Pertama Kali, Anggota Kerajaan Inggris Kunjungi Wilayah Pendudukan dan Israel

London, MINA – Seorang anggota keluarga Kerajaan Inggris, , akan memulai kunjungan resmi pertama ke dan Wilayah Pendudukan , Ahad (24/6).

Kunjungan itu diperkirakan akan berfokus pada pembahasan kesepakatan dagang antara kedua negara meskipun dalam beberapa pekan terakhir lebih dari 130 orang Palestina tewas dalam protes di Gaza, termasuk kontroversi pembukaan kedutaan Amerika Serikat di Yerusalem.

Pangeran yang berada di urutan kedua untuk mewarisi tahta kerajaan itu diperkirakan tidak akan membicarakan isu politik.

Chris Doyle, Direktur Council for Arab-British Understanding (CAABU), mengatakan kepada Arab News bahwa tur empat hari William kemungkinan akan berfokus pada pembuatan kesepakatan perdagangan dalam persiapan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) tahun depan, ketimbang membahas proses perdamaian Timur Tengah yang hampir mati.

“Ada hasrat yang cukup jelas untuk membangun hubungan dan Israel adalah target ramah untuk peningkatan perdagangan,” ujarnya.

Kunjungan itu berisiko ‘menormalkan’ tindakan rezim penindas Israel yang menduduki tempat tinggal warga Palestina.

“Tentu saja Pangeran William harus pergi ke kedua sektor Israel dan Palestina atau akan ada kemarahan. Tapi ada risiko kunjungannya membuat tindakan melanggar hukum internasional, seperti blokade Gaza lebih dapat diterima dan normal,” kata Doyle.

William memulai tur Timur Tengah-nya pada Ahad di Yordania, sekutu lama Inggris.

Pada hari Selasa ia akan mengunjungi ke Yerusalem, tempat ia akan mengunjungi Yad Vashem, peringatan resmi untuk korban Holocaust, bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kemudian menghadiri acara sepak bola dengan tim campuran Arab dan Yahudi.

Pada Rabu ia akan bertemu aktivis muda, baik Arab dan Yahudi, yang terlibat dalam pendidikan dan program sosial, dan juga menyeberang ke Wilayah Pendudukan Palestina untuk bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ramallah sebelum menghadiri acara yang berfokus pada pengungsi Palestina.

Dia dijadwalkan menyampaikan pidato di resepsi yang diselenggarakan oleh konsul Amerika Serikat di Yerusalem. Namun, protokol mencegahnya untuk menyampaikan pernyataan yang mungkin dianggap partisan.

Doyle mengatakan kepada Arab News, langkah William sangat disayangkan mengingat ibu William, mendiang Putri Diana, memperjuangkan keadilan bagi yang tertindas.

“Sangat disayangkan bahwa seseorang dengan statusnya, yang jelas-jelas peduli dengan warisan ibunya, tidak dapat menyuarakan keprihatinan utama yang nyata tentang perlakuan terhadap orang Palestina dan pelanggaran hak asasi manusia yang merupakan masalah sehari-hari bagi mereka di bawah kendali Israel,” kata dia.

“Memang betul, dia akan melihat program kerja sama dan orang-orang Arab dan Yahudi bermain sepak bola bersama, tetapi kenyataannya adalah para pemain Palestina baru bisa melakukan perjalanan ke pertandingan atas izin Israel,”  tambah Doyle.

William adalah pilihan yang mengejutkan untuk kunjungan itu. Banyak yang mengharapkan tugas tersebut jatuh ke ayahnya, Pangeran Charles, yang memiliki lebih banyak pengalaman tentang negara-negara yang secara politis sangat sensitif.

Tetapi diperkirakan William dipilih karena masa mudanya lebih akrab dengan orang muda Israel yang bekerja di bidang teknologi tinggi yang dia jadwalkan untuk bertemu.

Sementara di antara warga Palestina, kehadirannya hampir tidak akan berarti sangat penting, kata Doyle.

“Saya dia bisa mengatakan sesuatu kepada tuan rumah Israel, bahwa kunjungannya akan lebih dari sekadar window-dressing, tetapi kenyataannya sangat tidak mungkin. Jadi, kunjungan tersebut tidak akan menjadi suatu hal yang penting bagi orang Palestina. Mereka tidak ingin menjadi bagian dari acara wisata,” kata Doyle. (T/R11/RI01)

Mi’raj News Agency (MINA)