada berita terdapat sekitar 11 masjid – sebagian besar tempat tinggal yang dijadikan tempat untuk menunaikan ibadah shalat jumat- ditutup karena tidak memiliki izin mendirikan bangunan sebagai tempat ibadah.

Saat ini, pemerintah Angola sedang melakukan upaya mengatur pembangunan gedung  agar memiliki ijin mendirikan bangunan, secara kebetulan sebagian besar bangunan yang tidak memiliki ijin tersebut adalah tempat ibadah umat Islam atau masjid.

“Semua bangunan yang tidak memiliki ijin akan dihancurkan atau dibongkar. Kemungkinan bukan hanya tempat ibadah umat Islam saja tetapi beberapa tempat ibadah agama lainnya,” ungkap Pramudya.

Menurut sumber media Al-Alam, Kontroversi itu lebih didorong oleh komunikasi yang buruk pemerintah Angola dalam masalah tersebut.

Baca Juga: Bulog: Stok Beras Nasional Aman pada Natal dan Tahun Baru

Pramudya juga mengungkapkan, pemerintah Angola belum mengakui Islam sebagai aliran kepercayaan yang sah di negara itu karena penganut Islam di Angola belum memenuhi jumlah yang ditentukan secara hukum yang dibuat pemerintah Angola, yaitu  penganut dari sebuah agama harus mencapai minimal 100 ribu orang.

Islam di Angola adalah agama minoritas, diperkirakan berjumlah antara 80 ribu-90 ribu Muslim, merupakan dua setengah persen dari 18,5 juta penduduk Angola, yang sebagian besar memeluk kepercayaan adat tradisional (47 persen), sementara 38 persen penduduk Angola memeluk Katolik Roma dan 15 persen lainnya memeluk Kristen Protestan.

Penganut Islam di Angola pada umumnya berasal dari Mali, Sudan, Pakistan, Lebanon, dan Indonesia.

Islam akan diterima Angola

Baca Juga: Pemprov Jambi Adakan Apel Kesapsiagaan Hadapi Bencana Hidrometeorologi

Menurut Pramudya, Angola sebagai salah satu penghasil minyak terbesar di Afrika mejadikan sumber yang menjanjikan bagi banyak migran yang datang termasuk dari negara-negara Muslim.

Berbatasan dengan Namibia dan Republik Demokratik Kongo serta Republik Kongo, Angola ternyata menyimpan potensi besar sebagai negara penghasil minyak dan gas bumi. Angola merupakan penghasil minyak kedua terbesar di Afrika setelah Nigeria.

Pendapatan minyak membantu negara tumbuh hampir 10 persen dalam setahun pada dekade lalu.

Negara bekas jajahan Portugal ini menjadi salah satu negara tujuan incaran bagi perusahaan minyak dan gas bumi dari berbagai dunia termasuk negara-negara muslim seperti Qatar, Mali, Sudan, dan Indonesia.

Baca Juga: Media Ibrani: Empat Roket Diluncurkan dari Gaza

“Seiring dengan waktu Islam akan diterima dengan baik di Angola di mana kini meningkatnya populasi Islam di negara itu dan keinginan penduduk Angola untuk mengenal Islam,” tambah Pramudya. (L/P02/R2).

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: BRIN Kukuhkan Empat Profesor Riset Baru

 

 

Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan

Rekomendasi untuk Anda