Perlindungan Konsumen Indonesia Tak Boleh Tertinggal

Ketua Badan Nasional (BPKN), Ardiansyah Parman.(Foto: kdei-taipei.org)

Jakarta, MINA – Ketua Badan Perlindungan Nasional (BPKN), Ardiansyah Parman mengatakan, masyarakat Konsumen, dunia usaha dan Pemerintah perlu memahami bahwa ekonomi digital ini tidak lagi dapat terbendung. Kehadirannya akan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat, baik sosial, ekonomi dan ekologi.

Menurutnya, tantangan Perlindungan Konsumen bergerak cepat, dinamis, menyentuh berbagai aspek pengelolaan dan pengaturan. Hal ini menuntut pengaturan atas aspek-aspek yang beraneka segi dan lintas batas. Secara keseluruhan Perlindungan Konsumen bukanlah isu sektoral lagi. Dalam kondisi seperti ini, Pendekatan sektoral dan kewilayahan tiada lagi memadai.

“Dengan demikian jelas pula, bahwa perlindungan konsumen dunia menjadi semakin kompleks. Indonesia, tidak terkecuali, harus bisa dan segera menyesuaikan berbagai aspek yang terkait dengan Perlindungan Konsumennya,” kata Ardiansyah dalam Workshop Penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (23/11), demikian keterangan pers yang diterima MINA.

Dia menyatakan, tidak berlebihan bila Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas di Istana 21 Maret 2017 meminta lembaga-lembaga perlindungan konsumen agar lebih bekerja keras sehingga betul-betul bisa dirasakan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.

“Perhatikan saja, sembilan sektor prioritas dalam Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (sektor obat, makanan, dan minuman; jasa keuangan; jasa pelayanan publik; perumahan/properti; jasa transportasi; jasa layanan kesehatan; jasa telekomunikasi; dan e-commerce) sudah diwarnai oleh dimensi ekonomi digital,” ujar Ardiansyah.

Perlindungan konsumen menyentuh Aplikasi Internet; e-Commerce; volume dan intensitas lalu lintas barang jasa ; Yurisdiksi Perlindungan Konsumen – lintas batas; isu privasi, keamanan jaringan dan data, hak kepemilikan, kedaulatan data dan informasi, lingkungan hidup dan hak Asasi. Tantangan perlindungan konsumen saat ini dan ke depan semakin menuntut kehadiran Negara secara Sistemik.

Arah Perubahan Amandemen Perlindungan Konsumen

Workshop juga membahas RUU Perlindungan Konsumen yang akan mengamandemen UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan yang sudah berlaku sejak 1999, sejak 18 tahun lalu.

Ardiansyah menjelaskan, keberdayaan UU Perlindungan Konsumen (PK) sangat menentukan bukan hanya perlindungan terhadap masyarakat konsumen, namun mempunyai nilai strategis, bahkan vital, terhadap ketahanan ekonomi nasional.

Penyusunan RUU Perlindungan Konsumen diharapkan menghasilkan rancangan UU yang lebih baik dan efektif memberikan perlindungan konsumen dibandingkan UU yang ada saat ini.

“RUU PK harus mampu mendorong lahirnya kebijakan/pengaturan implementatif, berdaya guna dan manfaat. Muatan pasal dan ayat dalam RUU PK sudah seharusnya mempunyai semangat dan langkah affirmative dan praktis bagi perlindungan konsumen (kasus sangsi, prosedur eksekusi),” ujarnya.

Di tempat yang sama, peneliti bidang hukum Inosentius Samsul memaparkan bahwa UU No. 8 memang kurang sempurna, namun penyempurnaannya tidak perlu merubah pondasi, sebagai contoh dalam Bab tentang Kelembagaan harus ditulis nama Badan agar tidak ada kerancuan dan multi tafsir lembaga apa dan tugasnya apa.

Ino pun menegaskan, pengertian klausula baku tidak saja dalam perjanjian baku, tetapi juga dalam berbagai dokumen yang terkait dengan suatu produk dan/atau jasa.

“Tugas lembaga pemerintah di bidang perlindungan konsumen seharusnya mencakup juga pengawasan terhadap barang dan jasa, menetapkan pedoman pembuatan perjanjian baku serta memeriksa dan memberikan persetujuan terhadap format perjanjian bakusebelum diedarkan,” ujarnya.

Pakar Hukum Administrasi Negara Harsanto Nursadi yang hadir menjadi Narasumber dalam workshop ini mengatakan, UU PK seharusnya bukan hanya mengatur kelembagaan, pejabat/sumber daya manusianya, aset/keuangan menyangkut pendanaan, pembinaan dan pengawasan saja, juga harus disebutkan kewenangannya sebagaimana Hukum Administrasi Negara. Dengan kewenangan yang jelas maka produknya pun jelas apakah hanya rekomendasi atau menyangkut pengaturan/pengurusan:.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sukarni memaparkan, sebagaimana KPPU, maka BPKN seharusnya memasukkan bukan hanya kedudukan, tugas dan fungsi namun juga kewenangan dalam UU PK.

Acara workshop ini juga dihadiri Pakar Hukum Administrasi Negara Harsanto Nursadi sebagai pembicara. (R/R01/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.