Penguasaan Tepi Barat, Akhiri Upaya Damai

Peta Palestina. (Gambar: iStock/Thingstock)

Faksi Palestina Fatah dan Hamas telah mengecam rencana Israel untuk mencaplok sebagian besar yang diduduki, dengan mengatakan rencana-rencana itu merupakan “sebuah akhir bagi sisa-sisa upaya-upaya proses perdamaian” dan akan mengarah pada “perlawanan Palestina yang lebih kuat lagi.”

Hari Ahad, sekira 1.500 anggota partai PM Benyamin Netanyahu, Likud, menetapkan kekuasaan atas “Judea and Samaria”, nama yang diberikan Israel bagi wilayah Palestina yang diduduki itu.

Resolusi yang tidak mengikat itu juga memaksakan pembangunan pemukiman tak terbatas di Tepi Barat yang diduduki – tanah orang-orang Palestina yang dibutuhkan untuk sebuah negara di masa depan.

“Keputusan Likud untuk menerapkan kendali Israel atas Tepi Barat yang diduduki merupakan akhir dari sisa-sisa proses perdamaian,” kata faksi Fatah yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas, dalam sebuah pernyatannya.

“Keputusan ini merupakan kehancuran bagi semua kesepakatan yang telah ditanda-tangani sebelumnya, dan pelanggaran rehadap resolusi-resolusi PBB yang tak dapat dimaafkan – yang terbaru resolusi 2334, tentang Tepi Barat termasuk Jarusalem, wilayah yang diduduki.”

Hamas juga mengecam langkah Likud, dengan menyebutnya suatu “kebijakan agresi terhadap rakyat Palestina” yang “mengambil keuntungan dari posisi Amerika, termasuk deklarasi Donald Trump yang berbahaya” – berkenaan dengan pengakuan Presiden AS itu atas Jarusalem sebagai ibukota Israel, 6 Desember lalu.

Langkah Trump itu memicu protes maut di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki dan aksi-aksi unjuk rasa besar-besaran di dunia Islam, untuk mendukung rakyat Palestina.

Sebuah pernyataan keras dari negara-negara anggota PBB juga menentang ‘ancaman-ancaman’ AS yang belum pernah dilontarkan sebelumnya itu dengan menyatakan pengakuan negara tersebut atas Jarusalem sebagai ibukota Israel “batal dan tidak berlaku”.

“Itu akan benar-benar berarti tidak ada lagi upaya untuk mencoba menemukan solusi dua-negara atas krisis tersebut,” kata wartawan Al Jazeera, Mohammed Jamjoom, melaporkan dari Jarusalem Barat.

“Kami juga bicara dengan beberapa pengamat, yang mengatakan…..tidak mungkin resolusi yang buruk itu akan benar-benar dibawa ke Knesset,” katanya sambil menambahkan, “masih lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban saat ini” tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ali Abunimah, pendiri Electronic Intifada, sebuah majalah online yang biasa berkomentar tentang dokumen-dokumen Israel itu menyebutkan, keputusan tersebut mengisyaratkan suatu keinginan “untuk memperdalam kolonisasi dan pendudukan atas Palestina.”

“Kita baru memulai 2018 – akankah ini menjadi tahun yang kosong dari pernyataan-pernyataan tentang solusi dua-negara dari masyarakat internasional, atau mereka akan membuat Israel membayar atas pelanggaran-pelanggaran internasionalnya yang terus berlanjut,” kata Abunimah kepada Al Jazeera.

“Jika pemerintah terus melangkahkan kakinya, apa yang akan kita lihat adalah eksalasi dan berkembangnya gerakan BDS serta Israel akan lebih diperlakukan sebagai negara sampah, seperti Afrika Selatan satu dasawarsa lalu.”

“Lewat keputusan itu, Israel sedang mengirim isyarat melalui Partai Likud, bahwa hanya ada satu kepentingan apartheid dan pendudukan. Israel tidak tertarik pada perdamaian.”

Penghalang besar

Pendudukan oleh Israel dianggap ilegal menurut hukum internasional, dan dipandang sebagai penghalang besar bagi upaya-upaya perdamaian, karena mereka membangun pemukiman di tanah-tanah orang Palestina yang dilihat sebagai bagian negara mereka di masa datang.

Para pemimpin Palestina menghendaki Jarusalem Timur yang diduduki sebagai ibukota negara Palestina di masa depan, sementara Israel berkeras bahwa kota itu tidak bisa dibagi. Israel menduduki Jarusalem pada 1967 dan terus memperluas wilayah itu, dengan melanggar hukum internasional.

Tembok pemisah, yang mulai dibangun Isarael tahun 2002 membentang melewati wilayah Tepi Barat yang diduduki, membagi desa-desa, mengelilingi kota-kota dan memisahkan keluarga-keluarga satu sama lain.

Saat ini, 86 persen Jarusalem Timur langsung berada di bawah kekuasaan otoritas Israel dan para pemukim Yahudi.
Sekitar 200.000 pemukim tinggal di pemukiman-pemukiman yang sebagian besar dibangun sebagian atau seluruhnya di tanah-tanah milik orang-orang Palestina.

Dari jumlah tersebut, 2.000 pemukim tinggal di tengah lingkungan Palestina di bawah perlindungan pasukan Israel.
Berdasarkan peraturan di Tepi Barat, sebuah negara hanya boleh mengambil-alih tanah pribadi untuk kepentingan-kepentingan orang-orang Palestina.

Namun, Israel menggunakan peraturan itu, untuk mengambil-alih tanah-tanah milik guna membangun jalan-jalan pemukiman orang Yahudi yang menghubungkan mereka satu sama lain dan dengan Israel. Di jalan ini dibangun 12 pemukiman di Jarusalem Timur di tanah-tanah milik orang Palestina dan dinyatakan untuk “kepentingan publik”.

Oktober lalu, pemerintah sipil Israel menyetujui untuk pertama kali dalam 15 tahun pembangunan 31 unit perumahan pemukim di kota Hebron yang diduduki.

Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Jarusalem Timur sebagai wilayah yang diduduki serta menganggap kegiatan-kegiatan pembangunan pemukiman di sana sebagai tindakan ilegal. (A/RS1/P1)

Sumber: Al Jazeera News

Miraj Islamic News Agency/MINA

Wartawan: illa

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.