Gaza, MINA – Negara Zionis Israel telah kalah perang melawan pejuang perlawanan Hamas di Gaza Palestina. Namun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya tidak akan mengakuinya.
Penilaian itu disampaikan Profesor Paul Rogers, seorang profesor emeritus studi perdamaian di Bradford University, dalam artikelnya di The Guardian, Sabtu (23/12).
Menurutnya, narasi resmi yang digaungkan pemerintah Netanyahu dan militer Israel adalah pejuang Hamas telah melemah. Padahal kegagalan ada pada doktrin tentara Zionis Israel. Dia mengatakan wacana terkait perang Gaza dikendalikan oleh Kementerian Pertahanan Israel.
Meskipun reputasi internasional Israel menurun dengan terbunuhnya lebih dari 20.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 50.000 orang lainnya, Israel telah menjual narasi kelemahan besar Hamas, dan bahkan mengklaim bahwa perang di Gaza utara telah berakhir dan keberhasilan yang sama akan dicapai di selatan.
Baca Juga: Smotrich: Israel Tolak Normalisasi dengan Saudi jika Harus Ada Negara Palestina
Tiga hari berikutnya memberikan lebih banyak bukti ketika tiga sandera berhasil melarikan diri dari penculiknya dan mengibarkan bendera putih, namun mereka terbunuh oleh peluru tentara Israel.
Yang memperparah keadaan adalah adanya panggilan telepon dari para sandera yang ditangkap oleh alat yang dipasang pada anjing pelacak milik tentara Israel, dan tiga hari sebelum mereka dibunuh. Ada bukti lain tentang permasalahan tentara Israel.
Angka resmi menyatakan bahwa jumlah korban tewas adalah 460 tentara di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, dan 1.900 tentara terluka, namun sumber lain menyatakan bahwa jumlah korban luka lebih tinggi dari yang diumumkan.
Sepuluh hari yang lalu, surat kabar Yedioth Ahronoth menerbitkan informasi yang diperoleh dari Pusat Rehabilitasi Tentara di Kementerian Pertahanan Israel. Jumlahnya diperkirakan 5.000 orang terluka, dengan 58% diklasifikasikan sebagai luka serius, dan 2.000 tentara secara resmi dianggap cacat.
Baca Juga: Hamas Kutuk Agresi Penjajah Israel terhadap Suriah
Menurutnya Surat kabar Times of Israel, memaparkan kematian akibat insiden friendly-fire (ditembak rekan sendiri), mengatakan bahwa 20 dari 105 kematian disebabkan oleh insiden friendly-fire itu.
Prof. Rogers mengatakan pula, secara umum, Israel menerapkan “suburb doctrine [doktrin pinggiran kota]”, yang menargetkan struktur sosial, militer, dan ekonomi untuk menghancurkan keinginan musuh untuk berperang dan mencegahnya menimbulkan ancaman di masa depan.
Namun “doktrin pinggiran kota” tidak berjalan sesuai rencana, karena kritik datang dari kalangan yang tidak terduga, seperti mantan Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, yang memperingatkan bahwa operasi saat ini akan meninggalkan bekas selama setengah abad ke depan. (T/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pemukim Yahudi Ekstremis Rebut Rumah Warga Yerusalem di Silwan