Duta Besar: Presiden Prancis Perangi Islamis Radikal, Bukan Umat Muslim

Foto: Abdullah/MINA)

Jakarta, MINA – Duta Besar Republik Prancis untuk Indonesia menjelaskan, maksud dari pidato Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 2 Oktober 2020 adalah untuk memerangi Islamis radikal, bukan umat Islam.

“Presiden Republik Prancis dengan jelas telah menetapkan sasaran dari strategi tersebut: sebuah ideologi, yaitu Islamisme radikal yang perlu dilawan,” ujar Olivier dalam wawancara khusus dengan tim MINA di Jakarta, Rabu (18/11).

la menjelaskan, ada perbedaan antara mayoritas warga Muslim Prancis yang damai dan moderat, dengan kelompok minoritas militan yang bersifat separatis, yang mengabaikan hukum dan memusuhi nilai-nilai Republik Prancis.

“Golongan terakhir inilah yang juga merupakan beban bagi mayoritas Muslim Prancis. Saya ingin mengatakannya lagi dengan jelas: korban pertama dari Islamisme radikal itu adalah umat Muslim sendiri,” ujarnya.

Pidato Macron tersebut muncul setelah terjadinya serangan di Conflans Sainte-Honorine pada 16 Oktober dan di kota Nice pada tanggal 29 Oktober hingga menewaskan tiga orang.

Macron juga menegaskan kembali “laicite” (sekularisme Prancis) sebagai jaminan kebebasan hati nurani (untuk percaya atau tidak percaya pada Tuhan) dan kebebasan beragama.

“Presiden Republik Prancis mengingatkan pentingnya laicité, perekat Republik Prancis, yang merupakan landasan kebebasan beragama, yang memungkinkan setiap komunitas beragama untuk menjalankan ibadah, dan menjaga netralitas Negara terhadap semua agama,” jelas Dubes Olivier.

Menurutnya, semua negara demokrasi dan hampir semua negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) memerangi Islamisme radikal ini, yang sering menjadi inkubator terorisme. “Ini terjadi di Prancis selama beberapa tahun terakhir, seperti juga di Indonesia, katanya. (L/RE1/RA-1/R1/R9)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.