Charleston, 4 Sya’ban 1437/ 11 Mei 2016 (MINA) – Perguruan Tinggi Militer Citadel di Carolina Selatan mengatakan tidak akan membiarkan kadet wanitanya memakai jilbab dalam kegiatan kemiliteran.
Menurut sebuah kelompok pembela Muslim, Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR), keluarga wanita itu sedang mempertimbangkan tindakan hukum atas peraturan tersebut.
“Keseragaman adalah landasan pengembangan kepemimpinan yang kami pertahankan selama empat tahun. Para kader juga belajar nilai kerja sama tim yang berfungsi sebagai satu kesatuan,” kata Presiden Citadel, John Rosa kepada The Two-Way News yang dikutip oleh Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis (11/5).
Ibrahin Hooper, juru bicara CAIR mengatakan, mengenakan jilbab dipandang sebagai kewajiban agama.
Baca Juga: AS Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris
“Ini bukan hanya masalah agama tetapi merupakan salah satu keharusan bagi seorang perempuan,” kata Sherina Hafez, seorang professor studi gender dan seksualitas di Universitas California, Riverside.
Citadel yang merupakan perguruan tinggi umum, mulai mendidik kadet wanita pertama pada 1995.
Hafez mencatat bahwa wanita berjilbab melayani di kemiliteran dan kepolisian di seluruh dunia. Bahkan, pada 2014 militer AS menyetujui seragam untuk prajurit wanita yang beragama Islam.
“Dapertemen Militer akan menampung pernyataan setiap individu yang tulus dalam memegang keyakinan seperti nurani, prinsip moral, atau keyakinan agama dari anggota militer lainnya, kecuali mempengaruhi kesiapan militer atau unit kohesi, kebijakan tersebut bisa diperbaharui,” tegasnya. (T/anj/P001)
Baca Juga: Mahasiswa Yale Ukir Sejarah: Referendum Divestasi ke Israel Disahkan
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)