Peningkatan Amal Pasca Ramadhan (Oleh: Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur)

Imam-Yakhsya

Oleh: Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Firman Allah :

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (٧) وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ (٨) / الانشراح

 “Apabila engkau telah selasai (dari sesuatu urusan), bekerja keraslah (untuk urusan yang lain) (7) dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (8). (QS. Al-Insyiroh : 7-8)

Ayat ini sangat relevan untuk kita jadikan bahan renungan (tadabbur) setelah kita selesai melaksanakan shaum seperti saat ini.

Setelah selesai melaksanakan shaum Ramadhan hendaklah kita memiliki perasaan cemas (khauf) dan raja’ (harapan). Cemas karena khawatir puasa kita tidak diterima oleh Allah, namun kita juga berharap semoga Allah berkenan menerima puasa kita, walaupun mungkin belum kita laksanakan secara maksimal sesuai yang digariskan oleh syariat.

Oleh karena itu, apabila kita berjumpa dengan teman kita di hari Idul Fitri, kita disunnahkan saling mendoakan dengan ucapan Taqabbalallaahu Minaa wa minkum (Semoga Allah menerima amal kita semua).

Diriwayatkan dari Jubair bin Nufair  :

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكم

Para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam apabila bertemu di hari raya mereka mengucapkan Taqabbalallaahu Minaa wa minkum.”

Mualla bin Fadhil berkata, “Para sahabat membagi tahunnya menjadi dua bagian. Bagian pertama (Syawwal, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar, Rabiul Awal) mereka pergunakan untuk berdoa kepada Allah agara puasa yang telah mereka kerjakan diterima. Bagian kedua (Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban) mereka pergunakan untuk berdoa agar Allah memberikan kekuatan untuk melaksanakan puasa tahun yang akan datang. “

Kedua ayat di atas mengajarkan kepada kita, apabila kita telah selesai melakukan suatu pekerjaan, maka hendaklah kita bersegera dengan sungguh-sungguh mengerjakan pekerjaan yang lain hingga lelah atau hingga pekerjaan itu tegak dan sempurna. Dalam mengerjakan pekerjaan tersebut hendaknya selalu berharap kepada Allah untuk memperoleh pertolongan-Nya dalam menghadapi setiap kesulitan pekerjaan.

Kata “Nashaba” pada mulanya berarti mewujudkan sesuatu hingga tegak dan mantap seperti firman Allah :

  / الغاشية (١٩)  وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ

Dan Gunung-gunung bagaimana ditegakkan.” (QS. Al-Ghasyiyah : 19)

Usaha menegakkan itu biasanya dilakukan dengan sungguh sungguh sehingga mengakibatkan keletihan. Dari kata “nashaba” juga digunakan dalam arti lelah, seperti disebutkan dalam hadits:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ / الشيخان

Tidaklah seorang muslim tertimpa kelelahan atau penyakit atau kesedihan atau gangguan atau kesusahan bahkan duri yang  menusuknya kecuali Allah menghapus kesalahan karenanya. “

Oleh karena itu, setelah kita mengerjakan puasa ini segeralah kita mengerjakan pekerjaan yang lain dan kita usahakan pekerjaan yang kita kerjakan lebih baik dan maksimal daripada sebelumnya. Inilah yang terkandung dari arti bulan Syawal yaitu peningkatan.

Peningkatan itu hendaknya kita lakukan dalam tiga hal yaitu iman, ibadah, dan akhlak.

  1. Peningkatan Iman

Selama bulan Ramadhan kita dididik oleh Allah dengan ibadah puasa sebagai ibadah yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan pelakunya. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk berlaku ikhlas dengan mengerjakan sesuatu karena Allah bukan karena manusia. Marilah kita tingkatkan keikhlasan dalam bekerja. Kita bekerja bukan karena takut kepada atasan, segan kepada teman atau malu kepada bawahan tetapi bekerja semata-mata karena Allah.

Apabila kita bekerja dengan “menghadirkan Allah” sebagai sumber motivasi, maka pekerjaan yang kita kerjakan akan selalu baik, benar dan maksimal. Karena Allah itu Maha Indah, Maha Benar dan menuntut kita agar maksimal dalam mengerjakan kebaikan. Allah berfirman :

  وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ  وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ / التوبة : ١٠٥

Dan katakanlah, bekerjalah kalian, maka Allah akan melihat pekerjaan kalian, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin. Dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (QS At-Taubah : 105)

Ketika menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir menukilkan hadits yang diriwayatkan Abu Daud At-Tayalisi bahwa Rasululllah Shalallahu alaihi wasalam bersabda :

إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى عَشَائِرِكُمْ وَأَقْرِبَائِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: اللَّهُمَّ أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ

Sesungguhnya Amal-amal kalian ditampilkan kepada kerabat dan keluarga kalian di dalam kubur mereka. Jika perbuatan kalian itu baik, maka mereka bergembira dengannya dan jika amal kalian sebaliknya, mereka berdoa, “Ya Allah berikanlah mereka ilham untuk berbuat amalan taat kepada-Mu.”

Dari hadits ini kita mengetahui bahwa semua pekerjaan yang kita lakukan, bukan hanya berimplikasi duniawi tetapi berimplikasi ukhrawi yang akan diperlihatkan kepada orang orang yang berada di akherat.

  1. Peningkatan ibadah

Selama bulan Ramadhan kita dididik oleh Rasululllah Shalallahu alaihi wasalam dengan berbagai macam ibadah, seperti shalat tarawih, membaca Al-Qur’an, memperbanyak infaq, I’tikaf dan sebagainya.

Ibadah ibadah ini hendaknya kita pertahankan untuk mengisi aktivitas keseharian kita.

Shalat tarawih adalah didikan kepada kita untuk rajin shalat tahajjud yang merupakan shalat yang paling tinggi nilainya dan satu-satunya shalat sunnah yang disebut beberapa kali dalam Al Qur’an, antara lain :

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا  / الإسرا : ٧٩

“Dan dari sebagian malam bertahajjudlah sebagai ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS Al Isra : 79)

Dengan membaca Al Qur’an, kita diajak untuk selalu berdialog dengan Allah, sehingga rasa cinta kepada Allah semakin mendalam. Rasululllah Shalallahu alaihi wasalam bersabda :

فيهن  / ابو نعيم والارض ومن السموات  من الله  إلى  القران أحب

“Al Quran lebih dicintai oleh Allah dari pada langit dan bumi dengan segala isinya.” (HR Abu Nuaim)

Berdasarkan penelitian para ahli, bahwa membaca Al Quran sehabis maghrib dan setelah shubuh akan meningkatkan kecerdasan sampai dengan 80%. Hal ini dikarenakan, pada waktu tersebut ada pergantian siang ke malam dan sebaliknya. Di mana pada waktu-waktu tersebut terjadi 3 aktivitas, yaitu melihat, membaca dan mendengarkan Al-Qur’an.

Dengan infaq akan mempertajam kepekaan sosial kita, betapa banyaknya umat Islam  yang sampai hari ini masih hidup dalam kekurangan dan penderitaan yang memerlukan uluran tangan seperti umat Islam di Palestina, Mindanau, Rohingnya dan sebagainya.

Adapun I’tikaf mendidik kita memperhatikan shalat berjamaah dan memakmurkan masjid yang merupakan salah satu sumber kekuatan umat Islam. Pernah dikisahkan, pasca meletusnya perang antara Mesir dan Israel tahun 1973, ada salah seorang tentara Mesir berkata kepada tentara Yahudi, “Demi Allah, kami akan mengalahkan kalian sampai batu atau pohon membantu kami dengan berkata, “Hai hamba Allah, hai muslim ini ada Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah. Lantas tentara Yahudi itu menjawab, “Semua itu tidak akan terjadi sebelum shalat subuh kalian sama jumlahnya dengan shalat Jumat kalian.”

  1. Peningkatan Akhlak

Akhlaq menurut Al Ghazali adalah suatu pekerjaan yang menjadi kebiasaan. Diantara kebiasaan yang ditanamkan oleh Allah dan Rasul-Nya selama bulan Ramadhan adalah kebiasaan menepati waktu.

Hal ini tampak pada perintah berbuka dan sahur pada waktunya. Berbuka sebaiknya di awal waktu sedangkan sahur di akhir waktu. Hal ini mengisyaratkan agar kita mulai bekerja di awal waktu dan tidak mengakhirkan sebelum habis waktunya.

Waktu adalah nikmat yang sangat besar dari Allah kepada manusia. Sudah sepantasnya manusia memanfaatkannya secara baik dan maksimal untuk amal sholeh, mengingat waktu memiliki karakter sebagai berikut :

Cepat Berlalunya

Allah berfirman :

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا / النازعات : ٤٦

“Pada hari mereka melihat kiamat itu, seakan akan mereka tinggal di dunia hanya pada waktu sore atau waktu pagi.” (QS. An-Naziat : 46)

 Barang Termahal yang Dimiliki Manusia

Sebagimana ucapan orang yang melalaikan waktu ketika menghadapi sakaratul maut :

رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ/ المنافقون : ١٠

“Tuhanku, sekiranya engkau berkenan menunda kematianku sedikit waktu lagi maka aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang sholeh. (QS. Al-Munafiqun : 10)

Yang Berlalu Tidak Mungkin Kembali

Hasan al Basri berkata, “Hai anak Adam, kamu hanyalah kumpulan hari-hari, tiap satu hari berlalu hilang sebagian darimu.”

Oleh karena itu, orang yang menghayati makna puasa Ramadhan, dia akan menjadi orang disiplin dalam melaksanakan pekerjaannya.

والله أعلمُ بالـصـواب

(AK/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)